Ternyata sesakit ini ya, mencintai seseorang dalam diam. Harus siap mengikhlaskan jika dia bersama orang lain.
~Lailatul Izzah~
_________________________________Jam kelas kuliah akhirnya selesai juga. Semua mahasiswa maupun mahasiswa berhamburan keluar kelas. Terkecuali, Laila--gadis cantik alami itu masih duduk di tempatnya. Dengan buku yang ia pegang, sambil membacanya. Sambil menunggu waktu jam kerja di restauran sang dokter itu, Laila masih menyempatkan untuk belajar.
Adzan dhuhur berkumandang dengan merdu dari masjid yang tak jauh dari kampusnya. Dengan segera Laila menutup bukunya, lalu menaruhnya di dalam tas. Karena ia tau menunda-nunda kewajiban untuk salat itu tidak baik. Setelah memakai tas, gadis itu melangkah keluar dari kelas untuk mencari masjid. Namun, pada akhirnya ... Laila kesulitan untuk mencari masjidnya.
“Laila,” sapa seorang lelaki yang tak lain adalah dosen mudanya yaitu Rifki.
Laila menoleh ke sumber suara, kemudian langsung menundukkan pandangannya. Karena menjaga pandangan dari yang bukan mahram itu wajib.
“I--iya, Pak.” Laila sedikit gugup saat berbicara kepada Rifki.
“Gak, salat?” tanya Rifki sembari menaikkan satu alisnya.
“I--itu, Pak. Saya gak tau masjid di sini,” ucap Laila terus terang. Gadis itu tidak mempedulikan dosen itu berpikir apa. Yang jelas bagi Laila, ia bisa tau masjidnya dan segera untuk melakukan salat.
Rifki terkekeh pelan. “Jadi, gitu. Saya juga mau ke masjid, mari ikut.” Rifki pun akhirnya mengajak Laila untuk ikut dengannya. Karena lelaki itu tau, bagaimana rasanya mencari sesuatu yang sulit sekali ditemukan.
Dengan terpaksa, Laila mengikuti dosen itu dari belakang. Jarak antara keduanya pun begitu jauh. Tak membutuhkan waktu lama, keduanya akhirnya sampai di masjid An-nur.
“Pak Rifki, terimakasih, ya.” Laila menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
Rifki pun melakukan hal yang sama seperti Laila. “Iya, sama-sama. Kalau gitu, saya duluan.” Kemudian, dosen itu melangkah menuju tempat wudhu pria.
Laila yang masih menatap keindahan masjid ini. Begitu besar dan bersih masjidnya. Bagi Laila, masjid adalah tempat ternyaman untuk menenangkan diri, jikalau sedang gelisah. Setelah itu, Laila melangkah menuju ke tempat wudhu wanita.
***
Kini, Laila sedang berada di tempat pekerjaannya. Gadis itu sangat tangguh, karena setelah kuliah ... ia harus bekerja demi memenuhi kehidupan keluarganya. Beruntung, pemilik restauran ini adalah Ibu dari sang dokter yang ia temui beberapa minggu lalu. Pertemuannya membuat keduanya semakin dekat, apalagi sekarang Laila bekerja di tempat milik keluarga dari Irsyad.
Matahari sudah mulai terbenam. Langit pun berubah menjadi sedikit gelap. Semua rekan kerja Laila yang bekerja di restauran itu sudah pulang. Hanya Laila yang masih sibuk mengemas barang-barangnya.
“Zah, nanti saya antar kamu pulang, ya.” Tiba-tiba saja, lelaki bernama Irsyad itu sudah berdiri tepat di samping Laila. Walaupun keduanya berdiri, masih ada jaraknya.
Laila yang sedang bersiap-siap sembari memasukkan barang-barangnya pun menoleh. Dengan cepat Laila menggelengkan kepalanya. Gadis itu menolak ajakan dari Irsyad. Karena dia tahu, tidak baik jalan berdua dengan yang bukan mahramnya.
“Saya gak ada maksud apa-apa. Hanya saja, ini sudah sore takut kamu kenapa-napa di jalan.” Irsyad sedikit khawatir jika Laila pulang sendiri.
“Tidak usah, Pak. Saya pulang sendiri saja. Lagian rumah saya, gak terlalu jauh, kok.” Laila mencoba menjelaskan kepada Irsyad agar lelaki itu tidak salah paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Dokter {END}/ Proses Revisi
Romance📌BELUM REVISI Blurb Lailatul Izzah, seorang gadis cantik dari keluarga sederhana. Gadis itu bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Namun, suatu ketika ia bertemu dengan seorang dokter muda dan tampan bernama Muhammad Irsyad Al-Fatih. Pertemuan...