Bab 7

912 53 0
                                    

Bersyukur atas segala nikmat yang Allah SWT berikan, membuat hidup kita akan senantiasa bahagia.
~Lailatul Izzah~
__________________________________

Menikmati embusan angin di pagi hari, membuat suasana begitu tenang. Cahaya mentari yang masuk melewati celah-celah jendela kamar. Kini, Laila sedang mempersiapkan diri untuk pergi mencari pekerjaan. Mengingat Bapaknya yang sudah tidak bisa berjalan, membuat Laila berinisiatif untuk membantu sang Ibunya.

Setelah selesai bersiap-siap, Laila pun keluar dari kamar. Melangkahkan kakinya menuju dapur untuk membantu sang Ibunya.

“Bu, biar Laila bantu, ya? tawar Laila sembari mengambil alat penggorengan dari tangan Ibu Sulis.

“Loh, La. Kamu mau ke mana? Kok tumben sudah rapi?” tanya Ibu Sulis sedikit bingung.

Laila menoleh dan langsung tersenyum. “Laila mau cari pekerjaan, Bu?” ujar Laila. “Do'ain Laila, supaya bisa dapat kerjaan.” Laila pun menatap Ibu Sulis, kemudian langsung mencium tangannya.

Senyuman pun terukir dari bibir Ibu Sulis. Merasa bersyukur karena bisa memiliki anak yang shalihah dan mau membantu kedua orang tuanya. Ibu Sulis pun tidak pernah berhenti untuk mendo'akan Ayla agar ia segera diberi hidayah oleh Allah SWT.

“Bu, kenapa? Kok senyum-senyum?” tanya Laila.

Ibu Sulis hanya menggelengkan kepalanya. “Tidak papa, La. Oh, ya, kamu bantu Bapak keluar untuk makan. Biar ini Ibu yang lanjutkan.” Sambil mengambil alat penggorengan dari tangan Laila. Gadis itu hanya mengangguk, lalu bergegas menuju kamar sang Bapaknya.

Tok... Tok... Tok...

Laila mengetuk pelan pintu kamar Pak Roni. Kemudian, gadis itu masuk ke kamar dan melihat Pak Roni yang masih terbaring di atas kasurnya. Perlahan-lahan ia pun duduk di tepi kasur, setelah itu membangunkan Pak Roni dengan perlahan.

“Pak, bangun, yuk? Makan dulu,” ajak Laila sambil menggoyangkan tangannya secara perlahan. Kemudian, mata Pak Roni pun sedikit demi sedikit terbuka. Laila yang melihatnya langsung tersenyum dan begitu juga Pak Roni.

Gadis cantik itu membantu sang Bapaknya untuk bangun. Pak Roni bersandar terlebih dahulu, kemudian Laila dengan segera mengambil kursi rodanya. Membantunya dengan hati-hati, agar tidak terjatuh. Dan akhirnya, Pak Roni pun duduk dengan nyaman di kursi roda tesebut.

Gadis itu mendorong sang Bapaknya untuk keluar dari kamar. Kemudian, melangkah menuju dapur untuk makan.

“Sini, biar Ibu aja, La. Oh, ya, kamu siapkan piring dan lauk yang sudah jadi,” perintah Ibu Sulis. Gadis itu hanya mengangguk sembari tersenyum.

Setelah itu, semua makanan pun siap. Keluarga kecil itu, sedang menyantap makanan yang menurut orang lain ... itu adalah makanan murahan. Tapi, tidak dengan keluarga Laila. Mereka bersyukur atas nikmat Allah yang telah diberikan.

Coba bayangkan orang di luaran sana, yang membutuhkan makanan. Sedangkan, kita diberikan makanan walaupun hanya lauk yang sederhana. Jadi, cobalah untuk tetap bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT.

“Kak Laila, gue minta uang dong?” ujar Ayla yang tiba-tiba datang dan langsung meminta uang. Gadis yang usianya 2 tahun lebih muda dari Laila itu, meminta tanpa adanya rasa malu.

Laila pun menggelengkan kepalanya. “Gak ada.”

Ayla tampak mendengus kesal saat mendengar jawaban sang Kakaknya yang begitu singkat. “Pelit banget, ya. Katanya mau bantu menafkahi keluarga. Tapi, giliran gue minta uang, gak ada.”

Laila menghela napas panjang. Gadis itu tidak mau mengeluarkan emosinya, apalagi di depan orang tua. Ayla yang sedari tadi menatap Laila dengan rasa tidak suka.

“Bukan gitu, Ay. Tapi, Kakak belum cari kerjaan. Ini kan hari Minggu, emangnya kamu mau ke mana?” tanya Laila sambil tersenyum.

Pertanyaan yang paling tidak disukai oleh Ayla. Ia adalah gadis yang sangat tidak suka dengan orang yang selalu kepo dengan hidupnya. Ayla pun memutar bola matanya dengan malas. Kemudian, gadis itu membalikkan badannya dan melangkahkan kakinya keluar tanpa sepatah kata apapun.

Laila dan kedua orang tuanya hanya bisa beristighfar dan berharap Ayla bisa berubah. Setelah makan, Laila pun segera pamit untuk mencari pekerjaan dan tidak lupa ia selalu meminta do'a kepada kedua orang tuanya. Karena ridhonya Allah tergantung ridhonya kedua orang tua.

                                     ***

Keringat terus menetes membasahi wajah cantik, Laila. Gadis itu sudah berkeliling mencari pekerjaan, tapi belum dapat juga. Gadis itu memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu disebuah taman. Sambil mengambil minum yang ada di dalam tasnya. Lalu meminumnya dengan perlahan.

‘Ya Allah ... aku harus mencari ke mana lagi? Sudah hampir satu jam aku mencari, tapi tak ada lowongan pekerjaan. Mudahkanlah segala urusanku,’ batin Laila sembari mengelap keringatnya.

Pandangannya pun tertuju pada seorang wanita dengan 2 orang temannya. Wanita yang tidak asing bagi Laila. Ya, saat wanita itu semakin mendekat ke arah Laila ... ternyata wanita itu adalah Karin Mardila.

Karin ini adalah saudara sepupu dari Laila. Dulu, mereka itu sangat dekat layaknya keluarga. Tapi, semenjak Laila selalu menjadi juara kelas, Karin mulai membencinya. Ya, sejak saat itu hubungan keluarga antara keduanya jadi sedikit renggang. Ditambah lagi, orang tua Karin membenci kedua orang tua Laila. Karena Ibu Rara--Ibu dari Karin berpikir dan menuduh semua harta warisan peninggalan Ibunya itu diambil semua oleh Ibu Sulis. Padahal itu semua hanya kesalahpahaman.

“Eh, ada Laila.” Karin menyapa saat ia sudah berada di hadapan Laila.

Laila yang menyadari ada Karin, hanya diam. Ia tidak mau membuat masalah lagi sama Karin. Padahal Laila sangat ingin sekali hubungan keluarganya itu tidak renggang.

“Lagi apa, La?” tanya teman Karin bernama Tia.

“Ini, aku habis cari pekerjaan. Tapi, belum dapat juga,” balas Laila.

Ketiga wanita itu saling melempar pandangan. Kemudian, beberapa detik tertawa bersamaan.

“Makanya, kalau punya cita-cita itu jangan terlalu tinggi. Entar jatuh, malah sakit!” ketus Karin sembari tersenyum miring.

“Tidak ada yang tidak mungkin, jika Allah sudah berkehendak. Tapi, jika Allah mentakdirkan aku tidak kuliah, aku akan ikhlas dan tetap bersyukur.” Laila pun membalas ucapan dari Karin.

“Gak usah ceramah deh,” celetuk Tia.

‘Astaghfirullah hal adzim,’ batin Laila. Tanpa ia sadari, setetes air mata keluar dan turun membasahi pipinya. Dengan segera, ia menghapus air mata itu.

“Ck, gitu aja nangis,” ucap wanita bernama Yana dengan senyuman miringnya.

Laila dan kedua wanita itu memanglah saling mengenal. Karena pada waktu masa putih abu-abu, mereka itu bersahabat. Tapi, semenjak renggangnya hubungan keluarga antara Laila dan Karin, membuat kedua wanita itu memilih bersahabat dengan Karin.

“InsyaAllah, suatu saat nanti ... aku bisa mencapai cita-citaku menjadi Dokter.” Setelah mengucapkan itu, Laila pun akhirnya pergi meninggalkan mereka. Jika terus berlama bersama mereka, sakit hati lah yang akan Laila dapatkan. Ketiga wanita itu hanya terdiam sambil menatap kepergian Laila.

Laila juga selalu ingat dengan arti surat dalam Al-Quran. Karena sesungguhnya Allah SWT beserta orang-orang yang sabar. Jadi, jangan pernah berputus asa, tetap bersyukur atas segala sesuatu yang telah Allah berikan.

-

-

-

-

Bersambung...

Cinta Sang Dokter {END}/ Proses RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang