29. Back to Home?

2.8K 358 84
                                    

Hari ini, hari yang tak bisa dikatakan baik. Ah, mungkin baik bagi orang lain, tapi tidak dengan beberapa orang ini. Ada rasa takut, khawatir, gugup, bahkan sedih yang mereka rasakan hari ini, dan dalam hati mereka benar-benar berharap hari terlewati dengan cepat.

Disinilah laki-laki ini sekarang, berdiri didekat jendela kamarnya. Memperhatikan rintik hujan yang mengguyur daerah perumahannya.
Jam masih menunjukkan pukul empat lewat tiga puluh lima menit. Itu artinya ia masih punya waktu kira-kira satu jam lewat tiga puluh menit untuk bersiap-siap.

Dirga akan kembali menjemputnya seperti saat kemoterapi dulu, dan hari ini mereka dengan terpaksa harus pergi sangat pagi takut penghuni rumah yang lain sadar, dan bertanya ini itu.

Chandra masih berdiri dengan hoodie hitamnya, tangannya berada disaku, sementara pandangannya masih fokus pada air yang turun diluar sana. Kini pikirannya dibawa melayang entah kemana, lebih tepatnya ia bingung akan situasi saat ini.

"Chan, lo sadar kan lo udah kayak orang linglung?"

"Lo banyak diam, dan kadang lo lupa perihal hal kecil." Tepat saat kalimatnya selesai, Chandra terkekeh pelan.

"Ini bukan lo, Chan. Kenapa rasanya lo banyak berubah."

Makin kesini Chandra paham, Alisya kemarin sudah berbicara padanya dengan sangat hati-hati bahwa ada kemungkinan-kemungkinan yang akan ia lalui selama masa kemoterapi ini. Tak, ia tak menyesal. Ini memang hal yang harus ia terima, dan lalui.

Ia merasa terlalu lelah untuk sekedar protes. Jika dirinya protes pun belum tentu ada hasilnya, kan? Menangis? Tidak, ia juga berpikir jika menangis pun penyakitnya tak akan bisa hilang. Ia hanya akan menangis jika tubuhnya sakit, itu juga sebagai penyalur rasa sakit yang ia rasakan. Karena ia tak mungkin teriak saat sakit itu datang.

Kepalanya menoleh kemudian melirik lagi ke arah jam, sudah jam lima rupanya. Tak terasa ia melamun selama tiga puluh menit. Dan satu jam lagi Dirga, dan Aura akan datang. Ia kemudian beralih menuju lemari, dirinya hanya perlu mengganti pakaian saja. Karena ia sudah mandi tepat pukul empat pagi.

Tok

Tok

Tok

Jantungnya tak bisa berdetak seperti biasa. Chandra tentu kaget, siapa yang mengetuk pintu sepagi ini. Yang ia tahu, Mamanya akan bangun sekitar pukul enam. Jeffan tak mungkin ke kamarnya.

CLEK

Chandra bisa bernafas lega, Jenan berdiri diambang pintu dengan senyum kecilnya yang terlihat benar-benar lucu bagi Chandra. Ia juga melihat Abangnya membawa nampan berisi sarapan yang ia yakini adalah untuknya.

"Bang? Kok bangun pagi banget?"

Jenan yang sedang menaruh nampan dimeja menoleh ke arah adiknya.
"Gak bisa tidur lagi, tadi sempat revisi bentar. Oh, ya gua bawa makanan. Sarapan dulu sebelum berangkat, ya?"

Chandra yang telah selesai dengan acara berpakaiannya mengangguk. Laki-laki dengan balutan kaos putih, dan celana panjang hitam itu berjalan ke arah meja kemudian menarik kursi untuk ia gunakan menopang tubuhnya.

Kini makanan sehat ia lihat dihadapannya. Benarkan ini sehat? Ada roti gandum, telur rebus, dan segelas susu. Bagi Chandra ini adalah sarapan yang sebenarnya enak, hanya saja nafsu makannya menghilang, dan membuat makanan dihadapannya tak terlihat menggoda sama sekali.

"Makan dikit. Saat berangkat juga butuh tenaga, gua juga kalo trip pasti sarapan dulu sebelum berangkat subuh-subuh."

Jenan bisa lihat, adiknya mulai membelah telur rebus, dan menyendok sedikit demi sedikit untuk ia makan. Dan rasa sesak itu kembali menjalar di dadanya. Ia tahu hari ini adalah jadwal adiknya kemoterapi. Ia tak tahu sakitnya seperti apa, tapi ia percaya Chandra akan kuat. Melihat adiknya sukses melewati kemoterapi kemarin.

FEELING BLUE (CHANDRA) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang