Bab 10

947 53 0
                                    

Aku tak bisa membalas semua kebaikan yang telah kau berikan kepadaku. Hanya Allah-lah yang akan membalas semua kebaikanmu.
~Lailatul Izzah~
__________________________________

Hari yang menegangkan bagi Laila. Gadis itu sedari tadi gelisah, karena ia takut tidak diterima di kampus ini. Tapi, sebuah dukungan yang selalu Irsyad berikan kepadanya ... membuat gadis itu sedikit lebih tenang. Sekarang adalah hari di mana Laila akan mengikuti tes seleksi beasiswa. Tanpa hentinya, Laila selalu berdo'a kepada Allah SWT agar diberikan kelancaran. Tidak lupa juga meminta do'a kepada kedua orang tuanya.

Irsyad, yang kini sedang menemani Laila mengikuti tesnya, merasa kagum. Tidak pernah ia sadari, tekad Laila untuk bisa menjadi dokter sangat luar biasa. Karena gadis itu mempunyai tekad yang sangat luar biasa, membuat Irsyad jatuh hati kepadanya. Awalnya, Irsyad hanya kagum saat melihat Laila yang sangat menyayangi kedua orang tuanya. Tapi, sekarang ... rasa kagum itu hilang dan kini berubah menjadi cinta.

"InsyaAllah, saya yakin, kamu bisa." Irsyad pun selalu menyemangati Laila agar gadis itu tidak takut terhadap tesnya.

"Tapi ... jika saya tidak lulus, bagaimana?" tanya Laila yang masih kurang percaya dirinya.

Irsyad menggelengkan kepalanya. "Saya tidak suka kamu berbicara seperti itu. Ingat, setiap kesulitan pasti ada kemudahan."

Laila menatap Irsyad, kemudian tersenyum. Entah mengapa Laila merasakan sesuatu yang berbeda saat berada di dekat Irsyad. Tapi, gadis itu berusaha untuk bersikap tetap biasa. Karena ia tau, jika dirinya itu tidak pantas.

"Terimakasih, Pak. Kalau gitu, saya pamit untuk masuk ke ruangan. Dan saya minta do'anya, pak," ujar Laila. Gadis itu tersenyum saat Irsyad juga tersenyum kepadanya. Kemudian, ia pun melangkahkan kakinya menuju ruangan meninggalkan Irsyad yang masih berdiri di tempat.

'Walaupun kau tidak memintanya, aku tetap mendo'akanmu, Zah. Tidak lupa juga mrndo'akanmu di sepertiga malamku,’ batin Irsyad.

Senyuman tipis yang masih terukir di bibir lelaki tampan itu. Menatap kepergian Laila yang sudah semakin jauh. Rasa nyaman bila berada di dekatnya kian menjadi. Apakah ia benar-benar merasakan jatuh cinta? Setelah tersadar, Irsyad segera mengalihkan pandangannya.

“Astaghfirullah,” ucap Irsyad lirih. Ia seperti sangat berdosa saat terus memikirkan gadis itu. Bagaimana bisa, gadis itu selalu menghantui pikiran Irsyad. Apalagi, lelaki itu akan memilih antara dua pilihan yang sangat sulit.

“Irsyad,” sapa seorang lelaki yang tak lain adalah Rifki--sahabatnya.

Irsyad menoleh sambil memutar balikkan badannya ke arah belakang. Kemudian, kedua lelaki itu saling berjabat tangannya dan tersenyum.

“Loh, kok kamu bisa ada di sini?” tanya Irsyad kepada Rifki.

Rifki menghela napas panjang. Bisa-bisanya sahabatnya ini lupa, jika ia menjadi seorang dosen di kampus ini.

“Kamu sudah lupa, kah?” Rifki bertanya sembari menepuk keningnya.

Irsyad terdiam sejenak. Lelaki itu seakan sedang memikirkan sesuatu dan mengingat sesuatu. Kemudian, secara tiba-tiba saja Irsyad tersenyum sambil memperlihatkan giginya.

“Pelupa, banget. Padahal umurmu belum tua dan belum nikah juga.” Rifki pun tertawa meledek.

Irsyad hanya mendapatkan ledekan dari sahabatnya itu hanya menatap datar.

“Syad?” panggil Rifki saat keduanya sama-sama terdiam.

“Ada apa, Ki?” tanya Irsyad.

Rifki menggelengkan kepalanya menandakan tidak ada apa-apa. “Tidak ada. Oh, ya ... kamu sendiri sedang apa?” Sekarang giliran Rifki menanyakan.

Cinta Sang Dokter {END}/ Proses RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang