**
Malam ini hujan deras. Aku membuka pintu utama dan merasakan tempias hujan mengenai lenganku. Aku buru-buru mengembangkan payung dan berlari kecil menuju pagar.
Mama pulang dengan mobilnya yang kalau tak salah baru aku lihat lagi hari ini, setelah satu bulan lamanya garasi kosong. Agaknya mobil Mama ditempatkan di kantor. Sebab, sesekali Mama pulang dengan angkutan umum.
Setelah mobil Mama sepenuhnya masuk ke garasi, aku bergegas menutup pagar.
"Wulan, Mama lewat sini ya." Mama menunjuk pintu dalam garasi yang tembus ke dalam rumah.
Aku mengangguk. Lalu menutup pintu garasi dari dalam dan mengikuti langkah Mama.
"Hujannya deras banget, Mama hampir aja kejebak banjir."
"Banjir dimana Ma?"
Setelah menutup pintu yang tersambung ke garasi, aku menuju ruang makan. Mama berada di sana.
"Di jalan depan sekolah kamu, kan emang suka banjir ya di sana. Dulu kamu pulang sekolah suka lepas sepatu kan kalau lagi banjir."
Aku tertawa kecil. Aku ingat betul apa yang Mama bicarakan. Duh, aku jadi nostalgia. Dulu, kalau hujan deras jalanan depan sekolahku akan tergenang air. Aku terpaksa membuka sepatuku untuk menerjang banjir menuju rumah. Sesampainya di rumah, Mama akan menyuruhku untuk bergegas mandi.
"Kok Mama inget?"
"Inget dong, kan Mama sering omelin kamu kalau kamu pulang sekolah gak pake sepatu. Padahal udah SMA, Mama heran kenapa kamu masih suka main air pas banjir. "
Aku nyengir. Tak berkomentar. Sebab hal itu memang benar.
"Oiya Lan, Mama ada beli makanan di luar tadi, coba ambil di mobil."
Aku menurut. Kembali ke garasi, lalu membuka pintu mobil. Ada bungkusan plastik yang di dalamnya terdapat dua buah styrofoam. Dari baunya tercium aroma pedas. Seperti mie pedas yang biasa aku beli di depan kampus.
Aku membawanya ke meja makan. Saat kembali, Mama sudah berganti pakaian dari setelan kantor jadi daster. Kalau begini aku merasa Mama benar-benar seperti Mamaku dulu yang sering mengomel tiap kali aku nakal.
"Itu mie pedas. Keluarga dari pegawai Mama ada yang jualan mie pedas. Ratingnya juga bagus Mama liat di aplikasi pesan antar makanan. Katanya, kalau lagi hujan gini cocoknya makan mie."
"Bener! Mama the best deh." Aku berseru setuju. Lantas lebih dulu membuka tutup styrofoam dan mendapati mie goreng pedas yang masih menguarkan hawa hangat yang pedasnya membuat aku berliur.
"Mama kayaknya gak kuat deh buat abisin. Banyak banget." Mama mengaduk mie gorengnya dengan sumpit. Menyumpitnya banyak-banyak lantas mengeluh karna porsinya besar.
Aku melihat mie gorengku dan mie goreng Mama. Membandingkannya. Warna mie gorengku lebih merah yang biasanya lebih pedas kan? Saat aku balik tutup styrofoam, tertulis angka 3 di sudut kanan tutupnya. Sama seperti mie yang biasa aku makan, angka 3 berarti level kepedasan tingkat 3.
"Punya Mama gak pedes ya?"
"Engga. Mama gak mau sakit perut nanti pagi. Soalnya harus langsung keluar kota, ada project yang Mama harus kejar..."
Dan Mama terus bicara mengenai pekerjaannya yang tidak aku mengerti. Meskipun begitu aku mendengarkan dengan baik.
"Kok mie pedas aku level 3 ya Ma?"
"Ha? Kenapa? Gak enak ya?" Mama malah balik tanya yang tak relevan.
"Bukannya gitu. Aku emang biasanya makan mie pedas level 3, dan ini enak. Cuma..." Aku tak berani melanjutkan kata-kataku saat Mama menatap ke arahku. Sial bulu kudukku kok merinding.
"Cuma apa? Kok gak dilanjutin?"
"Gapapa Ma." Aku nyengir. Lantas kembali makan.
Dan tak peduli selama beberapa saat Mama mengamatiku dalam diam.
Ini seperti kebetulan. Kebetulan yang rasanya malah membuat aku merinding dan mencurigai Mama. Seolah Mama bisa melihat apa yang aku lakukan di luar rumah.
Aku tak pernah bercerita pada Mama kalau aku suka makan mie pedas dengan tingkat kepedasan level 3. Aku juga tak pernah makan mie pedas di rumah. Soalnya asisten rumah tangga kami sering membuat masakan yang enak-enak. Dan akan sangat mubazir kalau aku malah beli makanan di luar.
Jika aku pernah makan mie pedas di rumah lalu asisten rumah tangga kami yang bicara pada Mama, hal itu masih bisa aku toleransi. Tapi, ini tidak.
Sekali lagi aku bilang kalau aku tak pernah makan mie pedas di rumah.
Atau Mama memang berinisiatif membeli mie pedas malam ini?
Hal itu masih bisa aku toleransi juga jika Mama membeli tingkat level kepedasan yang sama.
Tapi, tidak.
Milikku level 3 sementara milik Mama level 1.
Jadi... aku tak salah bukan merasa hal ini membuat aku merinding. Seolah Mama bisa melihat apa saja yang aku lakukan di luar rumah.
Atau bukan Mama... tapi ada orang lain yang melakukannya.
**
Date : Minggu, 23 Januari 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
[HS] Gerimis Siang Itu (✔)
Romance[Completed] [HS] = [Hujan Series] Urutan membaca : 1. [HS] Pagi Itu Hujan 2. [HS] Kembali Temu di Bawah Hujan 3. [HS] Gerimis Siang Itu ** Tempias gerimis mengenai kaca besar perpustakaan. Aku melihat tetesannya yang turun perlahan seperti anak...