**
"Gue anter pulang ya," ujar Alwi setelah membayar pesanan tahu brontak.
"Eh gak usah," jawabku cepat sembari memasukkan uang kembalian ke dalam saku tas. "gue bisa pulang naik angkot."
"Kalo naik angkot langsung turun depan rumah gak?"
"Enggak, gue harus jalan masuk gang. Deket kok cuma lima menit."
"Yaudah kalo gitu mending gue anterin. Lo bisa hemat ongkos dan gak perlu jalan kaki sampe rumah."
"..." Aku menatapnya heran. Kenapa Alwi maksa sekali hendak mengantarku pulang.
"Gimana? Mumpung gue lagi bawa helm dua." Alwi mengulurkan satu helm ke padaku.
Aku menatap helm itu ragu. Apa aku terima saja ya tawaran Alwi? Kan lumayan aku bisa hemat ongkos dan tak perlu berdesakan di dalam angkot. Sebab angkot yang selalu lewat di depan gang menuju rumahku kalau sore seperti ini sering ramai penumpang.
Baru saja dua angkot lewat bergantian dengan penumpang penuh. Alwi juga melihatnya.
"Itu angkot ke rumah lo ya? Pada penuh. Mending balik sama gue." Alwi seperti bisa membaca pikiranku.
"Oke deh." Aku tak punya alasan untuk menolaknya. Aku lalu mengambil helm dari tangan Alwi dan memakainya lantas naik ke atas boncengan.
Sore ini jalanan ramai oleh kendaraan. Ada beberapa kemacetan di dekat lampu merah. Alwi dengan lihai melewati celah di antara mobil. Hingga motor Alwi berhenti tepat di belakang zebra cross.
Aku menoleh ke kanan dan kiri melihat pengendara lain yang berada di samping motor Alwi. Hingga aku mendapati Kristi duduk di boncengan motor Kak Fikri. Jaraknya cukup jauh, motor Alwi di tengah-tengah jalan sementara motor Kak Fikri berada di samping pembatas jalan. Keduanya terlihat asik mengobrol seraya tertawa. Aku jadi sedih teringat cerita Kak Fira kemarin.
Lampu hijau menyala. Semua kendaraan pun melaju. Sayangnya motor yang dikendarai Kak Fikri berbelok ke kanan sementara motor Alwi lurus. Aku penasaran mereka akan pergi kemana.
"Bilang ya kalau udah deket gang rumah lo," ujar Alwi.
"Iya."
Saat melewati gedung sekolah menengah atas, itu gedung sekolah ku dulu, aku memberitahu Alwi untuk memperlambat laju motornya karena setelah gedung sekolah ini ada gang menuju rumah ku.
Alwi lalu membelokkan motornya ke kiri. Masuk ke dalam gang. Lalu aku menyuruhnya berhenti di depan pagar hitam sebelah kanan jalan. Itu rumahku.
"Oh disini ya rumah lo," sahut Alwi sembari membuka helm.
"Iya. Mau mampir?" Aku menawarkan basa-basi.
"Nanti aja deh kapan-kapan. Adek gue bisa ngamuk kalau tahu berontak pesanan dia belum juga dateng." Alwi tertawa kecil.
"Lo punya adek?"
"Iya. Adek cewek. Masih SMP. Kelas dua."
"Ohh gitu. Jadi lo tiga bersaudara ya?" Aku ingat Alwi bilang kalau kemeja kuning yang ia pakai adalah punya Abangnya.
"Enggak. Gue anak sulung. Gue dua bersaudara."
Aku mengernyitkan kening heran. "Tapi tadi lo bilang kemeja ini punya Abang lo."
"Oh ini." Ia menyentuh kemejanya. "Punya Abang sepupu gue."
"Oh gitu." Aku mangut-mangut saja.
"Iya. Kalau gitu gue pulang dulu ya." Alwi lalu memakai helmnya lagi dan menghidupkan mesin motor. Tapi, tiba-tiba ia menoleh dan berujar. "Lain kali boleh kan gue anter lo pulang lagi?"
Aku tak bisa menjawab dan hanya diam saja. Tapi, Alwi sepertinya tidak perlu jawaban sebab setelah berkata seperti itu, Alwi langsung tancap gas.
Aku mengamati punggungnya yang menjauh sampai berbelok di ujung jalan. Aneh sekali rasanya melihat tingkah Alwi seperti itu. Apa cowok itu punya rasa padaku?
**
Pagi ini tepat jam setengah delapan, aku keluar rumah menunggu ojek online pesananku. Hari ini ada kelas jam 8 pagi. Mata kuliah Bahasa Inggris kesukaanku.
Aku tiba di kampus sepuluh menit sebelum kelas di mulai. Aku langsung berlari-lari kecil menuju gedung E yang mana kelas ku berada. Saking terburu-burunya aku tidak sempat menyapa balik Kak Fira yang menyapaku saat bersisian jalan. Nanti aku akan meminta maaf lewat chat padanya.
Namun, setibanya di kelas...
"Mom Hani gak bisa dateng Lan, kita dikasih tugas bikin conversation bertiga. Gue sama lo ya Lan, nanti kita cari satu lagi biar pas bertiga," ujar Kristi padaku sesampainya aku di depan kelas.
Situasi di dalam kelas ramai. Mereka sibuk memilih kelompok. Aku menghela napas lalu memilih duduk di bangku panjang depan kelas.
"Dari kemaren dosen kita absen terus. Mereka janjian ya?" keluhku pada Kristi.
"Kata senior itu biasa. Soalnya tiga minggu lagi kan ada ujian. Dan minggu sekarang dosen pada meliburkan diri karna sibuk bikin soal." sahut si ketua kelas yang sudah berdiri di depan ku dan Kristi.
"Masa sih?" Tanyaku tak percaya.
Si Ketua Kelas mengangkat bahu sembari nyengir. "Gak tau juga sih bener apa enggaknya."
"Lo udah ada kelompok Van?" sambar Kristi dengan tanya.
"Belum."
"Nah, kalau gitu lo bareng kita aja!" seru Kristi sembari tertawa. Kristi terlihat senang sekali seolah mengajak Si Ketua Kelas bergabung dengan kelompok kami adalah suatu hal yang menyenangkan. Padahal aku merasa biasa saja.
Kristi dan Si Ketua Kelas yang bernama Revano itu saling lirik dan mengulum senyum. Mereka terlihat mencurigakan. Apa Kristi sudah pindah haluan dari Kak Fikri ke Revano?
**
KAMU SEDANG MEMBACA
[HS] Gerimis Siang Itu (✔)
Любовные романы[Completed] [HS] = [Hujan Series] Urutan membaca : 1. [HS] Pagi Itu Hujan 2. [HS] Kembali Temu di Bawah Hujan 3. [HS] Gerimis Siang Itu ** Tempias gerimis mengenai kaca besar perpustakaan. Aku melihat tetesannya yang turun perlahan seperti anak...