Bab 14

728 49 0
                                    

Menjauh darimu adalah cara terbaik untuk mencintaimu. Karena aku lebih memilih menjauh untuk menjaga.
~Lailatul Izzah~
____________________________________

Beberapa minggu setelah kejadian itu, Laila memutuskan untuk sedikit menjauh dari Irsyad. Entah mengapa hatinya tidak selalu ingin jauh darinya. Sesekali Irsyad menanyakan perihal mengapa Laila menjauh dari dirinya, tapi gadis itu hanya diam tak menjawab.

Seperti biasa, Laila yang baru saja keluar dari kelasnya. Dengan tiba-tiba saja, perutnya mendadak sakit. Gadis itu baru mengingat, kalau dirinya belum makan dari siang. Apalagi nanti setelah ini harus kerja di tempat Irsyad. Bisa-bisa nanti ia melupakan kesehatannya. Akhirnya, Laila memutuskan untuk pergi ke kantin dulu.

“Laila,” panggil salah seorang mahasiswi bernama Naura.

Dia adalah Naura Asyifa. Teman dari Laila. Ia dikenal dengan gadis yang sangat ramah terhadap siapapun. Berkulit putih, cantik seperti akhlaknya, dan tidak lupa mempunyai 2 lesung di pipinya. Naura sosok mahasiswi yang sangat pintar, bisa dibilang dia adalah gadis yang sangat sempurna. Tapi, satu kekurangan Naura, yaitu ia takut dan tidak pernah dekat dengan laki-laki. Karena ia mempunyai trauma saat cintanya itu disia-siakan oleh sang kekasihnya. Jadi, sampai saat ini, Naura lebih memilih sendiri. Karena baginya, sendiri dalam ketaatan itu lebih baik daripada berdua dalam kemaksiatan.

“Eh, Naura, ada apa?” tanya Laila pada gadis berlesung itu.

“Mau ke mana?” Naura bertanya balik.

“Ke kantin, mau ikut?” tanya Laila. Gadis itu mengangguk mengiyakan, kemudian langsung menggandeng tangan Laila.

“Ayo,” ajak Naura.

Kedua gadis itu akhirnya menuju kantin bersama. Naura merasa nyaman mempunyai teman seperti Laila. Karena, dari Laila ... ia bisa belajar bahwa kita sebagai seorang wanita itu tidak boleh terlalu mengejar ataupun mengharapkan cinta dari seorang lelaki. Naura yang tadinya selalu berpacaran, semenjak berteman dengan Laila ... ia sadar jika itu dilarang oleh agama. Dan pada akhirnya, Allah menegurnya dengan memberikan rasa kecewa.

Setelah sampai di kantin, kedua gadis itu mendudukkan dirinya masing-masing. Naura memesan menu makanan yang sama dengan Laila.

“La, kamu pernah suka sama seseorang gak sih?” tanya Naura memecahkan keheningan.

Laila yang sedari tadi menatap ponselnya, langsung mendongakkan wajahnya. Ia menatap heran ke arah Naura, mengapa tiba-tiba membicarakan seperti itu?

“Pernah, kok. Kenapa?” tanya Laila sembari mematikan ponselnya.

“Kenapa ya, setiap kita mencintai seseorang pasti ujung-ujungnya dapat kecewa?” Raut wajah gadis berlesung itu kini berubah menjadi murung.

Laila pun tersenyum saat mendengar pertanyaan dari Naura. “Gini, ya, Ra. Allah SWT tidak melarang kita untuk mencintai seorang hamba-Nya. Tapi, perlu di ingat ... kita juga tidak boleh mencintai seorang manusia melebihi rasa cinta kita kepada Allah dan juga Rasul-Nya. Mungkin saja, Allah memberikanmu rasa kecewa karena Allah itu cemburu. Kamu lebih mencintai ciptaan-Nya dibandingkan dengan penciptanya. Jadi, lebih baik kamu menjadi Zulaikha yang mengejar cintanya Allah agar bisa mendapatkan Nabi Yusuf. Doa kan dia, di sepertiga malam juga.” Laila menjelaskan jawaban dari pertanyaan Naura.

“Oh, ya, satu lagi ... jangan terlalu berharap. Lebih baik, sedikit menjauh dari orang yang kamu sukai. Supaya apa? Supaya gak terlalu memikirkan dia terus, fokus sama masa depan dulu.” Laila pun terkekeh pelan saat melihat raut wajah Naura menjadi cemberut.

“Tapi, susah, La.” Naura merengek.

“InsyaAllah, bisa. Semangat untuk hijrah, menuju lebih baik lagi.” Laila menyematkan Naura agar gadis berlesung itu, benar-benar berhijrah dan tidak terlalu berharap kepada manusia. Tapi, Laila sendiri terkadang masih terlalu berharap kepada manusia, dan akhirnya ia pun mendapatkan rasa kecewa.

Astaghfirullah,’ batin Laila.

Setelah makanan yang di pesan oleh Naura tadi, sudah datang ...  mereka pun segera makan. Tak membutuhkan waktu lama, akhirnya kedua gadis itu selesai juga. Saat Laila ingin mengeluarkan uang untuk membayarnya, tiba-tiba saja Naura mencegahnya.

“Tidak usah, biar saya aja.” Naura pun segera membayar makanan tadi. Setelah selesai membayar, gadis berlesung itu kembali mendudukkan dirinya.

“Terimakasih, ya, Ra. Jadi, gak enak sama kamu,” ujar Laila.

Naura menganggukkan kepalanya sembari mengukirkan senyumannya. “Iya, sama-sama. Terimakasih juga sudah mau mendengar curhatanku.”

Laila membalasnya dengan senyuman. Kemudian, gadis itu segera pamit kepada Naura. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB,  dengan segera Laila mempercepat langkahnya. Karena bisa-bisa ia terlambat masuk kerjanya.

Sampai di sana, Laila segera meminta maaf kepada Ibunya Irsyad atas keterlambatannya. Tapi, beruntung Ibunya Irsyad tidak memarahinya. Karena mungkin tau bahwa Laila akhir-akhir ini sedang sibuk. Gadis itu merasa bersyukur mempunyai bos yang sangat baik hati.

Matahari sudah mulai sedikit terbenam. Sebentar lagi restauran akan segera di tutup. Kini, Laila sedang membereskan semuanya sambil bersiap-siap untuk pulang.

“La, saya pamit pulang duluan," ucap rekan kerjanya. “Ibu, saya pamit pulang. Assalamualaikum,” tuturnya kepada Rani.

“Waalaikumsalam,” balas Laila dan Rani secara bersamaan.

“La,” panggil Rani.

Laila yang masih membereskan barang-barangnya pun menoleh. “Ada apa, Bu? Ada yang bisa Laila bantu?” tanya Laila sergap.

Rani menggelengkan kepalanya. “Pulanglah, pasti kamu capek. Ibu lihat wajahmu pucat sekali.”

Memang benar, semenjak pagi hari Laila tidak makan ... gadis itu merasa tidak enak badan. Apalagi jika sudah telat makan, pasti penyakit maag nya kambuh.

“Baik, Bu. Kalau gitu, Laila pamit. Assalamualaikum,” ucapnya lalu mencium tangan Rani.

“Waalaikumsalam.”

Berjalan pulang seorang diri, dengan langkah sedikit lemas. Gadis itu, pulang dengan berjalan kaki karena ia ingin menghemat uangnya untuk membeli buku kuliahnya. Tiba-tiba saja, sebuah mobil berhenti tepat di samping Laila. Tapi, gadis itu tidak mempedulikannya. Ia terus saja melangkahkan kakinya ke depan. Sampai-sampai ada suara memanggil namanya.

“Izzah! Tunggu!” teriak seorang lelaki itu. Lelaki itu akhirnya berlari mengejar Laila. Tapi, gadis itu tidak merespon karena ia tau siapa lelaki itu.

“Zah, tunggu. Kamu kenapa selalu menghindariku?” tanya seorang lelaki itu adalah Irsyad.

“Saya tidak menghindar, Pak. Hanya saja  ... saya sedikit menjauh.” Laila mengatakan hal tersebut, membuat Irsyad terdiam.

“Ya, tapi kenapa?” Irsyad bertanya kembali.

“Lebih baik, Pak Irsyad gak usah temui saya. Karena saya tahu, Pak Irsyad ingin menikah dengan Karin. Jadi, tolong jangan membuat Karin kecewa.”

“Karin itu sepupu saya, Pak. Jadi, Pak Irsyad jangan membuatnya kecewa. Karena saya tahu gimana rasanya dikecewakan oleh seseorang yang kita cintai. Karin itu, sangat mencintai Bapak. Dan saya juga tau, gimana rasanya jika orang yang kita cintai dekat dengan wanita lain. Jadi, jika memanggil saya itu untuk hal penting saja, ya, Pak.” Laila pun kemudian membalikkan badannya membelakangi Irsyad. Gadis itu kemudian berlari kecil meninggalkan Irsyad yang masih terdiam.

‘Jadi, itu yang membuatmu menjauh dariku. Apa kamu mencintai saya, Zah? Sampai-sampai, kamu sedikit menjauh dariku, dan apa ada rasa cemburu di hatimu? Jujur ... saya juga tidak mau seperti ini,” batin Irsyad sembari menatap kepergian Laila.

Lelaki itu kemudian membalikkan badannya, dan melangkahkan kakinya menuju mobil kembali.

-

-

-

-

Bersambung...

Cinta Sang Dokter {END}/ Proses RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang