47. Berangkat Untuk Sembuh

1.9K 224 60
                                    

Mobil mewah milik Dirga membelah jalanan yang cukup ramai pagi ini. Disampingnya sudah ada istrinya yang tengah hamil sedang bersandar pada kursi. Ingin rasanya meminta Aura untuk tak ikut, mengingat kandungan wanita itu yang masih sangat riskan. Tapi Aura tetaplah Aura rengekan wanita hamil muda itu membuat Dirga terbuai, dan terpaksa mengijinkannya untuk ikut pergi bersamanya.

"Pak Dirga? Ini jadinya ke Rumah Sakit dulu ya baru ke bandara?"

Dirga yang awalnya tengah melirik sisi kirinya kini menatap supirnya yang bertanya.
"Iya. Saya mau ketemu Dokternya Chandra dulu."

"Kenapa Johan gak kamu suruh ke Bandara aja?"

Dirga kembali menoleh ke arah kirinya. Tangannya terulur mengelus perut istrinya yang kini sudah mulai terlihat membuncit.
"Kasihan, sayang. Lagi pula kita yang perlu, kan?"

"Terus Alisya gimana?"

"Alisya berangkat sama Jemiel." Jawab Dirga.

"Kenapa Jemiel jadi antar jemput Alisya? No, I don't suspect anything. Cuma aku ngerasa aneh aja."

Dirga tersenyum kecil setelah mendengar jawaban istrinya.
"Kamu tahu ruang gerak Chandra terbatas? Jemiel itu cuma mau bantu mereka, Ra."

"Emangnya Chandra pacaran sama Alisya?"

Dirga mengedikkan bahunya, dan justru mengecup pipi istrinya yang kini tengah menatapnya sinis.
"Aku tanya, ngapain kamu cium-cium?"

"Emang salah cium istri sendiri? Kamu belum aja liat Chandra pelukan sama Alisya tepat dihadapanku."

Aura menghela nafas kasar. Nyatanya suaminya masih seperti dulu, sedikit menyebalkan.
"Kalau bukan karena kamu suamiku, udah aku tendang kamu keluar."

"Kamu mau bayi kita gak punya Papa?"

"Bisa cari lagi nanti."

Kini Dirga yang menghela nafas. Benar kata Johan, Ibu hamil memang sedikit sensitif.
"Nanti saat disingapore, kamu gak boleh sering-sering ke Rumah Sakit, ya?"

Tangan Dirga mengelus kembali perut Aura pelan.
"Aku gak menghalangi kamu buat nemenin Chandra, dan Jenan, tapi aku juga mau kamu peduli dengan kesehatanmu, dan bayi kita."

"Kamu udah janji buat ijinin aku tiap hari..."

"Ralat. Aku tarik ucapanku tempo hari. Ini juga atas permintaan Jeffan, dan Sineera." Jawab Dirga cepat bahkan Aura belum menyelesaikan kalimatnya.

"Mereka peduli sama kita, maka dari itu mereka minta kamu sesekali saja ke Rumah Sakit. Nanti disana juga ada pacarnya Jenan."

Aura justru meremat dress yang ia kenakan. Ada rasa tak suka yang menguasainya, tapi ucapan Dirga benar. Ia tak bisa egois karena kini ia membawa satu nyawa dalam perutnya. Namun Chandra? Ia tak bisa untuk tak menemani sosok yang ia sudah anggap anak itu. Belakangan ini saja ia sudah jarang bisa bertemu Chandra, dan kali ini ia akan dibatasi juga?

"Sineera... dia beruntung." Ujar Aura.

Wanita itu menatap luar jendela sembari tersenyum kecut. Jika saja anaknya dulu tumbuh diperutnya dengan baik, mungkin usianya akan sebaya dengan Chandra.

"Aku masih sedikit kesal, tapi aku sadar kalau aku marah pun yang ada semakin rumit."

"Chandra... dia anak yang baik, Dirga. Sangat baik. Jika aku berada diposisinya, mungkin aku lebih memilih untuk pasrah aja. Karena sekeras apa aku berjuang, dan mendambakan kebahagiaan yang aku impikan, nyatanya ekspektasi itu justru membunuhku perlahan."

Dirga hanya mendengar semua ucapan Aura tanpa niat menjeda.

"Tiap aku dengar Jenan mengatakan kalau dia usai berkelahi dengan Jeffan, Sineera, atau Jemiel, disana aku merasa keluarga itu seperti dipaksa untuk memilih, Dirga."

FEELING BLUE (CHANDRA) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang