"Bagian tersulit dari sebuah penyesalan adalah saat diri sadar akan salah, sementara sosok yang ingin kita ajak berdamai justru mengikuti arah angin yang berbeda. Berkata bahwa penyesalan terberat adalah kehilangan, tapi penyesalan yang lebih kejam adalah saat ditinggal tanpa sepatah kata apapun."
.
.
.Seperti berlari ditempat. Ya, keadaan saat ini sama persis seperti kalimat itu. Sejauh apa dan sekuat apa berlari, bahkan sampai kehabisan nafas sekalipun, bahagia itu tak akan bisa didekap. Bicara perihal bahagia, sudah pasti akan bergantung pada takdir masing-masing manusia. Dan pada dasarnya kita hanya bisa berusaha, namun tak dapat mengubah takdir.
Perihal datang, dan pergi. Bukankah itu adalah hal yang pasti akan terjadi, dan sangat wajar? Memberi jeda, melepaskan genggaman, memberi space pada kehidupan selanjutnya,, menyimpan kenangan, dan diganti dengan doa terbaik.
Yang paling sulit adalah melapangkan dada. Berusaha menerima tanpa menyalahkan siapapun nyatanya tak seperti membalikkan telapak tangan. Berusaha ikhlas tanpa terpaksa, nyatanya mustahil.bJadi singkatnya, yang patah biarlah patah. Maka setelahnya akan diganti dengan yang lebih baik. Karena meminta patahan itu kembali ke bentuk semula tidak akan mungkin bisa. Jadi lebih baik menerima hal baik setelahnya, kan?
Bak disambar petir, Chandra mencoba menelaah ucapan sosok dihadapannya. Kepalanya masih berdenyut sakit, tubuhnya masih lemas, punggungnya masih terasa sakit. Begitu saja sudah membuatnya kesakitan, lalu sekarang apa lagi?
"Tadi Om bilang Alisya baik. Terus Ayah Yudi bilang enggak. Jadi yang benar siapa?" Tanyanya lagi.
"Nak... ruanganmu sudah siap. Kita ke ruanganmu, ya? Chandra gak boleh lama-lama disini..."
"Nanti... setelah Chandra memastikan sendiri bahwa gadis kecil Chandra baik-baik saja."
Sineera kembali menatap Dirga, dan Yudi bergantian. Dengan pelan Chandra bangun dari duduknya. Ia berjalan dengan sulit tanpa menggunakan bantuan kursi roda. Ia harus memastikannya sendiri. Rasanya percuma memaksa Dirga untuk bicara, karena pria itu memilih tetap diam sembari berjongkok pada kursi roda miliknya.
Netra Chandra menatap sosok wanita seumuran Mamanya tengah menangis dengan wajah tertutup tangan. Detik selanjutnya, Chandra memegang tangan Yudi, kepalanya kembali berdenyut membuatnya memejamkan mata. Menahan sensasi menggelenyar yang membuat sekujur tubuhnya ikut sakit.
"C-chandra..." Panggil Yudi.
Yang dipanggil hanya tersenyum sembari menggeleng. Berkata seolah baik-baik saja namun sayangnya tidak. Terus akan begitu entah sampai kapan.
"Hey? Sayang?" Panggil Chandra.
"Aku datang..." Lanjutnya.
Tangan besar Chandra mengelus pipi pucat itu pelan. Kini yang ia rasakan adalah dingin. Senyum kecut Chandra mulai terpatri, dan laki-laki itu masih berusaha berpikir positif.
"Maaf... aku yang minta Abang, dan Jemiel untuk bawa kamu pulang."
"T-tapi sekarang aku udah disini, disamping kamu, A-alisya."
TES
Satu tetes kristal itu sudah mulai jatuh.
"Kenapa bisa seperti ini, hmm? Dia apain kamu, Sya? Ayo coba bilang sama aku, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
FEELING BLUE (CHANDRA) ✔
Fiksi Penggemar"Kalau memang hadirku tidak membuat mereka bahagia, tolong gantikan posisiku sebentar, ya?" Start: 05 Desember 2021 End: 26 Maret 2022 author: sntsinlee 2021