Bab 1

3.8K 110 6
                                    

Keberhasilan seorang anak, bukanlah karena kerja kerasnya saja. Tapi, melainkan ada doa yang kuat dari kedua orang tuanya.

~Lailatul Izzah~
___________________________________

“IBU!! BAPAK!!” teriak seorang gadis berseragam SMA. Gadis itu sambil berlari menuju rumahnya karena ia ingin memberi kabar gembira kepada kedua orang tuanya.

Dua orang paruh baya yang sedang berada di halaman rumah itu pun langsung menoleh secara bersamaan. Keduanya pun mengembangkan senyumannya.

“Assalamualaikum,” sapa seorang gadis berlesung pipit itu kepada kedua orang tuanya.

Lailatul Izzah atau biasa dipanggil dengan Laila, dia adalah seorang gadis yang memiliki paras yang cantik. Tidak hanya memiliki wajah yang cantik, Laila juga memiliki akhlak yang baik juga. Namun, sayangnya banyak sekali yang tidak menyukainya dan bahkan sampai ada yang membencinya. Entah apa yang membuat teman temannya sampai tidak menyukai dirinya.

Dengan cepat Laila mencium tangan kedua orang tuanya itu dengan takzim. Karena menurut Laila, kesopanan dan tatakrama terhadap orang tua itu sangatlah penting. Apalagi di zaman sekarang, banyak sekali anak remaja yang sudah tidak punya sopan santun terhadap kedua orang tuanya. Maka dari itu, kedua orang tuanya selalu mengajarkan kepada Laila untuk selalu sopan kepada siapapun.

“Waalaikumsalam,” jawab kedua orang tua Laila bersamaan.

“Ada apa, La?” tanya seorang wanita paruh baya itu yang tidak lain adalah Ibu Sulis--ibu dari Laila.

“Iya nih, datang-datang sudah teriak-teriak?” sahut seorang lelaki paruh baya itu sambil melangkah menghampiri istri dan anaknya itu. Ya, dia adalah Pak Roni--bapak dari  Laila.

Kedua orang tua Laila hanyalah seorang pedagang kecil-kecilan di pasar. Setiap harinya mereka harus mencari nafkah untuk bisa mencukupi kehidupannya. Walaupun mereka sudah berikhtiar dengan cara berdagang dan selalu disertai dengan berdoa, tetapi jika Allah belum menghendaki untuk menjadi orang yang mampu atau berkecukupan itu sangat susah.

Keluarga Laila ini hanyalah tinggal di rumah kecil atas peninggalan dari neneknya. Walaupun mereka hidup dengan serba kekurangan tapi mereka tetap bersyukur dan bahagia. Karena orang selalu bersyukur atas nikmat yang Allah SWT berikan itu akan selalu bahagia. Berbeda dengan orang yang tidak bersyukur, hidupnya akan selalu merasa kekurangan.

Laila pun menyengir menampilkan giginya yang bergingsul itu. “Maaf Bu, Pak, Laila cuman mau kasih tau kalau Laila lulus dan mendapatkan nilai yang tertinggi di sekolah.”

Senyuman pun terukir di bibir kedua orang tua Laila. Air mata bahagia pun jatuh membasahi kedua pipi Ibu Sulis. Begitu juga dengan Laila, matanya yang sudah berkaca-kaca karena melihat Ibunya yang senang, jadi ikut menangis. Sedangkan Pak Roni selalu mengucapkan hamdallah terus-menerus dari mulutnya. Laila pun langsung memeluk kedua orang tuanya dengan erat, karena tanpa do'a dan dukungan dari keduanya, ia tidak akan pernah bisa menjadi juara pertama di sekolahnya.

“Alhamdulillah, Ibu bangga sama kamu La,” ucapnya sambil terisak karena air matanya itu.

Laila pun menggelengkan kepalanya. “Gak, bu. Ini semua karena doa dan dukungan dari Bapak dan Ibu.” jelas Laila.

“Ini juga berkat usaha dan kerja keras kamu, La. Ibu dan Bapak hanya bisa bantu mendo'akan,” jelas Ibu Sulis.

“Alhamdulillah, setelah ini mau melanjutkan ke mana?” tanya Pak Roni.

Deg!

Sebuah senyuman dari bibir gadis cantik ini pun berubah menjadi biasa. Laila pun langsung menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan kesedihan yang sedang ia alami. Karena ia tahu, jika ingin melanjutkan kuliah harus membutuhkan banyak biaya yang sangat besar. Laila tidak mau menjadi beban kedua orang tuanya yang selalu mencari uang demi dirinya dan juga adik perempuannya. Yang Laila mau hanyalah membanggakan dan membahagiakan kedua orang tuanya.

Laila juga tidak ingin egois karena ia juga mempunyai seorang adik perempuan yang sekarang masih duduk dibangku kelas 10. Usia keduanya hanya berbeda 2 tahun saja. Sifat dari kakak beradik itu sangatlah bertolak belakang sekali seperti dalam cerita bawang putih dan bawang merah. Terkadang, Ibu Sulis dan Pak Roni sangat lelah mendidik anak bungsunya yang tidak mau mendengar nasihat dari mereka. Laila yang sebagai seorang kakak pun sama ikut merasakan lelahnya.

“Kayaknya Laila gak kuliah dulu deh Pak,” ujar Laila sambil berusaha mengukirkan senyuman.

“Kenapa?” tanya Ibu Sulis dengan sedikit kecewa.

“Laila mau bantu Bapak dan Ibu cari uang saja dulu,” jawab Laila. “Bapak sama Ibu tenang saja, kalau memang Laila ditakdirkan untuk kuliah, InsyaAllah akan ada jalannya.” lanjut Laila.

Di sekolahnya, tidak ada bantuan untuk mengajukan beasiswa. Jadi, semua murid yang ingin mendapatkan beasiswa di kampus, harus mengajukan sendiri. Namun, Laila tidak pernah sekalipun berharap jika dirinya bisa kuliah. Karena Laila yakin, apapun yang sudah ditakdirkan oleh Allah pasti yang terbaik.

Ibu Sulis pun mengangguk. “Aamiin.” sambil mengusap kedua tangannya ke wajah.

Lalu Laila pun menggandeng tangan kedua orang tuanya itu untuk masuk ke dalam rumah. Tangan kiri ia gandeng tangan Ibunya dan tangan kanan ia gandeng tangan Bapaknya. Laila sangat bersyukur dan bahagia mempunyai kedua orang tua yang hebat seperti mereka.

‘Semoga Allah selalu melindungi Bapak dan Ibu,’ batin Laila berdoa.
                                                              ***
“Kamu mau makan apa, La?” tanya Ibu Sulis yang sudah siap dengan piring ditangannya.

Laila pun tersadar dari lamunannya, “Eh, Laila ambil sendiri aja Bu.” sambil mengambil piring di tangan Ibu Sulis.

Ibu Sulis pun langsung memberikan piringnya kepada Laila, “Yaudah kalau gitu Ibu mau ke kamar dulu ya sama Bapak?” pamitnya sambil melangkah masuk ke kamarnya. Laila pun menganggukkan kepalanya.

Setelah beberapa menit, kegiatan makan Laila pun akhirnya selesai. Ia pun segera melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mencuci bekas piringnya tadi. Setelah selesai, Laila memutuskan untuk Salaat Ashar terlebih dahulu dikarenakan ini sudah masuk waktu salat. Laila selalu mengingat pesan dari kedua orang tuanya agar tidak selalu menunda-nunda salatnya. Sesibuk apapun kita dalam suatu perkerjaan, jangan pernah sekalipun melupakan sang pencipta. Karena di dunia hanyalah sementara, sedangkan di akhirat itu kekal.

Dinginnya air wudhu membuat wajah Laila kembali segar. Setelah itu, Laila mengambil mukenah dan langsung ia pakai, kemudian Laila pun mengambil sajadah nya dan menggelarnya. Raka'at demi raka'at Laila lakukan dengan khusyuk sampai dengan salam.
Setelah selesai, ia tidak lupa untuk selalu berdoa. Mengangkat kedua tangannya, kemudian ia pun langsung berdo'a dalam hatinya.

‘Ya Allah ... semoga ada jalan untuk hamba bisa melanjutkan kuliah, agar hamba bisa menggapai cita - cita hamba yang ingin menjadi seorang Dokter. Aamiin,’ batin Laila. Kemudian kedua tangannya pun langsung mengusap wajahnya.

Tidak terasa, sebuah air dari mata Laila turun begitu saja sampai membasahi kedua pipinya. Dengan segera, Laila pun mengusap air matanya itu. Laila tidak ingin kedua orang tuanya melihat air mata ini karena ia takut akan membuat mereka sedih.

“Astaghfirullah, kenapa aku jadi lemah seperti ini? aku harus kuat gak boleh lemah,” ucap Laila menguatkan dirinya sendiri.

-

-

-

-

Bersambung...

Cinta Sang Dokter {END}/ Proses RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang