18. Pilih Kasih

24 11 3
                                    

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**

Sial sekali. Sisa hari di villa ini akan aku habiskan dengan berbaring di kamar. Perutku kram dikarenakan tamu bulanan lalu ditambah magh dan juga masuk angin.

Aku menggeram pelan saat merasa perutku dikorek dari dalam. Sakit sekali. Aku ingin menangis saja rasanya.

"Lan?" Kak Fira muncul setelah mengetuk pintu. Ia mendekat dengan nampan berisi makanan yang ia bawa.

"Makan dulu, ini cuma bubur instant sih tapi lebih baik daripada lo gak makan apa-apa. Persediaan makanan cuma yang keras-keras dan gak baik buat lambung lo yang lagi magh. Jadi adanya cuma ini." Kak Fira menaruh nampan itu di sisi tempat tidurku.

Aku berusaha duduk dan meringis pelan karna rasanya duniaku jadi berputar. Aku memejamkan mata sesaat dan memilih menyandarkan kepala pada kayu penyangga ranjang.

"Lo pucet banget astaga," Kak Fira mengambil bantal untuk menjadi sandaran punggungku. Aku tersenyum lemah dan meringis lagi. Rasanya kepalaku mau pecah.

Kak Fira menyuapiku. Aku menerima suapan demi suapan dari Kak Fira. Karna tanganku gemetar dan tak bisa digunakan untuk menyuap sendiri.

"Maaf ya Kak gue jadi ngerepotin." Aku jadi merasa tak enak.

"Jangan minta maaf. Lo gak salah. Ini emang udah jadi tugas gue, gue kan tim medis jadi gue yang harus rawat lo yang lagi sakit."

Aku tersenyum lemah dan menerima suapan bubur dari Kak Fira lagi. Rasanya hambar, agaknya lidahku sudah mati rasa. Tapi, baiknya kepalaku sudah tak sakit lagi. Duniaku sudah tenang dan aku bisa melihat wajah Kak Fira dengan jelas.

"Besok kita pulang jam berapa Kak?"

"Hmm... kayaknya jam 12 an deh. Gak pasti juga sih."

Kak Fira menyuapiku lagi. Kali ini dengan suapan besar karna ini adalah suapan terakhir.

"Yeay habis!" Kak Fira berseru senang. Seolah aku anak kecil yang habis ia suapi. "Nah sekarang lo tinggal minum obat terus tidur."

Aku mengangguk patuh. Menerima satu kaplet obat dan meneguknya dibantu segelas air.

"Gak papa Kak gue gak ikut kegiatan lainnya?"

"Gak papa. Lo lagi sakit. Harusnya lo dianter pulang bukan malah di sini. Emang ya orang-orang pada pilih kasih." Kak Fira mendengus di akhir kalimatnya. Ia terlihat kesal.

"Lo tau Kan Cahaya? Dia tadi sakit terus dianter pulang." sambungnya.

Aku mengangguk.

"Gue yang ngecek keadaan dia. Dia cuma demam dan masuk angin. Gue udah kasih obat dan dia juga udah baik-baik aja. Tapi, tau-tau si Fadil dateng dan bilang kalau Cahaya harus dianter pulang karna sakit. Padahal dia udah gak pucet dan juga udah bisa jalan sendiri tanpa harus dibantu. Nah lo duduk aja keliyengan. Emang si Fadil sama aja kayak Fikri gak bisa liat cewek cantik dikit aja lagaknya sok baik."

Aku mendengar seksama. Sakit kepalaku sudah hilang. Hanya tinggal rasa sakit di perutku yang seperti diremas-remas. Aku tertawa lirih. Hal itu membuat Kak Fira menatapku.

"Biarin aja Kak. Namanya juga cowok. Yang cantik yang harus diduluin dong. Gue yang biasa-biasa aja dan kadang dianggap cowok mah ditinggal di  belakang. Gak penting." Aku mencibir setelahnya. Kalimat itu begitu memuakkan.

"Kata siapa lo gak penting?" Pintu tiba-tiba saja terbuka dan sosok Alwi berdiri di sana.

Aku terkejut dengan kehadirannya. Seingatku Alwi mengantar Cahaya pulang tapi kenapa cowok itu bisa ada di sini sekarang?

Kak Fira tak kalah terkejut. Dan agaknya berlebihan. Ia langsung berdiri lantas bertanya garang. "Lo kenapa main buka-buka pintu kamar perempuan?"

"Ah itu..." Alwi mati kutu.

"Wah kayaknya ada yang perlu dikasih pelajaran nih, sini!"

"Maaf Kak." Lantas Alwi pergi begitu saja meninggalkan Kak Fira yang meraung marah dan mengejar cowok itu.

Aku menapakkan kaki ke lantai kamar dan berjengkit karena rasanya begitu dingin. Pelan-pelan aku mencoba berdiri seraya berpengangan pada kayu penopang ranjang tingkat. Badanku masih lemas tapi aku masih bisa berjalan pelan.

Aku menuju pintu kamar. Tadinya untuk menutup pintu dan kembali ke kasur untuk tidur. Namun, aku malah mendapati susu kotak coklat ditaruh di lantai samping pintu dengan sticky notes kuning yang menempel.

Untuk Wulan dari Alwi
Cepat sembuh Wulan

Aku menarik senyum dan membawa susu kotak coklat kembali ke kamar setelah menutup pintu.

**

Aku tersentak seperti dipaksa bangun dari tidurku. Jam dinding menunjukkan pukul 2 pagi. Kamar lengang tak ada orang, agaknya mereka semua di luar melakukan kegiatan latihan dasar kepemimpinan. Aku mengendarkan pandangan ke sekelilingku dan mencium bau bunga melati. Aku pun langsung berdiri dan lupa sakit di perutku yang masih menyiksa meskipun tidak sesakit tadi.

Lantas aku merangkak ke bawah kasur untuk mengambil alat pencuri dengar yang aku simpan di sana. Kemudian aku mengambil dua alat pencuri dengar lagi yang tersimpan dalam tas lalu memasukkannya ke dalam jaket yang aku kenakan.

Aku memastikan 3 alat itu aman di dalam jaketku. Baru aku melangkah keluar kamar. Aroma melati masih samar-samar tercium. Aku acuh saja menuruni anak tangga dan berpapasan dengan salah satu panitia yang kemudian membawaku keluar villa.

Ternyata api unggun sudah menyala. Semuanya hening dan memerhatikan ke satu arah. Yaitu ke Kak Dito yang sedang bicara mengenai rumor tentangnya. Aku refleks menatap Sasa yang terlihat merona.

Aku mengulum senyum dan berjalan mendekati barisan lingkaran itu. Namun, belum sampai aku melangkah mendekat dengan barisan lingkaran api unggun itu, tiba-tiba saja dari dalam villa terdengar pekikan nyaring disusul teriakan, "Nadine pingsan!"

**

Date : Minggu, 9 Januari 2022

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Date : Minggu, 9 Januari 2022

[HS] Gerimis Siang Itu (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang