Satu minggu telah berlalu. Seorang gadis tidak pernah melewati sehari pun tanpa mengecek seseorang yang masih terbaring lemah diatas ranjang. Entah itu untuk mengobati lukanya ataupun hanya sekedar mengecek orang itu masih hidup atau tidak.
"Sudah satu minggu kau berbaring, apa kau tidak lelah John?" Jennie membuka balutan kain yang menutupi luka Johnny, lalu memeriksanya. "Luka mu juga sudah tertutup, meski beberapa masih dalam tahap pemulihan" Jennie masih berbicara, walau dia yakin tidak akan ada balasan dari lawan bicaranya.
"Putri Jennie"
Jennie yang hendak pergi, langsung membalikkan tubuhnya. "Jangan terlentang! Luka mu masih ada yang basah! Duduk saja!" Jennie yang melihat Johnny akan membalikkan tubuhnya dari menyamping ke terlentang pun seketika langsung menghentikannya.
Ia membantu pria itu untuk duduk. "Jika kau tidak kuat, lebih baik tidur menyamping saja John!" Ucap Jennie, yang melihat Johnny meringis disela bangkitnya.
Johnny menggeleng. "Saya sudah merasa lebih baik Putri"
"Kau baru saja sadar, dan tolong jangan panggil aku... putri, panggil aku seperti yang lainnya memanggilku saja" Pinta Jennie.
Johnny menggeleng. "Anda seorang Putri, sudah sepantasnya anda dipanggil Putri bukan?"
"Aku bukan seorang Putri lagi John!" Tekan Jennie.
"Bagi saya anda tetap seorang Putri." Kukuh Johnny
Johnny menghela nafas. "Apa anda tidak ada keinginan untuk merebut kembali istana ini, Putri? Anda mempunyai banyak peluang untuk mengambil istana ini kembali! Ini adalah hak anda sebagai pewaris yang tersisa, seharusnya anda yang memimpin kerajaan ini! Bukan mereka!" Lanjutnya
"Atas semua yang mereka lakukan, bahkan hukuman mati pun--"
"Mereka tidak salah John!" Jennie menyela, pandangannya lurus kearah dinding.
"Maksud anda Putri? Bukankah Mereka yang telah menyerang, lalu menghancurkan pesta pengangkatan Pangeran Mahkota, mengambil istana ini, dan membunuh Pangeran, Raja serta Ratu, sampai saat ini aku masih tidak mengerti, bagaimana bisa mereka masuk!?" Johnny merasa sangat marah jika mengingat nya kembali.
"Semuanya salah ku!"
Johnny langsung menatap kearah Jennie dengan bingung.
Jennie menatap lurus kearah mata Johnny. "Aku yang sudah membuka gerbang utama. Aku yang telah mengganti air suci yang akan dijadikan lingkaran benteng dengan air biasa, dan aku juga yang membiarkan mereka masuk"
"Putri..?" Johnny masih tidak paham dengan yang dikatakan Jennie.
"Semua itu aku lakukan karena aku tidak rela jika Mingyu yang menjadi pewaris tahta, sedangkan aku adalah kakaknya, aku anak pertama, kenapa bukan aku!?" Jennie menghela nafas.
"Jika saja aku tidak membenci Mingyu karena eomma dan appa lebih memilihnya sebagai pewaris tahta dari pada aku, mungkin semuanya tidak akan terjadi! Harusnya saat itu aku sadar jika Mingyu memang lebih dewasa dari pada aku, dan dia memang pantas mendapatkannya, karena nyatanya dia masih bisa baik kepada ku, walau aku sering menyakitinya! Bahkan dia sempat menawarkan untuk mengganti posisinya sebagai pewaris tahta dengan ku. Namun aku malah menganggapnya sebuah ejekan, dan semakin membencinya, hingga aku berpikiran untuk menyelakainya sehari sebelum pengangkatannya!"
"Bukanya balik membenci ku, dia malah masih menganggap ku sebagai kakaknya, dan bahkan dia merelakan nyawanya untuk melindungi ku, orang yang ingin membunuhnya!" lanjutnya, Jennie tidak sadar jika sebutir air mata telah lolos dari sudut matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Devils | Taesoo [End]
Fanfiction[ Tahap Revisi ] "You're ours now baby!" Deg! Dimiliki oleh tiga iblis bukanlah keinginan seorang Kim Jisoo, kehidupan yang normal lah yang ia dambakan. Tapi yang ia dapatkan adalah hidupnya yang diputar 180° dalam waktu semalam. Oke! Bis...