26. Beban Hidup

181 38 6
                                    

Paginya, Kiki sudah tidak mood melakukan aktifitas. Kiki enggan menyiapkan sarapan. Dia hanya duduk termenung dalam kamar. Ussai sholat subuh tidak bergerak mengurusi cucian piring dan baju, juga menu sarapan pagi ini. Membuat Ozi kebingungan sendiri.

"Kenapa, Ki, nggak enak badan ya?" tanya Ozi begitu mendapati Kiki yang awalnya duduk termenung kini langsung baringan miring memunggingi dirinya yang baru masuk ke kamar.

Tak ada jawaban. Ozi jadi khawatir. Jangan-jangan Kiki demam. Langsung saja Ozi mendatangi Kiki, Ozi mengecek suhu tubuhnya dengan menempelkan punggung tangan di kening Kiki. Nyatanya keadaan Kiki ya normal-normal saja.

"Nggak demam kok, kenapa? Bilang kalau nggak enak badan biar aku yang ngerjain kerjaan rumah," tawar Ozi.

Kiki memejamkan mata enggan menjawab. Ia kesal, marah, bingung bercampur jadi satu menjadi mode mogok melakukan tugas sebagai istri.

Tak ada respon dari Kiki, Ozi pun bergegas ke dapur mengira Kiki memang sedang tidak enak badan dan enggan menjawab segala pertanyaannya.

Ozi mulai dengan memasukkan air di mesin cuci. Sementara air masih mengisi penuh, ia tinggal mencuci piring. Di sela cuci piring, Ozi memasukkan sabun di mesin cuci. Usai piring-piring kinclong, giliran mengecek bahan yang ada di lemari. Tidak ada hal yang bisa dimasak pagi ini kecuali tempe dan tahu saja. Akhirnya Ozi membuat sambal goreng ala kadarnya. mengeluarkan tahu dan tempe dari lemari es agar tidak terlalu dingin. Sambil menunggu, ia mencuci beras dan masak nasi lebih dahulu.

Pekerjaan rumah yang biasa dikerjakan Kiki tiap hari rupanya tidak bisa dianggap enteng. Menjadi Kiki harus multitasking. Sambil ini, mengerjakan itu. Ozi salut dengan dedikasi Kiki.

Wajar jika perempuan itu merasa tak enak badan, kecapean dengan semua rutinitas. Belum lagi menjelang siang nanti istrinya itu harus ke pasar dan saat siang melakukan live dagangan. Sore mengantarkan barang bersama Nanda. Hari-hari yang dilalui Kiki terasa berat. Ozi sadar itu semua.

Beres dengan pekerjaan dan sarapan siap, tinggal mandi saja, Ozi bangunkan Kiki di kamar.

"Ki, bangun. Sarapan dulu yuk! Udah mateng tuh," kata Ozi sambil menggoyang-goyangan tubuh Kiki.

Kiki muka mata, mengucepknya dan menguap. Melirik jam di ponsel yang ada di meja dekat p
Ranjang. Rupanya sudah pukul tujuh pagi.

"Bangun, aku mau mandi dulu. Kamu sarapan sama duluan nanti aku nyusul," kata Ozi.

Kiki tidak menjawab. Ia langsung bangun, turun dari R
Tanjang dan berjalan menuju dapur diikuti Ozi yang berbelok ke kamar mandi.

Melihat pekerjaan rumah sudah beres semua, membuat Kiki yang padahal sedang mode ngambek dengan laki-laki itu jadi galau. Kenapa laki-laki itu begitu manis sekali, mengerjakan pekerjaan rumah yang jarang orang mau lakukan. Padahal Ozi juga kerja pagi Semalam juga entah tidur jam berapa laki-laki itu. Masih sempat-sempatnya mengerjakan semua ini. Mulai mencuci, masak juga menyapu rumah. Tinggal nanti Kiki menjemur saja pakaian di mesin cuci tersebut.

Kalau begini mana bisa Kiki ngambek. Mana bisa yang ngambek pada suami yang sudah berbuat baik padanya. Mengerti akan kelelahan dan mood yang rusak pagi ini.

Kiki memang lapar. Nggak usah dibohongi perutnya. Ia ambil minum, meneguknya sedikit dan memilih menunggu Ozi saja untuk sarapan bersama. Lagi pula ia juga belum gosok gigi. Masa iya harus sarapan lebih dulu.

***

"Kayaknya hari-hari bete mulu, galon terus. Sesekali pakai dispenser kek, masak galon terus. Nggak bosen apa," komentar Nanda yang tengah merekap hasil live jualan mereka beberapa saat lalu.

Meski dalam mood yang tidak baik-baik saja, tapi Kiki tetap profesional menjalankan tugasnya sebagai penjual online. Tidak mungkin ia membuat para pelanggan menunggu barang dagangan miliknya.

Namun tetap saja senyum dan semangat 45 yang tadinya menggelora saat memasarkan dagangan, langsung sirna begitu live berakhir. Nanda yang bertugas merekap semua pesanan hanya bisa bingung melihat sahabatnya ini, terasa beda beberapa hari terakhir. Apakah ini pertanda Kiki akan meninggalkan dunia ini dengan gelagatnya yang suram?

Astaghfirullahaladzim. Kenapa Nanda malah berpikir seperti itu. Memangnya ia rela ditinggalkan sahabat ala kadarnya tapi kualitas premium seperti Kiki ini? Jelas tidak dong.

"Masih soal mantannya Ozi ya? Udah jangan dipikirin terus-menerus, ntar kamu kurus nggak empuk lagi waktu ditindih sama Ozi."

Kiki menoleh, mendesah melepaskan beban hidup yang mengganggunya semalaman.

"Masa ya, Nan, Ozi berencana mau poligami. Mantannya mau dijadiin istri kedua. Berarti aku bakalan jadi istri tua dong."

Mata Nanda melebar terkejut tak kira-kira.

"Apa kamu bilang, Ki. Kamu mau dipoligami? Ozi udah minta izin ke kamu?"

Kiki menggeleng. Ya enggak sih, belum  Tapi kayaknya ada rencana soalnya semalam aku denger mereka lagi teleponan dan lagi bahas rencana kalau kita bakalan dijadikan satu rumah,satu kasur segala. Mana cukup kasurku buat bertiga, Nan. Lagian aku juga nggak mau main bertiga. Bisa-bisa jatahku berkurang dong. Harusnya aku keluar tiga kali, masa harus dipangkas sekali doang kan kurang puas."

Padahal tadi Nanda sungguh prihatin dengan nasib Kiki, tapi mendengar alasan yang diutarakan sahabatnya itu membuat Nanda menarik kembali rasa simpati itu. Ia menepuk jidat sendiri, menggelengkan kepala tidak menyangka punya teman seperti Kiki ini. Kenapa pula sudah membayangkan sejauh itu main bertiga, padahal masih juga belum jelas masih simpang siur tapi Kiki sudah overthinking lebih dahulu.

"Kan itu masih rencana aja. Kalau bini tua nggak ngizinin ya mereka nggak bakalan nikah dong. Lagian kamu jadi istri sah kok kayak takut amat sih. Lawan dong! Mantan itu udah masa lalu, Ki, nggak usah jadi beban. Katanya kamu strong. Tunjukin dong, angkat kulkas aja bisa masa ngangkat beban hidup kayak gini aja nggak kuat sih kamu."

Kiki menoleh pada Nanda yang menggebu-gebu menyemangatinya. "Beda pembahasan ya, Nan, angkat kulkas sama angkat beban hidup itu. Beda acara banget. Kulkas udah tahu di depan mata kelihatan, lah beban hidup ngomongnya aja berat tapi bendanya nggak ada. Cuma rasanya sampai ke ulu hati."

Nanda meringis. "Iya juga sih, namanya beban hidup nggak kelihatan secara mata tapi dirasakan secara hati nurani.

"Nah makanya itu, masa aku mau angkat beban hidup yang mengganjal ini. Misalnya angkat Ambar dan buang dia ke jurang ya?"

Ide Kiki yang langsung diberi tepuk tangan meriah oleh Nanda. Sungguh ide yang di luar ekspektasi.

"Ayo gas, kapan waktunya aku bantuin. Tapi aku bikin surat wasiat dulu," sahut Nanda ikut mengompori.

_______

BAB terbaru LIVE 35 & 36 udah tayang di KARYAKARSA ya. Happy fasting, Happy weekend dan semoga berkah selalu.

LiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang