Bab 6

930 53 0
                                    

Namamu, wajahmu, selalu terbayang-bayang di dalam pikiranku. Jangan sampai rasa ini selalu mengganggu pikiranku, dan kemudian menjadi zina.
~Muhammad Irsyad Al-Fatih~
__________________________________

Menikmati embusan angin pagi, membuat suasana menjadi lebih tenang. Semalaman, ia terus saja memikirkan ucapan kedua orang tuanya itu. Ya, dia Irsyad. Kini, ia berada di halaman rumahnya untuk sejenak menghilangkan beban pikirannya. Saat ia sedang asyik melihat tanaman, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Dengan segera ia mengambilnya dari saku celananya.

“[ ... ]”

“[Waalaikumsalam]”

“[ ... ]”

“[Baik, saya akan ke sana sekarang]”

“[ ... ]”

“[Waalaikumsalam]”

Setelah percakapan singkat lewat telepon, Irsyad pun bergegas masuk ke rumahnya. Ia pun segera masuk kamar lalu mengambil jas berwarna putihnya.

“Kamu mau ke mana, Syad?” tanya Bunda Maria saat melihat Irsyad yang tengah terburu-buru.

Irsyad pun menoleh kearah Bunda Rani, “Irsyad mau ke rumah sakit, Bun. Tadi ada panggilan.”

“Hati-hati, ya. Ingat! Kalau lagi nyetir mobil harus fokus jangan melamun,” tutur Bunda Maria kepada sang anaknya. Irsyad hanya mengangguk sebagai jawabannya. Kemudian ia bergegas pamit kepada sang Ibunya dengan mencium tangannya.

“Kalau gitu, Irsyad pamit. Assalamu'alaikum,” ujar Irsyad sembari melangkah pergi keluar rumah.

“Waalaikumsalam,” balas Bunda Maria yang kemudian melangkah pergi menuju kamarnya.

Irsyad langsung membuka pintu mobil. Kemudian menjalankan mesin mobilnya dengan kecepatan sedang. Pikirannya yang tiba-tiba terlintas seorang gadis kemarin ia temui. Senyumannya yang membuatnya jatuh hati. Tapi, yang buat Irsyad kagum kepada Laila itu adalah akhlaknya kepada orang tuanya.

“Aaa....” Suara teriakan seorang wanita membuat Irsyad tersadar.

Bruk!

“Astaghfirullah,” lirih Irsyad. Napasnya pun sudah tidak beraturan karena ia tidak sengaja telah menabrak seseorang. Dengan segera, Irsyad melepas pengamannya kemudian langsung turun menemui seseorang yang ia tabrak tadi.

“Mbak, maaf. Tadi saya tidak sengaja,” ucap Irsyad merasa bersalah.

Seorang wanita yang merupakan mahasiswi dari sebuah kampus itu masih duduk sambil merintis kesakitan itu pun langsung menoleh ke arah Irsyad.

‘Ganteng juga nih cowok. Ah, aku punya ide,’ batin seorang wanita itu sembari tersenyum tipis. Ia seperti terpesona oleh ketampanan yang dimiliki Irsyad. Tapi, Irsyad yang menyadari jika wanita itu melihatnya langsung menoleh ke arah lain.

“Aduh, Mas ... kalau bawa mobil itu yang benar dong! Kalau kaki saya kenapa-napa gimana?” ujar seorang wanita itu sambil pura-pura merintis kesakitan.

“Iya, Mbak. Saya minta maaf, karena ketidakfokusan saya mengakibatkan korban,” jelas Irsyad dengan menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

“Ya harusnya Mas tanggung--” Belum sempat wanita itu menjawab, Irsyad sudah dulu mengatakannya.

“Tanggung jawab. Ya, saya akan tanggung jawab.” Irsyad pun mengeluarkan sebuah kartu dari sakunya lalu memberikannya kepada wanita itu.

“Apa ini?”

“Kartu nama saya. Mbak bisa menghubungi nomor itu jika kakinya kenapa-napa.” Irsyad menjelaskan semuanya. Matanya beralih ke jam yang ia gunakan.

Cinta Sang Dokter {END}/ Proses RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang