**
Kelas yang berlangsung dua jam lebih itu akhirnya selesai. Jam empat tiga puluh sore kami akhirnya bisa bernapas lega, rasanya bebas dari kelas yang membuat kepala sesak. Kristi tampak mengantuk, ia meregangkan badannya lalu berjalan mendekati ku, "Lan mau langsung pulang?"
Aku mengangguk. "Iya Kris, kenapa?"
"Jalan dulu yuk, gue mau cerita."
Aku mendesah pelan. Agaknya masih tentang orang yang sama. Pantas saja, tadi sebelum kelas dimulai aku bisa melihat kantung mata Kristi sedikit bengkak.
"Kak Fikri ya?" tanyaku seraya mengamati wajahnya.
Kristi mengangguk lemah. Aku kembali mendesah pelan. Rasa-rasanya Kristi akhir-akhir ini juga kurang bersemangat. Ada apa lagi dengan hubungan Kristi dan Kak Fikri?
Kami memilih salah satu kafe di belakang kampus yang juga menyediakan makanan berat, jujur saja aku lapar. Dan rasanya mendengar Kristi curhat akan membutuhkan waktu yang lama. Namun, tak apa. Selagi dia bisa mengeluarkan semua unek-uneknya, aku siap mendengarkan. Setelah memilih tempat duduk di sudut kafe, aku memesan mienas dan es kosong sementara itu Kristi memesan milkshake strawberry.
"Kemaren sore Kak Fikri ngechat , dia nanya 'ada waktu gak nanti malem, aku mau nelpon', katanya. Tapi, gue tungguin sampai jam sepuluh dia gak juga nelpon gue. Akhirnya gue mutusin buat nelpon dia, dan lo tau yang angkat telponnya siapa?"
"Siapa?"
"Cewek. Gue gak tau dia siapa. Tapi, kayaknya mereka lagi asik, ketawa-ketawa gitu." Kristi menghela napas pelan. Dia memainkan sendok milkshakenya.
Pesanan ku datang. Aku mulai menyuap dan makan perlahan. Perutku lapar dan tidak bisa menunggu untuk tidak diisi sekarang juga.
"Gue pengen banget bisa lupain rasa suka gue ke Kak Fikri. Tapi kok rasanya susah." Suara Kristi mulai melemah, aku bisa melihat sudut-sudut matanya yang berair.
"Gue capek Lan kalau gini terus." Dan Kristi mengisak. Air matanya turun perlahan. Aku meninggalkan makananku yang masih tersisa setengah piring lalu duduk di sebelahnya. Merangkulnya.
"Lo pasti bisa suatu saat nanti. Sekarang mending lo pikirin gimana supaya gak nangis lagi, gak mikirin Kak Fikri untuk hari ini. Hari ini aja, gimana?" Aku berusah meyakinkannya.
Kristi sudah berhenti menangis, ia menoleh padaku seraya menghapus sisa basah di pipinya. "Caranya?" ia bertanya dengan suara lemah.
"Caranya biar gue yang pikirin."
Setelah itu, kita saling diam sembari menghabiskan pesanan masing-masing. Setelahnya kita pergi. Aku memutuskan mengajak Kristi untuk berkeliling di jalanan depan kampus. Langit sudah gelap, dengan semburat jingga yang tersisa di ufuk barat. Gerobak-gerobak makanan sudah berjejer di depan kampus. Aroma makanan yang masuk ke hidung benar-benar membuat ku lapar lagi.
Aku melihat semuanya dengan tatapan lapar dan menarik Kristi untuk mendekati salah satu gerobak yang menjual mie pedas. Jujur saja aku masih lapar.
Aku memesan dua porsi, lalu menarik Kristi untuk duduk. Mereka menyediakan beberapa kursi dan meja disini, kami duduk berdua di tempat duduk yang kosong. Selagi menunggu pesanan tiba, aku berujar. "Kris pernah gak lo ngerasa ditinggal sendiri?"
Kristi terdiam, aku tahu dia mungkin bingung dengan pertanyaan yang aku lontarkan tiba-tiba.
"Rasanya sepi," aku menjawab lirih seraya melihat kuning lampu jalanan yang cantik kontras sekali dengan langit malam.
"Lan lo lagi gak baik-baik aja ya?"
Aku tersenyum. Pesanan kami telah tiba. Tapi, aku enggan menjawab pertanyaan Kristi. Aku mengalihkan pembicaraan dan membahas tugas yang akan dikumpulkan minggu depan.
Untungnya Kristi teralihkan dan tidak menanyakan hal itu lagi. Sepi dan aku agaknya memang cocok. Kami telah bersama sejak kecil. Dan aku rasa sepi telah menjadi teman baikku. Setidaknya sepi tak pernah menghianati.
**
Regards,
cravesan
KAMU SEDANG MEMBACA
[HS] Gerimis Siang Itu (✔)
Romance[Completed] [HS] = [Hujan Series] Urutan membaca : 1. [HS] Pagi Itu Hujan 2. [HS] Kembali Temu di Bawah Hujan 3. [HS] Gerimis Siang Itu ** Tempias gerimis mengenai kaca besar perpustakaan. Aku melihat tetesannya yang turun perlahan seperti anak...