**
"Gue rasa emang lo Lan, 'Wulan' yang sering disebut Alwi tiap dia lagi nelpon."
Kata-kata Kristi membuat aku semakin yakin. Kami berdua sedang berteduh di teras depan laboratorium SK(Sistem Komputer) ketika hujan kembali turun saat kami hendak ke lapangan basket lama untuk melihat pemasangan tenda bazar.
Aku diam tidak bisa berkata-kata. "Gimana ceritanya lo bisa nguping si Alwi yang telponan?"
"Jadi, tadi kan hujan terus gue neduh di klinik depan kampus. Ternyata ada Alwi juga. Karena orang-orang di sekitar gue gak ada yang gue kenal, terus daripada gue gabut sendirian gue deketin Alwi. Mau ngajak dia ngobrol kan. Eh pas gue udah di samping dia. Dia lagi sibuk ngobrol di telpon. Omongan Alwi yang gue denger tuh gini...'iya Bu. Kuliah Wulan lancar dan saya bisa pastiin kalau dia baik-baik aja di kampus. Ibu bisa percaya sama saya.'..."
Aku mengerjap beberapa kali. Memang sih Alwi menyebutkan nama Wulan. Tapi, apa benar itu aku. Logikaku bilang kalau yang punya nama Wulan bukan cuma aku.
Tapi, saat aku melihat Alwi yang berteduh di depan galeri seni DKV, Alwi juga sedang bertelepon dan mengirim chat menanyakan keberadaanku. Seolah pembicaraannya dengan seseorang di ujung sambungan telepon itu mengarah padaku. Entah ini hanya perasaanku saja atau tidak. Jujur aku bingung.
Hujan masih turun. Aku merapat ke dinding di sudut teras laboratorium SK. Kristi pun mengikutiku.
"Sebenernya Lan, gue udah dua kali denger Alwi ngobrol di telepon terus nyebut nama 'Wulan'," lanjut Kristi.
"Hah? Gimana?"
Kristi mengulang kembali, "gue udah dua kali nguping Alwi ngobrol di telpon. Gue berasa jadi tukang nguping deh." Ia meringis pelan.
"Kenapa lo baru ngomong sekarang?"
"Karena setelah 3 kali nguping gue baru nyadar kalau 'Wulan' yang Alwi sebut itu elo. Meskipun agak creepy tapi tiap gue nguping Alwi selalu bilang... 'Wulan baik-baik aja Bu. Saya bakal jagain Wulan. Ibu bisa percaya sama saya.'... dan gue rasa dia kayak lagi laporan sama nyokap lo."
"Nyokap gue?"
Aku terdiam. Lalu sekelebat ingatan tentang Mama yang terlihat lebih peduli padaku sejak aku mulai kuliah. Seperti mengingatkanku untuk selalu membawa jaket ke kampus, membuatkan sarapan sesekali, memasukkan payung ke dalam tasku, membelikanku pakaian yang aku suka, tas-tas baru, dan yang paling berlebihan adalah kemarin. Mie pedas level 3.
"Tapi ya Lan, kalau gue pikir-pikir lagi si Alwi lebih kayak ngejagain lo tau."
"Apaan! Creepy banget!" Kristi agaknya terlalu berpikiran positif. Memangnya dia kira kita ini berada di film dengan genre romansa apa?
Kristi tergelak. Merasa tak bersalah dengan ucapannya tadi. "Santai aja Lan. Percaya sama gue si Alwi gak punya niat jahat sama lo. Kalau tiap di telpon dia ngomong kayak gitu berarti dia emang ditugasin buat jagain lo. Gue udah nguping tiga kali loh Lan. Tiga kali!"
Kristi malah membuat ku yakin dengan kata-katanya. Dari yang aku lihat selama ini, cowok itu selalu ada di berbagai tempat di kampus yang juga ada aku di sana. Meskipun tak langsung bertemu tapi dalam beberapa kesempatan aku pasti melihat Alwi berada dalam jarak pandangku.
Kalau apa yang Kristi bilang benar berarti cowok itu lebih seperti memata-mataiku bukan menjagaku.
Dan kalau ini semua suruhan dari Mama, apa maksudnya Mama melakukan semua ini?
Maka tanpa basa-basi lagi, aku mengirimi Mama pesan.
From Mama :
Ma, kenapa Mama sewa orang buat mata-matain aku?**
Malamnya, aku nekat pergi ke tempat les Let's Say Hi! punya Tante Laras karena pesan chat ku tidak di balas Mama. Dibaca saja tidak.
Papan nama Let's Say Hi! sudah diganti jadi lebih bagus. Papan nama itu kini bercahaya dengan warna lampu beraneka ragam.
Dari luar tempat les itu terlihat lengang meskipun pintunya terbuka lebar. Aku melangkah masuk seraya menoleh ke kanan dan kiri mencari seseorang.
"Permisi," cicitku pelan ketika aku benar-benar sudah di depan meja administrasi yang kosong.
Tidak ada orang sama sekali. Tapi, naluriku bilang pasti ada orang di sini. Dan benar saja saat aku semakin melangkah masuk. Sayup-sayup aku mendengar suara obrolan yang berasal dari pintu kelas paling ujung yang terbuka.
Aku langsung mendekat lalu merapat di dinding dan memasang telinga baik-baik.
"Wulan sudah tau Al."
"Loh kok bisa?"
"Entahlah, Kakak liat sendiri dari chat yang dikirim Wulan ke Ibu."
Ternyata benar! Aku sudah tidak tahan lagi. Aku lalu melangkah masuk dan berseru. "Jadi selama ini Tante Laras sama Alwi mata-matain aku?"
**
Date : Sabtu, 19 Februari 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
[HS] Gerimis Siang Itu (✔)
Romance[Completed] [HS] = [Hujan Series] Urutan membaca : 1. [HS] Pagi Itu Hujan 2. [HS] Kembali Temu di Bawah Hujan 3. [HS] Gerimis Siang Itu ** Tempias gerimis mengenai kaca besar perpustakaan. Aku melihat tetesannya yang turun perlahan seperti anak...