Arion Point of View
Aku menunggu selama 30 menit di ruangan itu. Memilih menatap kesibukan kota dari jendela besar. Betapa beruntungnya aku mendapat mate seperti David. Aku bersyukur tentu saja. Namun bayang bayang bagaimana aku menghabiskan masa mudaku hanya dengan mengandung dan menghasilkan anak membuatku takut.
Aku takut menyesal tidak mencapai apapun dalam hidup ini. Aku masih muda dan punya banyak mimpi, aku takut... Dave.. melarangku, mengurungku, hanya memiliki aku untuk dirinya sendiri. Dia saja sudah melarangku sekolah.
Aku sudah banyak melihat berita kasus age gap mating ini. Omega hanya akan mendapatkan kerugian, kami seperti pencetak anak saja.
Para omega remaja mungkin diklaim lebih cepat dari masa perkenalan tiga bulan. Mereka akan diam di rumah dan hanya hidup untuk alpha dan anak anak. Tidak perlu sekolah, karir, dan mimpi lainnya ketika omega sudah di klaim alpha.
David sudah berumur 40 tahun ini. Dia putra sulung keluarga besar dan berpengaruh. Kandidat kuat penerus keluarganya. Menghitung usia, dia harus segera punya keturunan. Aku yakin sekali keluarganya sudah mendesak.
Selain itu seminggu lagi rencananya David akan membawaku ke negaranya. Memperkenalkan aku kepada keluarga besarnya. Mereka harus tahu anak sulung mereka menemukan mate di negeri antah berantah. Di minimarket memakai kolor dan baju belel.
Kami akan menghabiskan 3 bulan pengenalan di sana. Sebelum akhirnya menikah dan benar benar terikat satu sama lain. Aku menelan ludah kesat, takut.
Maka aku memutuskan untuk menjauh dan pergi. Aku tidak akan me reject David, tidak. Aku hanya ingin kesempatan untuk bebas. Aku menatap satu sachet Krim Grande di tanganku. Tekadku bulat.
Feromonku masih akan tercium kuat sampai lobby kantor. Aku akan menggunakan tangga darurat, menaiki lift akan lebih beresiko. Setelah itu memakai Krim Grande sebelum masuk lobby. Feromonku akan hilang. Karyawan di sana tidak akan menyadari bahwa aku mate bos mereka. Sekaligus memicu kepanikan David. Dari sana aku harus bergerak cepat.
Aku mengintip keluar ruangan, sepi. Si resepsionis laki laki juga entah dimana. Aku menutup pintu ruangan. Menghela nafas berat.
Lantai ini sepi tanpa karyawan berlalu lalang. Terdengar suara presentasi diselingi suara David di dalam ruangan rapat.
"Maaf, ada yang bisa saya bantu?"
Aku terlonjak kaget. Si resepsionis laki laki ada di sebelahku. Dia membawa map. Aku gugup.
"Ehm. Kamar mandi di ruangan ini rusak. Saya mau ke kamar mandi. Dimana ya kamar mandi lantai ini?" Aku berkata pelan mencoba tenang.
"Kamar mandinya rusak?" si resepsionis dengan name tag Geovan itu melirik bingung ruangan di belakangku. Aku tidak bisa menunggu, dia bisa curiga. Masa kamar mandi bosnya rusak? Tidak mungkin.
"Dimana ya kamar mandinya?" Aku bertanya mendesak.
"Oh sebelah sini tuan," Geovan mengantarku ke pojok kiri lantai dimana toilet berada.
"Tidak perlu mengantarku, aku bisa sendiri. Terima kasih. Silahkan lanjut bekerja," kataku sopan dan masuk ke toilet.
Aku menutup pintu dan mulai berhitung. Memastikan si resepsionis pergi menjauh. Aku juga memutar keran agar suara air meyakinkan. Aku berdiam diri di sana 5 menit sebelum akhirnya keluar.
Aku sembunyi di balik tembok. Resepsionis itu sedang membaca laporan. Terlihat serius. Aku mengedarkan pandangan mata dan bersibobrok dengan cctv lantai ini. Aku dan siapalah operator cctv itu bertatapan.
Tiba tiba entah darimana asalnya terdengar suara kucing mengeong. Aku melirik lagi, Geovan mengambil kucing itu dan mengelusnya sayang-menimang nimang seperti bayi. Lengah.
Aku tidak menyisakan kesempatan dan segera berlari ke seberang lorong kanan tempat pintu gawat darurat berada. Aku tanpa hentakan kaki berlari kesana. Aku menutup pintu pelan. Diujung suara aku mendengar David memaki karyawannya.
Menghembus nafas berat. Belum separuh jalan. Aku menatap bawah. Sekarang aku berada di lantai 30, berapa menit aku sampai ke lobby?
Demi kebebasan aku mulai menuruni tangga. Jantungku berdegup keras, takut David diatas sana sudah menyadari aku tidak ada di ruangannya. Aku ketakutan.
Sejauh ini tidak ada orang di tangga darurat. Aku menginjak lantai 15 dan sudah berkeringat deras-maklum jarang olahraga. Setiap pelajarannya aku sering izin berasalan sakit-fisik lemah omega. Padahal ya, karena aku malas saja.
Aku melirik tanda basement di pojok pintu. Apa aku lari lewat basement? Lebih mudah kurasa.
Aku sudah mempersiapkan dengan matang pelarian ini. Aku membawa baju ganti. Selain feromon, cctv juga akan cepat menemukanku. Aku harus ganti baju. Aku berganti baju dengan kaos putih, hodie hitam, celana pendek selutut, memakai sandal, dan tidak lupa memakai masker hitam.
Aku menggigit Krim Grande di mulutku. Satu kecerobohan kecil seperti lupa meninggalkan benda ini di pakaian lama akan mengantarkan aku kembali pada David. Aku melirik keberadaan cctv. Aman. Kemeja maroon, jeans hitam panjang, dan sepatu kets hitam aku taruh dalam plastik membuangnya di tempat sampah basement.
Satu dua mobil melintas menuju basement lantai atas. Aku akan berlari ketika tidak ada mobil dan berjalan pelan ketika ada mobil melintas.
Tiba di lantai bawah aku kembali berdegup kencang memandangi Krim Grande. Tidak ada waktu berfikir. Aku menyobek bungkusan krim dan mengoleskannya ke tengkukku. Terasa dingin.
Mataku berkaca-kaca teringat semua kejadian 3 hari ini. Aku dipertemukan dengan mate yang sangat baik, aku merasa sangat jahat. David memberikanku makanan enak, dia memberikanku tempat tinggal, dan paling penting dia menyayangiku. Dia tidak meninggalkanku seperti kedua orangtuaku yang meninggalkanku, justru aku yang meninggalkannya.
Tapi dia juga yang akan merampas kebebasanku..
Setelah ini, aku harus lari sejauh-jauhnya.
Dukung author dengan vote 🥺
KAMU SEDANG MEMBACA
Mate: David and Arion (END)
Teen FictionArion yang baru berumur 17 tahun bertemu matenya di minimarket. Kacau. Ternyata mate nya seorang laki laki dewasa dan hot berusia 40 tahun. Tidak pernah terbayang di hidup Arion harus mempunyai mate laki laki dan bertemu secepat ini. Bagaimana sikap...