Bab 18

731 44 0
                                    

Hidayah itu dicari bukan ditunggu. Kalaupun hidayah itu datang dengan sendirinya, itu semua atas kehendak dari-Nya.
~Lailatul Izzah~
____________________________________

Irsyad yang sedang terfokus kepada laptopnya, tiba-tiba saja teringat ucapannya kepada Laila. Lelaki itu sangat menyesali karena telah mengungkapkan perasaannya begitu saja. Ia takut, jika Laila akan semakin menjauhinya. Saat ia hendak mengambil berkas-berkas yang ada di meja, tiba-tiba saja tangannya tak sengaja menyenggol vas bunganya.

Brak!

Suara vas bunga itu terdengar begitu keras. Ada rasa tidak enak dari dalam hatinya. Lelaki itu merasakan ada sesuatu yang terjadi kepada Laila. Tapi, dengan cepat ia menggelengkan kepalanya dan tetap berpikir yang positif.

Irsyad pun menjongkokkan tubuhnya untuk membersihkan pecahan-pecahan kaca dari vas tersebut. Kemudian, ia pun mengambil sapu untuk menyapu sisa-sisanya. Setelah selesai, Irsyad memutuskan untuk mencari udara segar di luar sambil mencari makan untuk makan siang.

Saat di tengah perjalanan menuju luar rumah sakit, tak disengaja matanya melihat Ibu Sulis, Pak Roni dan juga seorang gadis. Keluarga itu tampak sedih dan terlebih lagi Ibu Sulis yang sepertinya menangis. Dari raut wajah Irsyad sudah menampakkan kekhawatiran. Dalam pikirannya pun sudah banyak sekali pertanyaan 'siapa yang sakit?' dan mengapa sepertinya ada sesuatu yang terjadi pada Laila. Karena penasaran, akhirnya Irsyad berlari ke arah keluarga Laila.

“Assalamu'alaikum, Bu, Pak.” Irsyad menyapa saat sudah dekat dengan mereka.

Keluarga Laila pun menoleh secara bersamaan. Pada saat itu juga Ibu Sulis dan seorang gadis itu melepaskan pelukannya satu sama lain.

“Waalaikumsalam," balas keluarga Laila.

“Siapa yang sakit, Pak, Bu?” tanya Irsyad.

“Laila ... Nak Irsyad.” Ibu Sulis pun mengucapkannya sembari menangis.

“Kenapa dengan Laila, Bu?” Kini Irsyad bertanya kembali. Raut wajahnya tampak begitu khawatir.

“Kecelakaan,” sahut Ibu Sulis dengan derasnya air mata yang keluar.

Deg!

Mendengar ucapan dari Ibu Sulis, lelaki itu menggelengkan kepalanya. Ia sungguh tidak percaya akan hal yang menimpa gadis yang sangat dicintainya. Rasa sedih kini sedang berada di dalam hati Irsyad. Hanya doa yang selalu ia panjatkan kepada Allah agar Laila baik-baik saja.

Tiba-tiba seorang dokter wanita itu keluar dari ruangannya. Dia adalah dokter Yuni. Karena paniknya, Ibu Sulis langsung menghampiri dokter Yuni.

“Bagaimana keadaan Laila?” tanya Ibu Sulis dengan panik.

Ayla yang selalu di sampingnya untuk memberikan kekuatan dan ketabahan. Ada rasa bersalah dihati Ayla saat melihat pengorbanan sang kakaknya sampai mempertaruhkan nyawanya. Baru kali ini, Ayla merasakan ada sesuatu yang berbeda. Teringat bayangan-bayangan masa lalunya yang selalu melawan Laila. Rasa menyesal atas semua kesalahannya membuat Ayla sadar bahwa semua perbuatan yang ia lakukan itu salah.

“Kita berdoa saja.  Sampai sekarang Laila belum sadarkan diri,” ucap sang dokter tersebut.

“Ya Allah,” lirih Ibu Sulis. Begitu juga Pak Roni. Sedangkan Ayla, gadis itu pun langsung memeluk erat Ibunya itu.

‘Cepat sadar, Zah. Saya hanya ingin melihatmu tersenyum dan tertawa bukan seperti ini. Saya yakin, kamu adalah wanita yang kuat. Kamu juga wanita yang pertama membuat hati saya luluh. Syafakillah, saya mencintaimu karena Allah,’ batin Irsyad.

Setelah itu, keluarga Laila masuk ke ruangannya untuk melihat kondisi Laila. Tapi, tidak dengan Irsyad. Lelaki itu tidak kuat untuk melihat gadis yang ia cintai tengah berbaring lemas. Hanya doa yang selalu Irsyad panjatkan untuk kesembuhan Laila.

                                   ***

Sudah dua hari, Laila tidak sadarkan diri. Rasa khawatir, cemas dan takut kini tengah dirasakan oleh Ayla. Gadis itu meminta kedua orang tuanya untuk pulang beristirahat di rumah. Ayla tidak tega melihat Ibu Sulis yang terus-terusan menangis melihat sang kakaknya. Kemudian, ia teringat atas semua pesan-pesan yang selalu Laila sampaikan. Bergegas gadis itu keluar dari ruangannya lalu menuju arah masjid untuk berwudhu dan melakukan salat dhuha.

Setelah beberapa menit, Ayla pun selesai melakukan salat dhuha. Bergegas ia kembali ke ruangan Laila. Tak lupa, ia meminjam sebuah Al-Qur'an dari masjid untuk dibawa ke ruangan. Ya, sekarang Ayla sudah banyak berubah. Gadis itu sudah memakai hijab untuk menutupi rambutnya itu. Karena sebuah nasihat yang selalu sang kakaknya sampaikan kini ia lakukan sedikit demi sedikit. Ayla juga sudah menyesali dan meminta maaf atas perbuatannya kepada kedua orang tua.

Setelah sampai di ruangan, Ayla mendudukkan dirinya di kursi tepat di samping Laila. Kemudian, tangannya membuka lembaran demi lembaran ayat suci Al-Quran. Gadis itu memutuskan untuk membacanya dari awal surah yaitu surah Al-Fatihah. Ayat demi ayat ia bacakan dengan lancar. Ayla dulu memang gadis nakal. Tapi, ia juga pernah mengaji dan salat. Karena pergaulannya itu, membuat Ayla jauh dari Allah SWT.

Tiba-tiba saja, jari Laila bergerak membuat Ayla sungguh terkejut dan mengakhiri mengajinya dengan mengucapkan 'shodaqallahuladzim'. Ayla segera menaruh Al-Qurannya di atas meja, kemudian menatap ke arah Laila.

“Kak," panggil Ayla lirih.

Tak lama kemudian, kedua mata Laila membuka perlahan-lahan. Pandangannya sekarang tertuju pada gadis berhijab di hadapannya. Saat pandangannya sudah sadar, Laila menatap tak percaya jika gadis berhijab di hadapannya itu adalah Ayla.

“A--ayla, itu kamu?” tanya Laila dengan sedikit mengumpulkan tenaganya untuk berbicara.

“Iya, Kak. Ini aku Ayla. Aku mau minta maaf karena kesalahan aku dulu. Berkat nasihat Kak Laila, Ibu dan Bapak yang selalu diberikan kepada aku membuat aku berpikir dan mencari sebuah hidayah. Mulai sekarang juga, aku ingin berubah menjadi baik lagi. Tolong bimbing aku, kak.” Kini Ayla pun mulai menangis akan teringat dosa-dosanya. Gadis itu sangat menyesali semua perbuatan di masa lalunya.

Setiap orang yang ingin berubah menjadi lebih baik lagi, pasti mempunyai masa lalu yang kelam. Jadi, jika melihat seseorang sudah berubah janganlah sesekali mengungkit masa lalunya. Karena orang tersebut merasakan sulitnya melupakan masa lalu, apalagi masa lalu yang buruk.

Laila mengukirkan senyumannya. “Alhamdulillah, semoga istiqomah, ya, Ay. Oh, ya ... Ibu dan Bapak kemana?” tanya Laila sembari menoleh ke mana-mana tapi tidak ada kedua orang tuanya.

“Aamiin ya robbal alamiin, doain kak. Ibu dan Bapak sudah aku suruh pulang karena aku takut Bapak dan Ibu sakit gara-gara harus menunggu di sini terus.” Ayla menjelaskan semuanya.

Laila hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.

“Kak, kakak kenapa nyelametin aku? Ini taruhannya nyawa loh, kak?” ucap Ayla sedikit cemas.

Laila berusaha untuk mengukirkan senyumannya. Karena baginya, keselamatan keluarga jauh lebih penting. Walaupun Ayla pernah melawan dirinya dengan ucapan kasar, tapi Laila tidak pernah membalasnya dengan ucapan kasar, melainkan dengan dengan sebuah nasihat.

“Karena kakak sayang sama kamu, Ay?” balas Laila dengan senyuman manisnya.

Mendengar pengakuan dari sang kakak, hati Ayla tersentuh. Rasanya ia sangat berdosa sekali karena sudah jahat kepada kakak dan kedua orang tuanya. Dan pada saat ini juga, Ayla memutuskan untuk berubah sikap dan sifatnya.

“Aku juga sayang, Kak Laila.”

-

-

-

-

Bersambung...

Cinta Sang Dokter {END}/ Proses RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang