Bab 12

768 48 0
                                    

Walau baru pertama bertemu, kumerasakan sesuatu yang berbeda saat di dekatmu. Apakah ini yang namanya cinta?
~Muhammad Rifki~
___________________________________

Melaksanakan suatu pekerjaan rumah, sudah menjadi tugas Laila setiap paginya. Gadis cantik yang selalu ceria di pagi harinya itu, sedang membantu pekerjaan rumahnya. Laila adalah gadis yang selalu bisa merahasiakan kesedihannya dengan selalu tersenyum. Karena dengan tersenyum, itu sudah membuat semua orang ikut bahagia.

“Ibu!” teriak Ayla. Gadis berseragam abu-abu itu baru saja keluar dari kamarnya.

Laila yang sedang mencuci piring di dapur, langsung mematikan kran. Langkahnya bergegas menuju Ayla yang sepertinya sedang marah.

“Ayla! Bisa gak, gak usah teriak-teriak. Perempuan itu gak baik teriak kayak tadi.” Laila sedikit menegaskan ucapannya itu.

Ayla hanya merespon dengan memutar bola matanya dengan malas. “Sudah, deh, Kak. Aku gak mau berdebat!” ketus Ayla.

“Emangnya ada apa, kamu mencari Ibu?” tanya Laila dengan tenang. Karena bagi Laila, menghadapi adiknya dengan emosi itu tidak ada gunanya.

“Minta uang, dong?” ujarnya sambil menyodorkan tangannya.

“Ada apa, ini? Kok ribut-ribut?” tanya seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah Ibu Sulis.

Laila dan Ayla menoleh secara bersamaan. Kemudian, gadis berseragam SMA itu langsung meminta uang kepada Ibunya.

“Bu, minta uang dong.” Ayla menyodorkan tangannya tepat dihadapan Ibu Sulis.

Ibu Sulis kemudian merogoh sesuatu di dalam dompetnya. Lalu memberikan uang Rp. 10.000 kepada Ayla. Dengan malasnya, Ayla mengambil uang tersebut. Gadis itu langsung pergi saja, tanpa pamit dan tanpa salam. Seperti itulah kebiasaan Ayla.

Semoga Allah memberikanmu hidayah,’ batin Ibu Sulis berdo'a.

Laila kemudian memeluk sang Ibunya. Gadis yang satu ini bisa merasakan bahwa hati Ibunya sedang tidak baik-baik saja. Ibu Sulis yang merasa sedikit tenang saat Laila memeluknya, langsung melepaskan.

“Berangkat kuliah jam berapa, La?” tanya Ibu Sulis.

Laila sedikit melirik ‘kan matanya ke arah jam dinding. Melihat sekarang sudah pukul 07.00, Laila langsung menepuk keningnya sendiri.

“Astaghfirullah, Laila berangkat jam 07.30, Bu. Duh, kok bisa lupa gini, ya.” Laila pun segera berlari masuk ke dalam kamarnya. Gadis itu gelapan sendiri, karena ia tidak mau hari pertama kuliahnya telat.

Kesederhanaan Laila dalam berpenampilan, sangatlah berpengaruh terhadap kecantikannya. Dengan wajah tanpa make up, dan bibir merah alami.Gadis itu hanya memakai tunik berwarna coklat susu dan bawahan rok plisketnya berwarna hitam tidak lupa juga hijab berwarna hitam. Setelah selesai bersiap-siap, Laila pun segera berpamitan kepada Bapak dan Ibunya.

“Ibu, Laila berangkat ya. Do'ain Laila, terus ya, Bu.” ucap Laila seraya mencium tangan.

“Ibu dan Bapak selalu mendo'akanmu dan adik kamu, La. Semangat, belajarnya dan jangan lupa untuk selalu berdo'a. Oh, ya ... satu lagi shalat Dhuha jangan ditinggal.” Ibu Sulis memberikan sebuah nasihat sederhana untuk Laila.

“InsyaAllah, Bu. Kalau gitu Laila mau pamit sama Bapak dulu,” ucapnya sambil berjalan ke arah kamar sang Bapaknya.

Setelah berpamitan kepada kedua orang tuanya, Laila pun segera berangkat dengan menggunakan angkutan umum.

                                 ***

Seorang gadis berlari kecil untuk sampai ke kelasnya. Melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul 07.30, membuat gadis yang bernama Laila itu harus berlari. Napasnya yang sudah tidak beraturan, dan keringat pun sudah membasahi wajahnya. Dengan tangan yang harus membawa buku-buku yang begitu tebal, membuatnya sedikit lelah. Tapi, semangat dan tekad Laila ... sangat luar biasa.

Bruk!

Tanpa disengaja, Laila menabrak dada bidang seorang lelaki yang bertubuh kekar. Kejadian itu, membuat buku-buku yang ada ditangan Laila berantakan. Dengan segera Laila menjongkokkan dirinya untuk mengambil buku-bukunya itu.

“Maaf, saya tidak sengaja. Mari, saya bantu.” Kemudian, laki-laki itu ikut berjongkok dan membantu Laila untuk mengambilkan buku-bukunya.

Banyak sepasang mata, yang menatap keduanya dengan tatapan tajam. Tak sengaja, kedua netra mereka saling bertemu hanya beberapa detik. Karena Laila langsung menundukkan pandangannya.

“Maaf, Pak. Saya sedang buku-buku karena ini sudah telat berapa menit untuk masuk kelas,” ujar Laila menjelaskan.

“Saya juga telat mengajar beberapa menit, kok.” Lelaki itu membalas ucapan dari Laila.

Dengan menundukkan kepalanya, Laila pun menimpali, “Ma--maaf, Pak.”

Rasa takut dan merasa bersalah yang sedang Laila rasakan. Seluruh tubuh gadis itu gemetar karena takut, lelaki di hadapannya itu marah dan akan menghukumnya. Atau bisa-bisa lelaki di hadapannya itu akan melaporkan ke pihak kampus. Semua pikiran buruk terngiang-ngiang dalam pikiran Laila. Tapi, gadis itu mencoba berpikir positif dan berharap lelaki di hadapannya itu tidak marah.

Lelaki itu hanya tersenyum saat melihat Laila. “Iya, tidak papa. Lain kali hati-hati.”

Gadis itu hanya mengangguk paham. Laila merasa lega, karena lelaki itu tidak marah melainkan mengingatkan dirinya agar berjalan berhati-hati. Kemudian, lelaki yang ia tabrak tadi langsung pergi melangkah meninggalkan Laila yang masih terdiam.

‘Walaupun saya belum mengenalmu lebih dekat, entah kenapa ada sesuatu yang berbeda saat di dekatmu,’ batin lelaki itu sembari tersenyum tipis.

Sesampainya Laila di depan kelas, ia pun bergegas mengetuk pintunya. Dengan napas yang tidak beraturan, membuat Laila kesulitan untuk memberikan salam.

Tiba-tiba saja, dosen yang ngajar di kelas Laila pun keluar. Betapa terkejutnya mereka berdua saat melihat satu sama lain. Debaran jantung seorang dosen itu, langsung saja bergerak.

Gadis itu pun sungguh tidak percaya bahwa yang ia tabrak adalah seorang dosen muda. Sungguh hari pertama bagi Laila, sangat memalukan. Sudah datang terlambat, tabrak dosen yang ternyata dosen pengajarnya sendiri.

“Loh, kamu yang nabrak saya tadi?” tanya dosen itu.

Laila hanya mengangguk mengiyakan. “Tapi, Pak. Saya kan sudah minta maaf.” Dengan polosnya Laila menjawab seperti itu.

Sang dosen itu tertawa pelan. “Yaudah, masuk. Lain kali, jangan telat lagi.”

Mendengar peringatan dari dosen muda itu, Laila pun mengangguk paham. Setelah itu, keduanya masuk ke dalam kelas.

“Silakan perkenalkan namamu,” ujar dosen itu. Lelaki itu kembali duduk di kursinya, kemudian menatap gadis di depannya yang ingin memperkenalkan diri.

“Assalamu'alaikum, saya Lailatul Izzah. Kalian bisa panggil saya Laila, semoga kita bisa berteman dengan baik.” Setelah memperkenalkan diri, Laila pun disuruh duduk di kursi barisan ketiga dari depan.

Lelaki itu bangkit dari duduknya, kemudian berjalan dan berdiri di tengah.

“Salam kenal Laila,” ucap dosen itu sambil tersenyum kepada Laila. Gadis itu membalas senyumnya kembali.

“Baik, sebelumnya perkenalkan nama saya Muhammad Rifki. Saya sebagai dosen di kampus ini. Bisa dibilang dosen paling muda dan yang paling tampan di sini.” Lelaki bernama Rifki itu dengan percaya dirinya mengatakan bahwa dirinya itu tampan. Tapi, memang benar juga ... dia itu dosen muda ditambah dosen paling tampan di kampus.

Semua mahasiswa maupun mahasiswa tertawa saat melihat dosen yang pedenya tingkat tinggi itu. Begitu pun Laila, ia pun ikut tertawa walau hanya sesaat.

-

-

-

-

Bersambung...

Cinta Sang Dokter {END}/ Proses RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang