25. Dimadu

203 43 13
                                    

Menatap langit-langit kamar, rupanya sudah ada sawang yang bertengger cantik di sana. Kedua tangan Ozi terlipat menjadi bantalan kepala. Ia merenungi malam ini yang dilanda kegalauan.

Kiki di sampingnya sudah lelap karena sudah menenggak racun mie kuah telur ceplok ditambah irisan cabe yang membuatnya kenyang dan Langsung tertidur pulas.

Ia tidak tahu bagaimana harus menyikapi masalah yang telah menimpanya ini. Ambar yang dulu pernah merenda merah jambu dengannya hadir kembali di saat ia mulai menapaki rasa nyaman dengan istrinya.

Bukankah pernikahan ini juga karena paksaan dan cintanya pada Ambar adalah tulus? Sejujurnya rasa itu memang masih ada. Hanya saja sepertinya mulai pudar saat Kiki datang menyapa pintu dalam hatinya.

Ozi sampai berpikir apakah ia memadu Kiki saja. Menjadikan Ambar istri kedua, saking tidak bisa memilih Karena dua-duanya tidak bisa Ozi tinggalkan. Ambar yang di awal pernah berjuang bersamanya dan Kiki yang menjadi tanggung jawabnya di hadapan Tuhan.

Sebenarnya jika dibilang, bisa saja Ozi ini sedang akan melakukan tindakan kekerasan batin. Menceraikan Kiki dan memulai hidup baru dengan Ambar. hanya saja Ozi tidak setega itu menghabisi perasaan Kiki begitu saja.

Meskipun Kiki juga terpaksa menikah dengannya, tapi Ozi acungi jempol empat untuk sang istri yang sudah rela melayani dan selalu menemaninya dalam suka maupun duka. Rela bangun pagi, rela diajak hidup di rumah kontrakan bahkan merelakan keperawanan dibobol olehnya.

Dua perempuan yang menurut Ozi tidak bisa disakiti salah satunya. Jadi pilihan satu-satunya adalah menjadikan mereka berdua menjadi satu atap. Hanya saja memangnya Ozi ini siapa berani-beraninya beristri dua. Gaji saja pas-pasan, muka juga lumayan ganteng, rumah saja masih ngontrak kok berani-beraninya menafkahi dua ratu di atap yang sederhana ini.

Lama melamun membuat Ozi jadi tak bisa tidur. Ia bangun dan keluar kamar, menyalakan lampu untuk membimbingnya menuju dapur. Mencari sisa makanan yang mungkin saja masih tertinggal di meja.

Rupanya sudah tidak ada apa-apa karena makanan terakhir yang mereka berdua makan adalah mie instan kuah pedas dan telur ceplok.

Begitu melangkahkan kaki keluar dapur, Ozi melirik pada pisang yang ada di atas piring. Ia baru ingat Kiki kemarin membeli pisang ulin. Lima ribu dapat dua sisir. Sebagian sudah habis kemarin tinggal setengah sisir saja.

Diambil satu piring tersebut, dibawa ke depan TV. Menyalakan acara guna menghilangkan kegabutan malam yang melanda.

Mengupas pisang sambil mencari-cari channel acara yang ingin ia tonton malam ini. Melirik jam rupanya sudah pukul satu dini hari. Ada berita penggerebekan menjadi sasaran perhatian Ozi.

Sudah habis empat buah pisang masih belum juga merasakan kantuk. Padahal ia juga sudah rebahan dengan posisi paling nyaman. Menumpuk bantal tinggi dan tangan terlipat di dada.

Mengambil ponsel yang ada di samping, ia coba bermain game di sana. Baru juga satu putaran main sudah merasa bosan. i
Insomnia dadakan ini membuatnya kebingungan. Bahkan ia sampai melihat semua status WA di kontaknya satu persatu.

Meletakkan lagi ponsel dan kembali pada layar televisi, hingga sebuah pesan datang. Ozi mengambil lagi ponselnya. Melihat ada pesan baru dari Ambar.

_Kok belum tidur udah malam kayak gini_

Ozi mengetikkan balasan. _Belum. kamu juga kok tahu kalau aku belum tidur?_

_Tahulah Kan kamu habis buka Story WA aku. Udah pasti kamu idup. Masa pas tidur bukain status WA_

_Oh iya juga sih_

_Kenapa kok nggak tidur. Boleh telepon nggak pengen ngobrol aku lagi gabut nih_

Ozi mengambil headset di dekat televisi. Mencolokkannya dan memasang di telinga lantas mengetikkan juga balasan buat Ambar.

_Boleh_

Dimulai dengan Ambar di sana menyapa Ozi lebih dahulu.

"Kenapa kok belum tidur? Udah malam loh. Besok kan kamu kerja."

"Nggak tahu, lagi nggak ngantuk aja. Belum bisa tidur. Kamu sendiri kenapa nggak tidur kan kamu juga besok kerja," balas Ozi membalikkan pertanyaan yang sama.

"Sama dong nggak bisa tidur juga. Nggak tahu kenapa emang ya, kita tuh suka sehati banget. Apa-apa selalu sama. Jangan-jangan itu pertanda kita jodoh nih."

Ozi tersenyum kecil. "Bisa aja kamu ngait-ngaitkan. Memangnya kalau sama-sama nggak bisa tidur kayak gini namanya jodoh?"

"Kan emang kita banyak kesamaan sih dari dulu. Harusnya kita jodoh kalau nggak gara-gara keduluan sama Kiki aja."

"Meskipun Kiki nggak ada, yakin nih kita bakalan berjodoh?" goda Ozi seakan tak mau terbawa perasaan dengan keresahan dan kekesalan yang dilontarkan oleh Ambar.

"Yakin dong. Pokoknya kamu itu jodoh aku, nggak boleh sama orang lain."

Ozi terkekeh. "Dih, masa gitu sih."

"Kamunya mau nggak kasih aku kesempatan?"

"Kesempatan yang gimana dong, Mbar. Kan aku udah nikah sama Kiki masa aku harus nikahin kamu juga. Nanti aku jadinya punya istri dua dong. Satu aja bingung masa mau nambah lagi."

"Nggak papa dong jadiin aku istri keduamu. Aku rela sih, asalkan itu sama kamu bukan orang lain. Aku juga rela dimadu dengan Kiki," ungkap Kiki terang-terangan makin membuat Ozi geleng-geleng kepala.

Bisa-bisanya Ambar senekat itu sampai rela dimadu. Perempuan mana juga yang gila. Ambar ini terobsesi pada ozi. Apakah memang perempuan yang sudah bucin akan melakukan hal yang sama, rela mengesampingkan apa pun demi memuaskan keinginannya seperti yang dilakukan Ambar. Menawarkan diri dengan cuma-cuma padahal tahu resiko yang harus ia tanggung. Tidak hanya dirinya yang nantinya dianggap sebagai pelakor dan sebagai istri kedua saja, melainkan ia juga harus siap berbagi hati dengan Kiki.

Tak hanya hati seharusnya dibagi, ranjang juga. Karena tak mungkin satu ranjang bertiga. Ranjangnya dengan Kiki saja sudah penuh malah ketambahan Ambar di antara mereka. Bisa-bisa kasur itu jebol sebelum waktunya.

"Gila kamu, Mbar. Masak aku harus beristri dua mana bisa satu atap ada dua ratu yang harus aku urus."

"Nggak apa-apa, Zi. Aku bisa kok mengakrabkan diri dengan istri pertama kamu. Atau kalau dia lagi nggak bisa layanin kamu, aku juga bisa jadi cadangan."

"Ya nggak gitu juga kali konsepnya, Mbar. Jadi istri kedua, kamu harus siap dengan omongan tetangga. Terus rela juga lihat aku sama Kiki mesra-mesraan. Lagian ranjang nggak cukup, Mbar," canda Ozi yang diiringi tawa keras.

"Ah ranjang sih bebas. Mau main di lantai juga aku siap, asal sama kamu sih. Semuanya itu aku nggak masalah."

"Ya aku yang masalah dong. Masa bikin anak orang nggak nyaman hidup sama aku. Apalagi dua istri lagi, ya harus bisa bikin senang dan puas dua-duanya," tanggap Ozi lagi.

Ozi yang tengah bercanda dengan Ambar di telepon, rupanya tak menyadari ada sepasang telinga yang mendengarkan dari tadi. Sambil mengurut dadanya dan mengejamkan mata membayangkan Kiki benar-benar dimadu oleh Ozi. Hidup satu atap dengan perempuan lain apalagi harus main bertiga. Membayangkan saja sudah remuk redam ginjal, pankreas dan usus Kiki terlebih Hatinya sudah hancur lebur.

___

LIVE terbaru udah tayang di KARYAKARSA ya seperti biasa.

LIVE terbaru udah tayang di KARYAKARSA ya seperti biasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang