**
"Lan, bantuin beresin barang-barang buat dibawa nanti dong," begitu kata Kristi diujung sambungan telepon sepuluh menit yang lalu.
Berhubung barang-barang bawaanku sudah siap, aku memutuskan untuk membantu Kristi. Sekalian membawa barang-barangku dan kami akan pergi ke titik kumpul bersama-sama.
Sesampainya di kos Kristi. Aku dikejutkan dengan baju-baju yang berserakan di atas kasur. Kristi tampak nelangsa melihat ke arahku.
"Dapat kiriman puting beliung dari mana nih?" tanyaku sarkas dan berdecak pelan melihat helai pakaian Kristi dimana-mana. Ternyata bukan hanya di atas kasur saja, di karpet sebelah kasur juga ada. Aku tadi tak melihatnya sebab tertutup badan Kristi yang sedang membuka pintu untukku.
"Bantuin gue, please... gue belum packing ke dalam tas, gue juga bingung mau pake tas yang mana, duh nanti gue pakai baju apa ya Lan? Lo bawa perlengkapan mandi juga?" Rentetan kalimat itu Kristi ucap dalam satu tarikan napas.
Aku berdecak pelan melihatnya. Agaknya sebelum pergi ke lokasi latihan dasar kepemimpinan aku akan lelah duluan.
"Ambil semua barang yang lo perluin dan bawa ke sini, cepet!" Aku memberi perintah. Lantas Kristi dan ocehannya pun berlalu mengambil barang-barang yang ia perlukan. Sementara itu aku menaruh barang-barangku di sudut kamar.
"Baju yang mau lo bawa yang mana Kris? Yang di atas kasur?"
"Iya Lan!" Kristi menyahut dari dalam kamar mandi.
Aku pun memungut satu persatu baju Kristi yang berserakan di atas karpet dan menyusun kembali ke dalam lemari. Aku terus memberi perintah untuk apa saja yang perlu ia bawa dan yang tidak.
Begitu seterusnya hingga satu jam berlalu dengan cepat. Jam dinding di kamar Kristi menunjukkan pukul 11. Masih ada waktu sebelum jam 1.
Sekarang Kristi tengah sibuk memasukkan barang-barangnya ke dalam tas.
"Kenapa gak dari semalem lo packing sih Kris?" tanyaku seraya mengamatinya yang sibuk memasukkan barang-barang ke dalam tas.
"Gue bingung Lan harus bawa apa,"
Aku menghembuskan napas pelan. "Kenapa gak telpon gue aja?"
Kristi nyengir, "semalem Kak Fikri nelpon gue. Kita ngobrol sampai tengah malem." Dan tertawa setelahnya. Ia terlihat senang sementara aku mencebik pelan.
"Pantesan!" Aku berseru kesal. Tapi enggan mengomel panjang lebar karna percuma saja. Kristi sedang bodoh-bodohnya dengan cinta semu dari Kak Fikri.
Aku lalu merebahkan badan di atas kasur Kristi dan memandang lurus langit-langit kamarnya.
Kristi hanya tertawa sebagai tanggapan. Ia sibuk dengan ponselnya.
Hening sesaat sebelum Kristi kembali berujar, "mau makan apa Lan? Gue lagi banyak voucher diskon nih... ada ayam geprek, rica-rica, mie neraka, mie jahanam... mau yang mana?"
Aku menoleh pada Kristi sembari berpikir. "Karna kita bakal pergi naik bus gue gak mau makan pedes yang kemungkinan besar bisa bikin gue mules. Tapi kalo level 1 gapapa deh. Udah lama juga gue gak makan mie."
"Mie yang mana? Yang neraka atau yang jahanam?" Kristi bertanya lagi.
"Terserah lo Kris," jawabku dan kembali memandang lurus ke langit-langit kamar Kristi.
Kristi menyahut oke dan setelahnya hening kembali. Pikiran ku pun melayang kemana-mana. Terutama ke lokasi latihan dasar kepemimpinan nantinya. Pasti akan seru dan aku jadi tak sabar.
"Oh iya, alat itu!" Aku berseru ketika teringat alat pencuri dengar itu. Aku langsung bangkit dari sesi rebahanku. Hal tersebut membuat Kristi terkejut dan protes.
"Apa sih Lan?"
"Gue ada bawa sesuatu buat nanti di sana." Aku pun bergegas menarik tas ku yang berada di sudut kamar, mendekat ke Kristi lalu membuka zippernya dan mengeluarkan tiga alat pencuri dengar.
"Wow!" Kristi menatapnya terpana dan mengambil salah satu alat lantas mencobanya menuju balkon kamar. Ia mengulurkan antena ke balkon samping kamar dan terkejut saat mendengar obrolan dari dalam kamar itu.
"Gimana? Bagus kan?" tanyaku merasa bangga. Kristi mengangguk-angguk takjub dan tak bisa berkata-kata.
"Nah jadi, gimana caranya gue bisa bawa alat ini tanpa harus ketauan?"
Karna aku yakin sekali kalau panitia acara pasti akan mengecek isi tas kami. Meskipun tak ada peringatan yang pasti soal pengecekan ini. Mereka hanya bilang harus membawa barang-barang yang diperlukan dan jangan sampai tertinggal.
"Dimasukin ke baju aja Lan," sahut Kristi dengan opininya.
Benar juga sih...
Tapi, kalau jatuh gimana? Kalau hanya satu alat saja sih tidak apa-apa, tapi ini ada tiga. Menyelipkannya di dalam baju pasti akan membuatku tak nyaman.
"Lo gak punya kantong rahasia gitu?"
"Ish, lo kira gue doraemon."
Kristi nyengir.
"Bentar deh, rasanya ada zipper tersembunyi."
Setiap tas tangan biasanya di desain memiliki banyak zipper dan saku-saku kecil. Salah satunya tas yang aku gunakan ini. Karena sudah lama sekali aku tak melakukan perjalanan, jadi aku tak yakin berapa banyak zipper di tas tangan ini.
Namun, aku ingat dulu sekali saat bepergian bersama Mama, banyak barang-barang kecil yang Mama keluarkan dari dalam tas ini. Hal itu membuat aku takjub waktu itu. Makanya kenangan tersebut teringat sampai sekarang. Dan untungnya juga tas itu masih awet.
Aku lalu mengeluarkan semua pakaian ku. Lalu memeriksa bagian dalam tas. Dan...
Wuah! Luar biasa! Aku menemukan dua zipper tersembunyi di bagian bawah dan bagian samping dalam tas.
Tanpa banyak gaya, aku langsung memasukkan 3 alat pencuri dengar itu ke dalam dua zipper tersembunyi tersebut.
"Zipper rahasia," ujar Kristi lantas tertawa.
Aku juga tertawa. Bersamaan dengan ponsel Kristi yang berdering tanda panggilan masuk. Delivery makanan kami tiba, saatnya makan.
**
Date : Jum'at, 31 Desember 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
[HS] Gerimis Siang Itu (✔)
Romance[Completed] [HS] = [Hujan Series] Urutan membaca : 1. [HS] Pagi Itu Hujan 2. [HS] Kembali Temu di Bawah Hujan 3. [HS] Gerimis Siang Itu ** Tempias gerimis mengenai kaca besar perpustakaan. Aku melihat tetesannya yang turun perlahan seperti anak...