41. Aku Ada Disini

2.2K 261 68
                                    

"Jika kau butuh, aku ada disini. Tak kemana-mana, masih menunggumu seperti pintamu tempo hari."

▪︎ Alisya Cantika ▪︎

.
.
.

Sosok pria dengan setelan kemeja navy ini masih setia duduk pada sofa. Netranya terus menatap layar ponselnya berharap ada balasan dari sosok yang kemarin sempat beradu argument dengannya, siapa lagi jika bukan Jenan.

Tak menepis apapun, Jeffan sadar jika dirinya salah tak seharusnya membahas perihal itu pada Jemiel. Benar, Chandra adalah yang utama saat ini. Tapi maksudnya membicarakan sedikit pada Jemiel agar anak itu tak kaget. Namun Jenan datang, dan membawa perihal itu terlampau jauh.

Jeffan meletakkan ponselnya pada meja, pria itu menyugarkan rambutnya kebelakang kemudian mengusap wajahnya kasar. Lelah itu yang ia rasakan sekarang, tak ada yang mengerti akan dirinya. Betul, jika kita sudah terlihat salah, sekeras apapun mengatakan hal yang benar tak akan dengan mudah dipercaya, kan?

"Maaf... Papa minta maaf." Gumam Jeffan sembari menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Cairan bening itu semakin membasahi matanya, bahkan ia merasakan pipinya kini juga basah.

"Maafkan Papa, kalian bertiga pantas kecewa pada Papa."

Bahu lebar itu terus bergetar. Tak takut jika sewaktu-waktu pintu itu terbuka, dan ada yang melihatnya menangis.

"Hiksss... katakan. Papa harus apa agar kalian gak selalu menyalahkan Papa? Katakan apa yang harus Papa lakukan agar kalian bisa memaafkan Papa?"

Diambang pintu, Dirga menatap sahabat baiknya duduk dengan bahu bergetar. Dirga tahu pria dihadapannya itu hanya akan menangis saat beban itu memang tak hisa ia pikul lagi. Dirga memegang knop pintu dengan keras. Sebagai sahabat, untuk kesekian kalinya ia melihat Jeffan seperti ini. Karena ulahnya sendiri, karma itu kini bergelung pada hidupnya.

Sudah sewajarnya bukan Jeffan mendapat karma? Tapi mengapa kini bagi Dirga rasanya karma ini terlalu berat.

Dirga membawa langkahnya menuju ke arah Jeffan. Pelan tapi pasti, ia duduk disamping sahabatnya yang masih menutup wajah dengan tangan. Dari jarak dekat seperti ini, Dirga bisa dengan jelas mendengar tangisan pilu seorang Jeffan. Tangisan yang menggambarkan kepedihan seorang Jeffan.

"Jeff..."

Masih tak ada jawaban. Dirga memilih untuk menepuk punggung lebar itu berharap sahabatnya bisa tenang kembali.

"Sesakit sakitnya yang lo rasakan, gak akan sebanding dengan apa yang dirasakan anak-anak, Jeff."

"Berhenti menyalahkan diri." Lanjut Dirga.

"Gua ngerasa hidup gua hancur, Dir. Keluarga gua berantakan..."

"Saat lo merasa terluka seperti sekarang ini, jangan menganggap semuanya hancur, atau berakhir. Diluar sana banyak orang yang punya masalah lebih besar daripada ini."

Dirga kembali menepuk punggung itu.
"Berdiri, tegakkan kepala lo Jeff. Lo adalah kepala keluarga. Disamping itu ada gua, Sineera, dan Aura yang akan bantu lo. Kalo lo merasa masalah lo sama anak-anak belum bisa baik, percayalah mereka masih bergelung akan emosi dalam diri mereka. Nanti satu persatu akan mulai berdamai dengan keadaan."

Jeffan mengerti, hanya saja ia takut jika putra-putranya tak mau memaafkannya. Jenan, begitu keras dan akan selalu menyalahkannya. Chandra, selalu berkata tak apa nyatanya dia yang paling terluka. Jemiel, sosok yang ikut bersalah padahal anak itu tak melakukan kesalahan.

Pria tiga anak itu meremat rambutnya kuat, keteledorannya, keegoisannya, bahkan ketidakpekaannya membawa ia terjerumus dalam masalah seperti ini. Munafik jika ia bilang ia kuat, nyatanya ia ingin menyerah sekarang juga.

FEELING BLUE (CHANDRA) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang