4. Merasa Terasingkan

4.2K 523 59
                                    

Sinar matahari sudah mulai menerangi bumi. Bahkan bisa dibilang sudah menerangi bumi sejak tadi. Dan sejak tadi juga peliharaan milik anak bernama Chandra itu sudah menggonggong minta diberikan asupan makanan. Dari jauh, bisa dilihat bagaimana lihainya seorang laki-laki dengan spatula ditangannya. Sampai tak menyadari sedari tadi Jeffan melihatnya takjub.

"Jem? Ngapain?"

Jemiel kaget namun sebisa mungkin terlihat santai. Lekukan manis itu ia berikan pada papanya yang kini tengah meminum kopi.
"Bantu Mama masak, Pa."

Jeffan tak bisa menahan senyumnya. Ia seperti melihat sosok cantik yang dulu pernah menaklukan hatinya pada wajah Jemiel. Namun saat ini sosok itu telah tiada, dan digantikan dengan kahadiran Jemiel dihidupnya.

"Kirana, aku sudah bersama anak kita. Untuk sekarang, dan ke depannya ijinkan aku membesarkannya, ya?"

Jeffan tersadar dari lamunannya saat merasa seseorang menyentuh pundaknya.

"Pa? Jangan melamun. Ini masih pagi."
Laki-laki yang dipanggil papa itu kembali tersenyum.

"Ayo Pa sarapan. Mama tadi bilang kita sarapan dulu aja."

"Mama kemana?" Tanya Jeffan.

"Tadi bilang ketemu orang dulu." Jeffan mengangguk lalu duduk disebelah Jemiel sembari menyantap sarapan yang dibuat anaknya.

"Enak." Gumam Jeffan tak sadar.

"Ini resep Bunda." Jawab Jemiel dengan tangan yang sibuk menyiapkan sarapan untuk saudaranya.

Hati Jeffan tak bisa bohong jika ia merindukan wanita itu. Wanita yang ia anggap adik namun dengan tidak tahu dirinya ia rusak. Jeffan bertanya-tanya apakah selama ini Kirana membencinya?

Jeffan rasa jawabannya adalah iya. Bertahun-tahun tidak mencari, tidak menafkahi, bahkan Jeffan tak ada saat Kirana melahirkan, dan merawat anak manis dihadapannya. Ia melewatkan masa-masa pertumbuhan Jemiel kecil hingga tumbuh remaja.

Senyumnya terukir kembali saat melihat Jemiel dengan telaten menyiapkan sarapan untuk Jenan, dan Chandra.
"Jem? Mau ngegym gak?" Tanya Jeffan.
Jemiel seolah berpikir. Ia tak pernah masuk ke tempat seperti itu  bahkan tau alat-alat itu saja tidak.

"Hmm, Jem gak pernah ke tempat gym, Pa. Papa mau ngegym? Jem temenin deh, tapi Jem gak ikutan takut malah bikin rusuh." Diakhiri tawa khasnya.

"Gak kok, nanti Papa bilang ke pelatihnya biar kamu diawasi. Mau? Abang kamu kayaknya gak akan mau Papa ajak pergi, sabtu tuh dia lebih milih rebahan."

Jemiel seperti berpikir.
"Ajak Chandra aja gimana, Pa?"

Jeffan menggeleng.
"Chandra gak suka ngegym, Jem."

Merasa yakin untuk ikut, akhirnya Jemiel menerima tawaran Jeffan. Hitung-hitung sambil pendekatan dengan papanya agar tidak canggung. Disisi lain, ia ingin merasakan pergi bersama dengan papanya seperti bayangannya selama ini.

Jenan menuruni anak tangga dengan pakaian rapinya. Yang bisa dideskripsikan dari Jenan sekarang adalah, kaos putih yang dibaluti jaket denim dengan bawahan celana jeans abu. Jenan menyugarkan rambut bagian depannya kebelakang, sembari berjalan menuju meja makan. Dan tanpa pikir panjang, ia menikmati sarapan dihadapannya.

Setelah selesai sarapan, ia segera berjalan menuju pintu namun teringat dengan Chandra. Tadi sebelum turun, ia melirik ke kamar Chandra, dan tak mendapati plastik yang ia gantung. Chandra sudah mengambil plastik penuh makanan itu, begitu pikirnya. Dengan pasti, Jenan berjalan menuju service area, dan menemukan bibi yang sering membantu mamanya. Bibi yang hanya bekerja dipagi hari sampai siang saja.

FEELING BLUE (CHANDRA) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang