"Yuk lah, bantuin."
Nanda mengangguk pasrah. Padahal ia capek, habis jalan masukin lamaran ke sana-ke mari. Ijazah belum turun, kerja apa aja Nanda bakal jabani. Sebelumnya dia jaga lapak mendoan. Bangkrut nggak balik modal, dia diberhentikan. Sekarang nganggur lagi. Meski ada juga kerjaan bantu Kiki. Jadi admin nyatetin pesenan dan diajak Kiki nganterin barangnya.
"Udah buruan. Keburu sore ni kita kemaleman nganterin barangnya."
Kiki menarik tangan Nanda yang hendak baring di lantai kayu rumah kontrakan Kiki.
"Iya, iya. Tapi ntar traktir sop buah ya," tawar Nanda.
Kiki mengangguk. Kemudian mulai duduk di depan perabotan dapur yang sudah dia tata sedemikian rupa. Jadwal hari ini adalah live jualan alat dapur. Empat hari lalu dia live jualan baju anak. Semua produk ada jadwal masing-masing untuk live sesuai dengan tema.
Nanda membuka ponsel. Kiki juga membuka sosial media bergambar biru miliknya. Mulai menyalakan kamera dan siaran langsung pun dimulai.
"Yak, Say. Kita balik lagi buat tawarin produk andalan ibu-ibu di dapur. Tapi lebih dulu bantu share dan komen ya, Say. Share sebanyak-banyaknya biar dagangan kita laris manis. Yuk, Say. Ada blender stainlis, murah aja. Kasih seratus lima puluh ribu saja. Set pisau sultan juga ready ya, Say, enam lima aja. Hari ini, khusus hari ini banyak diskon."
Kiki terus mengarahkan layar ponsel belakang ke arah produknya. Nanda sigap membalas komen, menyematkan no WA yang bisa dihubungi dan mencatat pesanan yang datang.
Siang menjelang sore yang membuat mulut Kiki berbusa, napas tersenggal, dan baterai HP megap-megap karena lupa dicas sebelumnya.
***
"Beneran nikah nih?" tanya Daru, teman kerja Ozi kala keduanya sedang mampir makan bakso sepulang kerja.
Ozi hanya mengangkat bahu sebagai jawaban, karena bibirnya sedang mencumbu sedotan.
"Yah, mau gimana lagi. Biar bisa keluar dari rumah, ngontrak sendiri. Lagian Mbak Helen udah ngancem segala biar aku mau nikah."
Daru ikut trenyuh juga dengan nasib sang teman. Ia tahu manusia berbatang di depannya ini masih mengharapkan mantan pacarnya yang pergi ninggalin Ozi seperti permen karet. Habis manis dibuang gitu aja. Mana Ozi bucin setengah sekarat pula. Sampai-sampai Daru pernah diajak keliling nyari sang mantan dan hampir naik pesawat yang bernasib kecelakaan.
"Dia cakep nggak?"
Ozi menggeleng pelan. "Biasa aja. Pendek dia, Ru. Mana enak diajak ngapa-ngapain."
Daru menempeleng kepala Ozi. "Sialan. Anak orang dikatain, bawa-bawa fisik. Dosa loh."
Ozi melengos. "Kenyataannya gitu. Beda sama Ambar."
Menyebut nama sang mantan, Ozi makin sedih saja. Ia sudah memberikan hatinya untuk perempuan semampai, berparas jelita, bertubuh aduhai, dan tentunya suka merabanya di mana-mana. Sayang, Ambar pergi gitu saja tanpa kabar.
"Ambar jangan dibawa-bawa deh, Zi. Lupain dia, tatap masa depan. Udah waktunya kamu move on. Pilihan Mbak Helen pastinya yang terbaik buat kamu."
***
Seperti Cinderella yang tak dicintai oleh orang tua sambung, begitulah nasib Kiki. Jadi yatim piatu, tinggal sendiri dan terpaksa diakui oleh pamannya sebagai anak asuu tak dianggap. Soal pernikahan begini pun keluarga pamannya tak mau repot apalagi menggelontorkan uang. Alhasil acara pernikahan diadakan di rumah Helen. Tak ada acara mewah, sekadar sah dan tamu undangan bisa makan sambil duduk.
Lama-lama Kiki merasa jadi Gama saja. Orang tua sambung yang macam Pak Dodot ingin mengklaim hak asuhnya, tapi malah mengais rupiah menjual belas kasihan orang. Di depan manusia lain berlagak sedih dan peduli. Di belakang, hanya diperas tenaganya semata. Makanya Kiki memilih kembali ke rumah kontrakan saja ketimbang hidup dengan pamannya yang munaprik.
"Selamat ya, Mbak. Kenalin, saya Daru, temennya Ozi. Salam kenal ya. Samawa," ucap Daru di depan sepasang pengantin canggung yang sedang PPKM karena menjaga jarak aman.
Memaksakan senyum, Kiki membalas sapaan dan jabat tangan Daru. "Makasih, Mas Daru buat doanya ya."
Daru kemudian mendekat ke arah Ozi. Memeluk sang sahabat sambil menyisipkan sesuatu di saku jas warna hitam. "Buat persiapan nanti malam. Jangan sampai kendor, Bos!" bisik Daru di dekat telinga Ozi.
Selepas Daru pergi, Ozi dan Kiki harus menghadapi tamu-tamu yang datang. Kebanyakan dari keluarga dan teman-teman Ozi. Dari pihak Kiki, ah bisa dihitung jari saja. Karena memang ada di luar pulau. Temannya yang akrab di kampus saja yang diundang. Nggak mungkin satu angkatan dia undang semua.
Hingga sore hari, acara baru selesai. Tamu-tamu sepi. Helen pun langsung meminta merubuhkan tenda.
***
Kamar Ozi memang tak luas. Tapi, kasurnya bukan dipan. Khas anak bujang yang hanya butuh tidur nyenyak saja. Dan tak lebar juga.
Masalahnya, Kiki kan baru kenal Ozi. Ia ada di sarang laki-laki itu. Sudah jelas akan tidur satu ranjang berdua. Mana kecil, pasti mereka berdua akan dempet-dempetan. Iuh ... membayangkan saja Kiki bergidik ngeri. Ia belum siap melepas selaput daranya dibobol burung yang belum ia ajak kenalan secara akrab.
Ozi, si pemilik kamar malah adem ayem saja merasa tak terjadi apa-apa. Malah dengan santai masuk kamar habis mandi dan cari baju di depan lemari, masih dengan handuk di pinggang. Untung saja ada kamar mandi dalam kamar Ozi.
"Ngapain bengong di situ? Kamu nggak mandi? Seenggaknya ganti baju apa gimana."
Ditanya seperti itu, Kiki hanya meringis lalu beranjak ke kamar mandi. Jantungnya dag dig dug harus berduaan dengan laki-laki dalam kamar.
Sengaja dilama-lamain, Kiki akhirnya keluar. Tak tahan juga kalau lama-lama di kamar mandi. Engap rasanya.
Begitu keluar kamar mandi, ia dapati sang suami malah tengkurap sambil nonton HP siaran sepak bola. Aduh, sekarang Kiki punya suami. Astaga, habis ini dia harus apa ya?
Mendengar gemerusuknya Kiki membuka ransel untuk mengeluarkan tas make up miliknya, Ozi langsung menoleh.
"Kirain pingsan di dalam. Aku habis BAB tadi. Takutnya masih ada sisa bau, kamu sedot terus pingsan. Syukur deh, kamu masih utuh."
Astaga, suaminya kok begini amat. Iya sih, ia tadi masih membaui aroma tidak menyenangkan. Tapi langsung ia penuhi ruangan tersebut dengan aroma sabun.
"Aku tidur di mana?" tanya Kiki hati-hati.
"Ya di sini lah. Nggak ada kamar sisa lagi."
Ozi duduk dan menatap istrinya yang duduk sambil memangku tas ransel. Sang istri yang memakai baby doll gambar Pooh itu masih kelihatan bingung juga.
"Tenang, kita nggak ngapa-ngapain kok. Aku belum kenal kamu. Bisa dibilang chemistry antara kita belum ada. Jadi ya, anggep aja temen kos. Tapi nih, kalau kamu mau buka selangkangan minta digauli malam ini dan kamu maksa banget kayak kebelet gitu, bisa aja sih. Ntar kasih kode aja," tutur Ozi dengan bola mata memutar ke segala arah. Enggan menatap Kiki yang ternganga.
Kiki hanya melongo dan langsung melempar Ozi dengan tas ranselnya.
____
Oke, tenang. Pelan-pelan kita cari tahu prosesnya mereka pertama kenalan gimana. Happy reading ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Live
Humor"Barang ready, Say. Kepoin aja yuk. Gercep pokoknya. Naikkan no WA biar admin catat sekalian pesanannya ya." Kisah Kiki, pedagang online yang mengadu nasib di kota berjuluk pesut Mahakam. Dipaksa nikah hanya dengan alasan 'biar ada yang jagain'. Ad...