11. Eksekusi Pisang

350 64 13
                                    

Obrolan sebelum Kiki memulai debutnya. Kala keduanya berhenti untuk istirahat setelah mengantar pesanan. Saran Nanda yang menguatkan jiwa raga Kiki agar karirnya sebagai seorang istri mulai ia geluti dengan totalitas.

"Gini, Ki. Namanya rumah tangga ya, biar kalian dijodohin. Tapi soal kebutuhan biologis nggak bisa lama-lama ditahan. Kalau Ozi emang normal, ya wajar pisangnya bangun pagi-pagi. Masih untung loh, kamu tahu dia normal. Gimana kalau seandainya si Ozi nggak bangun sama sekali. Impoten, Ki. Uh, ngeri!"

Nanda membayangkan dengan wajah ketakutan sambil menekan kedua pipi.

Kiki ikut ngeri juga. Masalahnya, ia tak tahu menahu dalam hal berbirahian. Hanya tahu kalau laki-laki bakal mimpi ewita alias wik-wik sama cewek random di mimpi yang paginya bikin basah celana. Lalu, ia juga tahu kalau milik laki-laki itu suka dielus sambil bayangin cewek sampai nyembur kalau udah nggak tahan. Kiki menduga Ozi melakukan yang kedua saat ia pergoki.

"Tapi aku belum siap dibobol, Nan. Keperawananku masih kusayang-sayang."

Ya kali, dua puluh tahun lebih ia menjaga kesuciannya, masa diserahkan gitu aja sama laki-laki yang belum ia kenal lama. Kayak beli kucing dalam warung. Siapa yang tahu Ozi ini makhluk pejantan yang doyan tusuk sana-sini apa cuma dirinya saja. Kena penyakit bisa berabe dong.

Sungguh bayangan Kiki yang ekstrim dan protektif sekali dengan persoalan permimikan.

Nanda masih terus merongrong Kiki. "Nggak usah minta dibobol dulu nggak papa kali, Ki. Minimal kamu bantuin Ozi keluarin. Sayang loh, coli sendiri malah jadi dosa. Padahal ada istri yang bisa nampung."

Kiki melotot. "Lah, kok kesannya aku ini tandon air?" Kiki tak terima dong.

Nanda menggeleng dengan telapak tangan. "Ya nggak gitu lah."

"Terus, cara bantuinnya gimana tanpa jebol punyaku yang rapet ini?"

Nanda meringis. "Kenalan sama pisang Ozi dulu."

Kiki bergidik. "Ih, lihat aja aku udah ngeri. Mana  dia kok gede gitu sih, Nan."

Nanda mendesah. "Kalau kecil, pisang punya kucing kali ah. Ya emang segitu ukurannya."

"Apa aku merem aja pas ngajak kenalan?"

"Astaga, mana enak sambil merem, Ki."

"Yah gimana solusinya."

Nanda membenarkan posisi duduknya. Ia seruput es kelapa muda sejenak untuk mengumpulkan tenaga.

"Misal nih, Ki. Ibarat jari aku ini pisangnya Ozi."

Nanda menunjuk ke samping. Di mana jari telunjuknya akan jadi obyek percobaan sebagai simulator. Kiki memperhatikan dengan saksama.

"Oke. Biar gedenya jauh beda, aku mulai bayangin nih."

Nanda melanjutkan. "Nah, kamu coba pegang. Dipegang dulu deh, Ki. Kalau udah, rasain teksturnya. Masih lembek apa udah keras. Kalau masih lembek, kamu pijit pelan."

"Lembek kayak mi kuah?"

Nanda mendorong kening Kiki hingga kepala gadis itu terpental ke belakang.

"Kok mi sih, Ki. Astaga ini anak. Yuk lanjut."

Kiki mengangguk. "Ok. Lanjut. Habis nggak lembek alias udah keras, diapain?"

"Kalau keras, tandanya Ozi mulai terangsang. Yang perlu kamu lakukan selanjutnya harus pakek teknik. Masih amatir nggak papa, ntar juga pinter kalau banyak praktek dan belajar."

"Oke, Bang Ozi terangsang sama pijatan tanganku yang gemulai. Lanjut!"

"Genggang si pisang, lalu gerakkin tangan kamu dari depan ke belakang. Awalnya seret, makanya pelan."

LiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang