Mencintai seorang wanita yang sama dengan sahabat sendiri, jauh lebih menyakitkan dibanding dengan ditinggalkan.
~Muhammad Rifki~
_____________________________________Setelah beberapa hari mencari alamat gadis itu, akhirnya Irsyad mendapatkannya juga. Tak sia-sia usahanya selama ini, ia harus pergi ke kampus Rifki dan tak sengaja bertemu dengan salah teman sekelasnya. Entah mengapa takdir selalu memudahkan untuknya mencari sebuah alamat Laila. Bergegas Irsyad segera pulang ke rumah untuk memberi tahu kepada sang Bunda. Ia menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Rasa sedikit bahagia karena hari ini ia akan bertemu dengan Laila.
Tak lama kemudian, Irsyad memberhentikan mobilnya tepat di depan rumahnya. Bergegas ia melepaskan sabuk pengamanannya dan langsung berlari masuk ke dalam rumah.
"Assalamualaikum," ucap Irsyad seraya mengedarkan pandangannya.
"Waalaikumsalam, kok tumben pulang cepet?" tanya Rani yang baru saja keluar dari arah dapur.
"Bunda, Irsyad sudah dapat alamat Laila." Lelaki itu menjelaskan mengapa dirinya pulang lebih cepat dari sebelum. Beruntung, pekerjaan di rumah sakit pun sudah selesai.
"Kamu dapat dari mana?"
"Dari teman kampusnya, Bun."
"Sebentar, Bunda siap-siap dulu," ujarnya kemudian beranjak pergi tanpa menunggu jawaban dari Irsyad.
Irsyad hanya menggelengkan kepalanya kemudian terkekeh pelan melihat tingkah Bundanya.
Setelah selesai, sang Bunda langsung menarik lengan Irsyad dengan cepat. Lelaki itu mau tidak mau harus mempercepat langkahnya agar bisa menyamakan langkahnya dengan sang Bunda.
Keduanya menaiki mobil, kemudian Irsyad pun segera menyalakan mesinnya dan menjalankan dengan kecepatan sedang.
"Bunda sebenarnya mau ngapain sih ke rumah Iz--" ucapnya sedikit terjeda. "Eh, maksudnya Laila." Lelaki itu hampir keceplosan mengucapkan nama lain yang ia gunakan untuk Laila. Mengingat pertama kali bertemu dan saling memperkenalkan diri, Irsyad langsung tertuju pada kata Izzah. Ia ingin memanggil Laila dengan itu karena berbeda dari yang lain.
"Bunda mau silaturahmi saja. Emang kenapa?" Wanita paruh baya itu menatap sekilas ke arah Irsyad kemudian kembali fokus ke depan.
"Nggak papa, kok, Bun."
Setelah percakapan itu, keduanya saling terdiam di dalam mobil. Irsyad merasa gugup saat ingin bertemu dengan Laila. Padahal, ini bukan pertama kalinya ia bertemu dengan gadis itu. Namun, ia merasa ada sesuatu yang menjanggal dalam hatinya. Ia berpikir, mungkin karena sebuah ungkapannya beberapa minggu lalu kepada Laila. Lelaki itu langsung menggelengkan kepalanya supaya bayang-bayang tadi segera menghilang.
"Kamu itu kenapa? Kayak lagi memikirkan sesuatu gitu?" tanya Rani yang sedari tadi melihat tingkah Irsyad.
"Eh, nggak papa kok, Bun. Irsyad cuma lagi capek aja," balasnya dengan sedikit mengukirkan senyumnya.
Tak lama kemudian, Irsyad pun memberhentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah. Dengan segera lelaki itu turun dari mobil untuk menyusul sang Bunda yang telah turun terlebih dahulu.
Irsyad pun mengedarkan pandangannya ke setiap sudut rumah. Begitu rapi dan bersih rumah ini. Walaupun rumahnya tak begitu besar, tapi membuatnya nyaman.
"Assalamualaikum," ucap Tania seraya mengetuk pintu rumah Laila.
Irsyad yang menyadari sang Bunda telah mengetuk, langsung menghampirinya.
Tiba-tiba, pintu pun terbuka dan menampakkan seorang gadis yang telah membuat hati Irsyad terpikat.
"Waalaikumsalam."Laila sedikit terdiam membisu saat mengetahui kedatangan Irsyad.
Dengan segera, gadis itu menyalimi Rani sebagai bentuk menghormati. Kemudian, ia mempersilakan Irsyad dan Rani untuk masuk dan duduk di ruang tamu. Laila segera menemui sang Ibunya yang sedang berada di dapur.
"Bu, ada tamu." Gadis itu berjalan mendekati Ibu Sulis.
"Siapa, La?" tanya Ibu Sulis.
"Pak Irsyad dan Ibunya," balas gadis itu.
"Ada apa?" tanya Ibu Sulis kembali.
Laila hanya menggelengkan kepalanya.
Ibu Sulis mematikan kompornya, lalu mencuci tangan. Wanita paruh baya itu berjalan untuk menemui Irsyad dan ibunya. Sedangkan Laila, gadis itu sedang membuatkan minuman untuk Irsyad dan juga ibunya.
Setelah selesai, Laila pun membawanya dan langsung ke ruang tamu. Gadis itu dengan perlahan meletakkan 2 teh manis hangat di meja dan mempersilakan Irsyad dan ibunya untuk minum.
"Silahkan diminum," ujar Laila.
"Nggak usah repot-repot, La."
"Nggak kok, Bu. Malah kami yang harusnya minta maaf karena hanya bisa memberi ini saja," jelas Ibu Sulis.
Laila hanya menjadi pendengar dari obrolan kedua wanita paruh baya itu sambil menundukkan kepalanya. Ia tak berani menatap lelaki yang sekarang tengah duduk tepat di hadapannya.
'Kenapa yang datang Pak Irsyad? Bukan kah yang ingin bertamu itu Pak Rifki?' batin Laila.
Sedangkan Irsyad, ia juga menjadi pendengar tapi sesekali melirik ke arah Laila. Namun, gadis itu masih setia menunduk. Rasa canggung membuatnya sedikit gugup.
***
Di sisi lain, seorang lelaki dengan menggunakan motor berhenti tepat di depan rumah Laila. Dia adalah Rifki. Lelaki itu langsung melepaska helmnya. Pandangannya tertuju pada sebuah mobil yang terparkir di depan rumah Laila. Ia sangat mengenali betul siapa pemilik mobil tersebut. Namun, Rifki mencoba untuk berpikir positif. Sang dosen itu berjalan menuju rumah gadis itu. Ia terdiam membisu, saat ingin mengetuk Rifki mendengar obrolan dari dalam.
"Pernikahannya kurang lebih dua minggu lagi," ucap seorang wanita paruh baya dari dalam.
"Per--pernikahan?" ucap Rifki dengan sedikit terbata-bata.
Ia segera mengintip dari celah-celah jendela. Ternyata dugaannya benar, di dalam ada Irsyad dan ibunya yang sedang bertamu di rumah Laila. Tiba-tiba seluruh badannya sedikit lemas saat tak sengaja mendengar ucapan dari dalam. Hatinya sangat sakit dan perih saat mengetahui sahabatnya juga bertamu ke rumah Laila. Ia memutuskan untuk pergi dan bertamu di lain waktu.
"Entah kenapa aku sesakit dan secemburu ini saat melihat kamu bersama Irsyad," lirih Rifki. "Apa harus aku yang mengalah dengan cinta ini?" sambungnya dengan raut wajah sedih.
Saat Rifki membalikkan badannya, ia tak sengaja menyenggol sebuah kursi dan membuat suara yang cukup keras. Lelaki itu langsung berlari menuju motornya dan menyalakan mesinnya sebelum semua yang di dalam mengetahui. Dengan segera ia menjalankan motornya dengan kecepatan sedikit cepat.
Laila yang di tugaskan Ibu Sulis untuk melihat suara tadi, tak sengaja melihat Rifki yang sudah pergi. Ia merasa jika lelaki itu sudah datang ke rumahnya dan saat melihat ada seseorang di dalamnya lelaki itu urungkan niatnya untuk bertamu.
'Sebenarnya ada hubungan apa antara kedua lelaki itu? Mengapa Pak Rifki tidak masuk saja, jika memang keduanya tak saling mengenal,' batin Laila seraya menatap Rifki yang sudah mulai menjauh.
-
-
-
-
Bersambung...
Teruntuk pembaca setia Laila dan Irsyad, saya ingin mengucapkan terima kasih banyak karena sudah membaca cerita ini 🙏
Jangan lupa vote dan komen ya ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Dokter {END}/ Proses Revisi
Romance📌BELUM REVISI Blurb Lailatul Izzah, seorang gadis cantik dari keluarga sederhana. Gadis itu bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Namun, suatu ketika ia bertemu dengan seorang dokter muda dan tampan bernama Muhammad Irsyad Al-Fatih. Pertemuan...