**
"Hai bro!" sapa Fakhri pada seorang gadis ketika kami sudah berada di dalam galeri seni DKV. Gadis itu adalah gadis yang pernah aku lihat bersama Fakhri di kantin belakang gedung A.
"Eh, sama siapa nih?" Gadis itu pun balas bertanya.
Fakhri menoleh ke arah ku, "kenalin temen gue namanya Wulan. Nah, Wulan dia Shinta sepupu gue."
"Sepupu?" ulangku. Sembari menatap gadis itu.
Shinta tersenyum kalem. "Kaget ya kalau kita sepupuan? Gue juga sebenernya gak nyangka punya sepupu kayak dia," ujar Shinta diiringi tawa yang langsung dibalas dengusan oleh Fakhri. Shinta lalu mengulurkan tangannya padaku. Aku menerima uluran tangannya sembari menyebutkan namaku.
"Salam kenal ya Wulan." Shinta tersenyum lagi. "Akhirnya gue punya temen beda jurusan juga."
"Kan ada gue?" Fakhri menyela.
"Ck. Lo beda." Shinta lalu menatap padaku. "Mau keliling gak? Ada banyak yang harus lo liat di sini, yuk!" Lalu ia menggandeng tanganku. Mengajakku berkeliling galeri seni DKV. Menceritakan apa saja yang ada di galeri seni itu. Seperti seorang tourguide.
Aku menikmati acara keliling galeri seni DKV bersama Shinta. Ternyata Shinta orangnya asik juga dan mudah akrab. Tak mengira aku bisa berteman dengannya begini.
Di luar masih hujan. Aku bisa melihat punggung orang-orang yang sedang berteduh di teras depan galeri seni DKV. Shinta masih asik bercerita mengenai salah satu foto yang dipajang dengan potret awan di antara barisan pegunungan ketika aku melihat Alwi berlari mendekat dan ikut berteduh bersama orang-orang di teras depan galeri seni DKV.
Alwi tampak sibuk berbicara dengan ponsel menempel di telinganya. Cowok itu bersandar menyamping dengan bahu kiri menempel pada kaca galeri seni DKV. Jadi aku bisa melihat dengan jelas cowok itu sedang menelpon.
Aku mengamatinya. Ketika Shinta menjauh karna dapat panggilan telepon. Sementara itu Fakhri sudah sibuk sendiri dengan laptopnya di sudut galeri seni DKV. Sekali Alwi melihat layar ponselnya lalu kembali menempelkan ponsel ditelinga bersamaan dengan itu ponselku bergetar.
Aku mengambil ponsel di saku kemeja yang aku kenakan. Ada chat masuk dari Alwi. Agaknya ketika ia melihat layar ponselnya, Alwi sedang mengetik chat untukku.
From Alwi :
Wulan lagi dimana?Aku langsung melihat Alwi yang sama seperti tadi sibuk menelpon. Lalu tiba-tiba saja ia menoleh ke kiri. Aku pun refleks berjongkok. Untungnya meja tempat pajangan barang seni menyembunyikan diriku.
Jantungku berpacu cepat. Entah kenapa naluriku berkata kalau aku tidak boleh terlihat oleh Alwi.
Shinta yang kembali ke dekatku setelah menerima panggilan telepon dibuat bingung karna aku tiba-tiba berjongkok.
Aku lalu menggeleng dan menempelkan jari di depan bibir. Isyarat untuk diam pada Shinta. Ia mengangguk tapi sekejap kemudian matanya melebar seolah melihat sesuatu yang mengejutkan.
"Permisi di sini ada Wulan ya?"
**
"Ngapain sih lo sembunyi segala?" Alwi tergelak di sampingku. Tadi, aku kepergok sedang berjongkok di balik meja pajangan di galeri seni DKV oleh Alwi. Cowok itu masuk begitu saja ke galeri seni mencariku.
Aku berdecak sembari melangkah lebih cepat. Ada beberapa genangan air yang tak sengaja aku injak. Dan aku sudah tak peduli lagi sepatuku basah dan ada percikan air di celanaku. Yang aku mau sekarang cuma pergi jauh-jauh dari Alwi. Tapi, cowok itu malah mengikutiku.
"Lo ngapain sih ngikutin gue?" Aku berhenti melangkah saat teras depan base organisasi sudah di depan mata.
Alwi juga berhenti melangkah. Cowok itu pun berbalik menghadapku. "Gue juga mau ke base tau, lagian kenapa sih lo cemberut terus? Gak dapet uang jajan ya?"
Aku semakin cemberut. Enak saja dia bilang begitu di saat uang saku ku memang menipis.
"Bukan urusan lo ya gue gak dapet uang jajan!" Aku menggertaknya.
Alwi malah tergelak.
"Kok lo ketawa sih?!"
"Alwi!" Tiba-tiba saja dari ujung parkiran yang mengarah ke posisi ku dan Alwi, Cahaya datang mendekat.
Hari ini gadis itu memakai rok di bawah lutut berwarna peach dan kemeja putih. Beberapa mahasiswa melihat ke arahnya. Tampak tertarik.
Aku berdecak pelan dan memutuskan masuk ke base daripada jadi obat nyamuk di antara Alwi dan Cahaya.
Ternyata di dalam base, Kak Fira sedang dimarahi oleh ketua DPO (Dewan Pengurus Organisasi) dan Kapel (Ketua Pelaksana) terkait kesalahan nama pada surat untuk ketua DPMU (Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas).
Karena aku juga bagian tim humas, aku juga ikut duduk di sebelah Kak Fira dan mendengar omongan panjang lebar soal kesalahan kami. Katanya kami tidak mengecek lebih detail surat-surat yang diantar.
Jujur saja aku tak terlalu mendengar kalimat selanjutnya yang diucapkan Kapel kami mengenai sebab fatal kesalahan surat itu. Karena fokusku teralih oleh chat dari Kristi yang tadi aku baca sebelum aku masuk base dan duduk di sebelah Kak Fira serta ikut dimarahi.
Pesan dari Kristi itu dikirim sepuluh menit yang lalu. Itu berarti aku masih bersama Fakhri dan Shinta di galeri seni DKV.
Isi pesannya benar-benar membuat aku merinding. Aku jadi overthinking dan mengaitkan hal ini dengan Mama. Dan juga dengan Tante Laras, sekretaris Mama.
Ada apa dengan semua ini?
**
Date : 17 Februari 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
[HS] Gerimis Siang Itu (✔)
Romance[Completed] [HS] = [Hujan Series] Urutan membaca : 1. [HS] Pagi Itu Hujan 2. [HS] Kembali Temu di Bawah Hujan 3. [HS] Gerimis Siang Itu ** Tempias gerimis mengenai kaca besar perpustakaan. Aku melihat tetesannya yang turun perlahan seperti anak...