Bab 3

1.1K 71 0
                                    

Lebih baik kehilangan uang, karena uang bisa dicari. Daripada harus kehilangan sosok pahlawan dalam keluarga
~Lailatul Izzah~
___________________________________

Pagi pun tiba, matahari bersinar dengan cerah. Seorang wanita berusia 18 tahun ini, sedang membantu Ibunya di dapur untuk menyiapkan sarapan pagi. Ya, siapa lagi kalau bukan Laila. Wanita yang selalu menyayangi dan selalu berbakti kepada kedua orang tuanya, bahkan setiap harinya Laila hanya disibukkan oleh pekerjaan rumah dan harus mencari pekerjaan untuk bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Yang paling penting bagi Laila, ia bisa juga mengumpulkan uang untuk bisa melanjutkan kuliahnya.

“Laila, panggil adikmu untuk keluar? bukannya dia sekolah sekarang?” Ibu Sulis pun menyuruh Laila untuk memanggilkan Ayla yang masih berada dikamar. Laila pun mengangguk lalu melangkahkan kakinya menuju kamar sang adiknya.

TOK ... TOK ... TOK ...

Laila mengetuk pintu kamar Ayla dengan pelan, tapi sang pemilik kamar ini tidak kunjung datang juga. Karena penasaran, Laila pun memutuskan untuk mencoba membukanya dan berhasil, ternyata pintu kamar Ayla tidak dikunci. Mungkin karena tadi malam, pikirnya Laila.

“Ay, bangun. Ini sudah siang, apa kamu tidak berangkat?” sambil menepuk lengan Ayla dengan pelan.

“Iya, ini juga sudah bangun! sana-sana keluar!” jawabnya dengan nada sedikit tinggi.

Ayla pun segera mengambil handuk dan langsung memasuki kamar mandi. Laila pun hanya bisa beristighfar dalam hati agar ia tidak emosi karena melihat tingkah laku adiknya ini. Ia pun segera keluar dari kamar Ayla dan melangkah menuju meja makan untuk sarapan bersama.

Setelah beberapa menit, Ayla sudah berdiri dengan memakai seragam abu-abu putih itu dan tepat di samping Laila yang tengah menyantap sarapannya.

“Pak, minta uang dong!” ujar Ayla sambil menyodorkan tangannya.

“Ay, kamu sudah shalat shubuh belum?” tanya Laila penasaran.

Ayla pun membulatkan matanya dengan malas, “Udah deh kak, bisa gak sih jangan mulai duluan!!” bentak Ayla.

“Kakak bukan mulai duluan, tapi ini cuman mengingatkan kamu agar tidak selalu meninggalkan shalat,” nasihat Laila kepada Ayla.

“Iya nak, kesiangan bukan menjadi asalan untuk tidak melaksanakan shalat. Kamu bisa melakukannya dengan cara mengqodhonya,” sambung Ibu Sulis.

Ayla pun mendengus kesal karena setiap harinya ia selalu mendapatkan ceramah gratis baik dari Laila ataupun kedua orang tuanya itu.

“Udah deh Bu, jangan ikut-ikutan Kak Laila. Pak, mana uangnya!!” bentak Ayla kepada Pak Roni.

“CUKUP AY! kamu itu sudah keterlaluan!” Laila pun sudah mulai meluapkan semua emosinya karena sudah tidak sabar dengan perlakuan adiknya.

“Istighfar nak,” ucap Ibu Sulis sambil mengusap pundaknya. Kemudian Laila pun langsung beristighfar sambil menundukkan kepala dan memejamkan matanya agar lebih tenang.

Pak Roni pun mengeluarkan uang 10k dari kantung bajunya, lalu memberikannya kepada Ayla.

“Kok cuman segini sih Pak? kurang Pak!” ucapnya tidak terima.

Pak Roni pun menghela nafas panjang, “Segitu cukup Ay.” jelas Pak Roni.

“BAPAK EMANG PELIT SAMA AKU!!” bentak Ayla lalu melangkah pergi begitu saja. Tanpa pamit tanpa salam, itulah kebiasaan Ayla.

“Ayla, kamu--” Pak Roni pun menjeda ucapannya.

“Arghh!!”

Tiba-tiba Pak Roni memegang dadanya yang merasa sakitnya yang luar biasa. Laila dan Ibu Sulis pun begitu panik saat melihat Pak Roni yang sudah terjatuh ke lantai.

Cinta Sang Dokter {END}/ Proses RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang