63. Sebuah Akhir Dan Awal

4.2K 249 94
                                    

Nyatanya tak ada yang menjauh. Kita hanya kembali menjadi seharusnya. Seharusnya tak bersama. Semua sudah berjalan sesuai dengan porsinya. Memaksa juga tak akan bisa. Menangis? Memangnya menangis akan membuat diri bisa dengan cepat untuk ikhlas?

Benar, perihal rasa sakit itu hanya diri sendiri yang paham. Mau berujar sakit sampai kau menangis darah pun tak akan ada yang mengerti dengan betul. Jadi cukup simpan dalam hati, lepaskan saat kamu merasa sudah tak mampu lagi.

Masih bergelung dalam selimut bahkan tak keluar kamar sejak ia pulang dari pemakaman, Serina, gadis cantik itu masih tetap setia berdiam diatas ranjang miliknya. Netranya terus menatap jendela entah apa yang dilihat, bahkan Ilham selaku Ayahnya tak mengerti.

Hidup memang berjalan tak selalu sesuai dengan keinginan. Mungkin ada bagian dimana apa yang kita inginkan terjadi, tapi selebihnya akan berjalan sesuai dengan apa yang harus kita jalani. Let it flow. Tak ada yang harus dikejar, kan? Hanya perlu mengikuti arus tanpa mengelak.

Bahkan jika apa yang kamu ingin berubah dengan cara yang tidak kamu harapkan, jangan kehilangan kepercayaan yang kamu miliki. Sayangnya itu seakan tak berlaku bagi Serina. Gadis cantik ini masih menganggap semuanya bak mimpi. Mimpi yang seakan berhenti jika ia memaksakan dirinya untuk bangun.

Memejamkan mata, Serina kembali menangis untuk kesekian kalinya. Ia kehilangan sosok pelindungnya. Kehilangan sosok yang selalu memberi warna dalam ceritanya. Sosok yang mampu mengalihkan pikirannya bahwa orang seperti Jenan Seenadra justru memilihnya sebagai tunangannya. Ya, tunangan. Bahkan mereka sudah berjanji untuk mewujudkan impian mereka berdua untuk hidup bersama selamnya.

"Apa arti selamanya bagimu itu pergi selamanya, Jen?"

Serina menggeleng.
"Aku gak bisa. Hiksss... aku butuh kamu sayang."

Sama halnya dengan Chandra, Jenan juga sangat berarti baginya. Jika Chandra kehilangan dengan rasa yang teramat sakit, nyatanya Serina pun sama. Tak jauh beda. Yang membuatnya beda adalah Serina tak merasakan sakit ditubuh seperti Chandra yang harus menahan penyakitnya juga.

"Janji..."

"You make a promise to me."

"Kamu akan jadikan aku satu-satunya pemilik hatimu. Kamu bilang bahwa kamu gak akan bisa pergi tanpa aku. Lalu sekarang apa?"

"Kamu pergi tanpa aku, Jenan."

Sekelibat bayangan wajah Jenan terlintas. Bagaimana kekasihnya selalu berkata menyayanginya bak dirinya menyayangi Chandra. Tubuh gadis itu bergetar kembali, tanda bahwa tangisnya kembali pecah.

"Lalu arti kamu beri aku cincin ini apa?"

"Arti kamu berkata pada Ayahku bahwa kamu sanggup menjadi sosok pelindungku apa?"

"Kamu sama saja seperti pembohong, Jenan."

"You lie to me..."

Ikhlas tak seperti membalik telapak tangan. Diiringi doa pun rasanya sulit untuk bisa ikhlas tanpa terpaksa. Nyatanya saat kehilangan datang, tak akan ada yang bisa mudah lapang dada. Semuanya akan merasa sedikit terpaksa.

Serina menggeleng. Terus menggeleng membuat kepalanya berdenyut.

"A-aku gak akan bisa percaya siapapun setelah ini, Jen."

"Kakak bisa percaya Chandra, dan aku."

Serina menoleh ke sumber suara. Ia mendapati Jemiel tersenyum manis dihadapannya. Senyum itu tak sama seperti milik Jenan. Tapi jika semakin dilihat, Serina bisa merasakan ada sedikit kemiripan antara keduanya.

"Sudah dua hari berlalu. Dan Kakak masih menangis..."

"Tolong tinggalkan aku, Jem. I need time alone..."

FEELING BLUE (CHANDRA) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang