10. Godaan

317 68 12
                                    

Ozi merasa uring-uringan hari ini. Pasalnya coli tadi pagi tak keluar sempurna. Kepala bagian bawahnya masih juga nyut-nyutan. Ia coba keluarkan tapi tidak punya mangsa yang harus dikorbankan.

Akibat ia mengelusnya dengan sabun, sekarang rasanya kering kerontang. Rupanya sabun mandi yang dibeli Kiki itu tak cocok dengan kulit pisang miliknya.  Katanya sih untuk menghaluskan dan melembabkan kulit, nyatanya dia malah kering. Apa memang sensitif untuk bagian tertentu ya. Yang jelas Ozi merasa nyaman sepanjang hari ini kala bekerja.

Daru yang melihat perubahan tidak biasa pada sang sahabat bertanya sambil mengarah ke bagian resleting celana.

"Habis sunat?" tanya Daru.

"Sekali aja cukup waktu kelas enam SD. Sekarang nggak mau lagi. Makin pendek ntar," jawab Ozi.

"Kok jalannya aneh kayak orang upacara bendera aja. Nggak slow gitu loh. Kenapa? semalam habis bercocok tanam?"

Ozi mendesah. "Bercocok tanamnya pakai tangan sendiri. Nggak enak, belum keluar Kiki udah gedor-gedor pintu."

"Kenapa nggak dicolokin punya Kiki aja sih  Kalian kan udah sah suami istri," bingung Daru.

Ozi menangis tanpa air mata  memamerkannya pada Daru yang duduk di samping. "Belum pernah nyolokin Kiki. Masih rapet, dia nggak buka pintunya."

Daru terkejut dengan mata membelalak, kemudian memeluk Ozi serta menepuk punggungnya. Menyalurkan rasa simpati agar sahabatnya tersebut tetap tegar menghadapi kenyataan hidup.

"Yang sabar ya, mungkin Kiki butuh waktu buat nerima kamu. Apa lagi nerima kamu setubuhi dengan ikhlas."

"Iya sih, tapi yang di bawah sini udah enggak tahan lihat dia suka pake baju nggak berakhlaq."

"Ya kamu jangan maksain lah, kalau dia belum mau. Namanya kalian kan di jodoh. Pada waktu buat saling menerima," petuah Daru menenangkan sang perjaka berstatus kawin di KTP.

Ozi hanya mengangguk mencoba memahami keadaan. Ia dan Kiki yang memang belum terlalu dekat. Apalagi sampai paling mendesah bersama, memamerkan dan berlanjut saling menikmati milik masing-masing.

"Ya udah yuk pulang! Udah sore. Kita mampir beli tahu walik yuk, di tempat yang kemaren sambalnya enak ada petis Maduranya."

Dibujuk seperti itu, Ozi sedikit mereda. Ia ikuti Daru mengambil tas dan meluncur pulang. Namun sebelum itu mereka akan mampir dulu beli jajanan. Kebiasaan mereka saat pulang kerja. Sebenarnya jika dilihat secara usia, jajanan seperti itu biasa dinikmati oleh anak-anak kecil. Tapi karena mangkal di dekat kantor, jadilah penikmat jajanan itu juga beraneka ragam. Dari anak kecil sampai yang tua. Dari laki-laki sampai ganda campuran. Dari rambut hitam  merah, pirang, kelabu sampai yang botak sekali pun juga suka jajanan di dekat kantor mereka.

***

Kiki membaringkan tubuhnya di atas kasur lipat yang dulu ia bawa dari rumah, sambil menonton televisi. Lebih tepatnya televisi yang menonton Kiki. Memamerkan ketiaknya yang ada sedikit bulu dan juga kedua kaki yang dibuka menyingkap daster hingga sampai ke lutut.

Ozi yang pulang kerja menggedor pintu tak juga ditanggapi, mengintip dari kaca jendela. Rupanya ia melihat sang istri tengah pingsan tanpa bisa diganggu.

Terpaksa Ozi mengeluarkan kunci dan membuka pintu tersebut. Untung saja Kiki tidak meninggalkan kunci di pintu, sehingga ia bisa memasukkan kunci miliknya sendiri untuk masuk.

"Assalamualaikum," ucap Ozi begitu ia masuk dalam rumah.

Meski tak disahuti juga oleh Kiki, karena perempuan itu memang benar-benar pingsan jika sedang tidur. Susah sekali diganggu. Gempa pun tidak akan dihiraukan dan tidak akan membuat Kiki bangun mungkin.

LiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang