12. Ternoda

268 57 8
                                    

Kiki senang akhirnya ia bisa segera mengeksekusi ajaran yang diberikan oleh Nanda. Bagaimana menyenangkan pisang yang lembek jadi keras kembali.

Di hadapannya sudah terpampang pisang milik laki-laki yang masih menangis tersedu-sedu sambil terus menutupi wajahnya dengan tangan.

"Abang apaan sih pakai nangis segala, kayak anak kecil," ejek Kiki yang merasa aneh sekali suaminya tersebut. Padahal ia berniat baik membantu dan belajar agar suatu saat jika diminta, dirinya sudah mahir.
Toh ini semua dilakukan Kiki untuk menjadi seorang istri yang berdedikasi.

"Kenapa kamu main pegang aja. Aku kan belum siap," kata Ozi di sela-sela tangisnya.

"Kapan siapnya, ini udah kebuka juga. Yang penting aku udah kenalan sama dia."

Kiki langsung membuka chat dari Nanda, di mana sahabatnya itu mengirimkan link video tutorial memegang pisang untuk amatir seperti dirinya. Meski Kiki melihat perbedaan yang jauh saat dilihat tadi pagi dan juga saat ini. Oh, ia tak masalah. Nanda sudah menjelaskan kondisi pisang di saat-saat tertentu.

"Aku mulai ya, Bang," kata Kiki yang mulai lemaskan jari-jemari kanan maupun kiri. Menggerak-gerakkan lalu ia tekuk setiap jari hingga berbunyi. Seolah-olah ia pemanasan hendak melakukan kegiatan yang menguras energi.

Ozi tak merespon apa-apa. Ia sudah tersedu-sedu membayangkan dirinya akan tamat malam ini juga.

Perlahan dengan keberanian yang sudah terkumpul sejak siang, Kiki memberanikan memegang benda itu. Awalnya hanya menempelkan jari telunjuk pada ujung di mana ada lubang kecil yang membuat Kiki gemas.

Baiklah, sekarang step pertama ia akan mulai memegang dengan cara menggenggam benda tersebut. Memastikan tekstur, berapa besarnya jika ia letakkan dalam genggaman tangan.

Benda lembek itu tiba-tiba mulai mengeras dan tegak mengacung, membuat Kiki melotot kaget. Marena tak mengira reaksi pisang itu begitu cepat.

"Wah, udah sukses berarti ini pelajaranku," bangga Kiki dengan kemajuannya. "Abang mau keluar nggak?" tawar Kiki siapa tahu Ozi membutuhkan bantuan tangannya sekarang.

"Nggak usah, Ki. Makasih," jawab Kiki masih dengan rasa malu, kecewa, kesal yang bercampur jadi satu dalam serak tangis suaranya.

"Beneran nih?" tanya Kiki lagi, siapa tahu Ozi masih malu.

"Beneran udah cukup, itu aja."

Kiki mengangguk lalu melepaskan tangannya dan memakaikan celana kolor, barulah sarung kembali. Setelah itu menarik tangan di wajah sang suami.

"Udah selesai, Bang. Bangun, nggak usah nangis lagi. Sana lanjut nonton bola, aku mau ke kamar mandi dulu," pamit Kiki seolah tak merasa bersalah telah melakukan pelecehan tak senonoh pada Ozi yang terkapar tak berdaya.

Sepeninggal Kiki yang cuci tangan di kamar mandi, perlahan Ozi bangkit terseok-seok merangkam masuk kamar. Lalu naik ke kasur, tengkurap dan melanjutkan tangisnya. Seolah-olah dirinya kini sudah hancur. Kesuciannya telah diambil paksa.

Kelelahan meratapi nasib, membuat Ozi tertidur dengan masih posisi tengkurap.

Tak menghiraukan kerepotan Kiki yang mengunci pintu depan, matikan lampu, mematikan televisi kemudian baru menyusul Ozi yang tidur duluan.

Sambil berbaring ia menoleh pada Ozi di sampingnya. Ia tersenyum bangga.

"Akhirnya aku berhasil ketemu sama dia."

Lantas Kiki menyusul Ozi untuk mengistirahatkan tubuh.

***

Sebelum subuh, Ozi bangun lebih dulu. Ketika membuka mata, ia menoleh ke samping. Ada orang yang sudah mengambil keperjakaannya  tidur mendengkur dengan mulut terbuka tanpa merasa bersalah sama sekali.

"Hancur sudah hidupku. Hilang sudah harga diriku," kecewa Ozi sambil menggelengkan kepala dan memeluk dirinya sendiri.

Setelah itu ia turun dari kasur menuju kamar mandi. Sambil melepas hajat, ia usap benda kesayangannya. Membersihkannya dengan sabun dan menyiramnya sampai bersih. Selesai, ia keluar kamar mandi ke dapur mengambil minum dan meneguknya. Menangis semalam membuat tenggorokan kering. Ia benar-benar tak menyangka semalam adalah hari di mana dirinya sudah tak perjaka lagi.

Istrinya kesurupan. Ozi tampaknya tak bisa diam saja kalau begini. Ia harus mencari cara untuk ruqyah Mandiri. Mengambil ponsel dan sambil menunggu adzan subuh, ia disibukan dengan penelusuran internet tentang pengusiran jin. Siapa tahu menempel dalam diri kita tanpa disadari. Setelah menemukan ayat-ayat ruqyah, Ozi pun menyalakan speaker dari ponsel. Meletakkan ponselnya di dekat meja kamar agar Kiki yang mendengarnya bisa bangun. Terutama jin yang bersemayam di tubuh istrinya.

Sementara ayat-ayat suci itu berbunyi, Ozi kembali ke kamar mandi. Ia akan mandi besar karena semalam sudah ternoda. Sementara asyik mandi dan berharap jin dalam tubuh Kikk mulai berhamburan keluar.

Namun begitu terkejutnya saat melihat apa yang dilakukan Kiki. Ozi pikir akan kembali normal setelah dibacakan ayat suci. Perempuan itu Malah berdiri di depan kamar mandi sambil senyum-senyum cengengesan menyambutnya baru kelar mandi.

"Bang, butuh bantuan enggak?" tawar Kiki dengan penuh semangat karena ia ingin mempraktekkan step berikutnya. Di mana Ozi bisa mengeluarkan miliknya dengan bantuan tangan gemulai Kiki.

"Bantuan apa?" tanya Ozi dengan gelagapan masih takut dengan sang istri.

"Itu, usapin pisangnya. Siapa tahu Abang lagi butuh bantuan."

Ozi yang masih merasa horor langsung menggeleng kuat-kuat, lantas berlari hanya memakai handuk yang terlilit di pinggang menuju kamar. Menguncinya dari dalam, membuat Kiki hanya bisa bengong dan garuk-garuk kepala.

"Kenapa sih kok malah lari? Ditawarin nggak mau ya sudah."

Kiki gantian masuk ke kamar mandi, nongkrong sambil memejamkan mata. Padahal tadi masih ngantuk sekali, tapi karena Ozi menyalakan suara ngaji di kamar, jadi Kiki terbangun. Padahal ia jarang sekali terganggu dengan suara-suara. Entah kenapa suara ngaji tadi malah membuatnya langsung membuka mata. Apa jin dalam tubuhnya merasa kepanasan sehingga tak nyaman dan membuat Kiki langsung bangun seketika.

***

Daru terbahak begitu mendengar kisah sahabatnya yang malah ketakutan dengan perubahan istrinya.

"Ngapain takut juga. Kiki itu lagi inisiatif biar kalian makin dekat dan intim. Ditawarin kok malah nolak, gimana sih kamu!" marah Daru kemudian setelah mendengar cerita lengkap versi Ozi. Sedikit dilebihkan bahwa istrinya mungkin saja kesambet saar bertatapan dengan pisangnya tempo hari.

"Kalau dia mintanya manja gemulai sih, aku nggak begitu horor. Ini masalahnya dia bar-bar banget sampai aku enggak bisa berkutik."

"Wah enak dong bar-bar juga, kayak Ambar."

Diingatkan tentang mantan gebetan Ozi, seketika membuat laki-laki itu tersenyum kecut. Masalahnya ia sudah mulai melupakan Ambar tapi malah diungkit lagi. Jika membandingkan Ambar dan Kiki, memang sama-sama barbar. Tapi dalam versi yang berbeda. Ekspresi Ambar tentu lebih memikat ketimbang Kiki yang malah menakutkan.

Ah, Ambar ya. Ozi jadi ingat dengan sang mantan. Gimana ya kabar perempuan itu?

"Nggak usah bahas Ambar deh."

Daeu mengangguk. "Iya deh, sorry keceplosan tadi. Habis ini apa yang bakal kamu lakuin. Masa kamu nggak bisa bales Kiki yang udah inisiatif minta duluan. Kamu yang laki-laki harusnya peka dong, Ji. Jangan malah kabur kayak gini ketakutan. Lawan, bobol, pakai pasak bumi yang dulu kukasih," saran Daru menggebu karena ia merasa tertarik dengan pribadi Ozi dan Kiki.

"Bentar deh. Aku istirahat dulu dua harian. Baru setelah itu aku mau balas dia," rencana Ozi yang sudah mulai tersusun di kepala.

Tak bisa dibiarkan harga dirinya dipangkas habis. Ia juga tak mau kalah dengan Kiki. Ozu pun juga harus gas pol membalas perempuan itu.

_____

LiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang