15. Unboxing

293 54 5
                                    

15. Unboxing

Sesuai janji Ozi, laki-laki itu bersedia bantu jualan. Dipakaikan baju, kaus, jaket, celana, tas ransel, sepatu, bahkan sampai gamis pun bersedia. Bahkan sebelum mulai live pun Ozi sudah mengingat kode jualan Kiki agar mudah para pemirsa mengingat.

"Celananya ada warna hitam sama navy ya. Kalau dipakek segini panjangnya. Silakan naikkan alamat. Kita ready di rumah, jadi nggak bakal ada di toko."

Nanda langsung mencatat pesanan dari komen, sementara Kiki membalas komenan. Beberapa tanya harga, ukuran dan ada juga tanya alamat. Jika dekat ingin diambil langsung di rumah.

Tak hanya dipakaikan baju, Ozi juga menawarkan sendiri ala marketing pasar jualan perabot dapur. Ada blender, teflon, alat bakar, set panci, mangkok susun, set pisau sultan, kotak bumbu, sampai stiker dapur. Padahal Kiki mana pernah live jualan perabot dengan tampak muka.

"Suami kamu kenapa? Setiap hari kita live terus," heran Nanda yang merasa aneh dengan gelagat suami temannya. Begitu bersemangat membantu jualan.

Nanda dan Kiki seperti biasa merekap jualan. Ozi keluar kamar buat nonton bola dan istirahat.

"Aku kasih hadiah, makanya dia nawarin bantu. Lumayan banyak pesanan kita tiap hari."

Nanda sih seneng dapat banyak cuan, tapi capek juga kurir sama Kiki. Mana partner kurir juga nggak tiap hari bisa.

"Hadiah apaan?"

"Aku mau diajak belah duren."

Nanda langsung membelalak. "Sumpah? Kamu udah siap diperawanin, Ki?

Kiki mengangguk. "Setelah dipikir-pikir, mau nunggu apa juga."

Kalau Ozi jajan di luar padahal dia ada dan halal dijamah, ya Kiki jadi dosa lah. Biar dia belum cinta sama Ozi, yang penting dijalani dulu. Siapa tahu lama-lama bisa suka sama modelan laki-laki kayak Ozi.

"Iya sih. Keburu jamuran semua punya kalian. Bagus deh, berarti sukses dong latihan nyucup pisang kapan hari?" bangga Nanda sebagai tutor.

"Nggak sampek tahap itu sih. Masih aku pegang aja. Pelan-pelan. Ntar deh pas hari H aku coba praktekin yang lain."

***

Daru menggigit ujung plastik bungkus pentol bumbu kacang yang ia beli di dekat kantor. Memakan isinya sambil berjalan dengan Ozi yang makan usus bakar menuju motor mereka yang diparkir.

"Kemarin aku lihat kamu dagang, Ji. Gila, bakat sales banget. Kayak gitu nggak usah benerin kabel di PLN kayak gini. Mending jualan aja bisa dapet banyak duit."

Ozi hanya terkekeh. "Awalnya kesel, kok lama-lama seru juga."

"Aku lihat komen-komennya pada banyak yang beli tuh. Ada yang godain juga kayaknya. Jual diri aja yuk kita buat sampingan. Laku kayaknya, sama tante kesepian," ide Daru yang dibalas senggolan lengan Ozi.

"Ngapain ikut lihat aku dagang segala?"

"Seliweran di beranda grup jual beli. Mana aku pas buka facebook. Banyak yang share juga. Eh, kenal. Ya udah ditonton aja."

Keduanya melajukan motor setelah jajanan habis. Berpisah karena pulang ke rumah masing-masing. Sampai di rumah, Ozi melihat Kiki belum pulang. Sementara tak ada Kiki, Ozi akan mandi duluan. Malam ini adalah saatnya. Ia harus menyiapkan sedemikian rupa.

Menjelang magrib, Kiki sampai rumah. Langsung disambut Ozi dengan membantu membawakan tas.

"Mau mandi apa makan dulu?" tanya Ozi bersemangat.

"Udah makan sama Nanda. Mau mandi aja."

Kiki berjalan ke kamar mandi. Ozi mengikuti dari belakang. "Ki, nanti malem jadi kan?" tanyanya was-was.

Sudah dua hari sejak Kiki selesai, tapi perempuan itu malah tak pulang ke rumah karena bantu-bantu di rumah Nanda. Cuma sehari sih, tapi kemarin Kiki kecapekan dan udah molor duluan sebelum Ozi bergerilya.

"Iya. Malam ini. Aku mandi dulu ya, Bang."

Ozi mengepalkan tangan dan menariknya ke bawah sambil bersorak, "Yes!"

Kiki yang mendengarnya sampai jantungan. Ia sudah bersiap, selama nginep di rumah Nanda dan senam kegel biar kuat menjepit. Semua persiapan pokoknya beres. Tinggal mentalnya aman apa nggak aja. Masalahnya ini kan perdana debut Kiki jadi istri sempurna. Jadi masih amatir.

***

Selesai mandi dan segala kesibukan ala perempuan di dapur dan lanjut mencatat pendapatan hari ini, tak terasa hari sudah malam juga. Melirik jam, sudah jam sepuluh saja.

Kiki keluar kamar belakang mencari Ozi. Rupanya laki-laki itu malah asyik main game. Kiki balik ke belakang lagi buat matikan lampu, tutup pintu dan masuk kamar.

"Gimana, Bang. Jadi nggak?"

Ozi yang rebahan langsung duduk dan mematikan ponsel. Ia lihat Kiki yang berdiri sudah siap.

"Jadi lah. Yuk!"

Ozi menarik tangan Kiki agar perempuan itu mendekat. Kiki pun menurut dan ia duduk di atas kasur.

"Trus kita ngapain dulu langkah-langkahnya?" tanya Kiki bego setengah mati dengan dunia per-ML an.

"Pemanasan. Bentar, ganti lampu dulu. Kamu copoti baju, tiduran. Biar nggak malu-maluan kita."

Kiki nurut juga. Kan katanya laki-laki yang lebih tahu karena sudah pernah ngalami di mimpi.

Setelah melepas daster, Kiki merebahkan diri. Menyiapkan tubuh untuk disetubuhi.

Ozi sendiri juga sudah melepas sarung dan kausnya. Melihat Kiki rebahan dalam keadaan setengah remang, ia makin bersemangat. Langsung ia melompat ke atas kasur.

"Silakan, Bang."

Ozi jadi bingung. Dia ngapain dulu ya. Padahal Kiki sudah siap sedia tapi dia cuma bengong. Kok suasanya tak sensual seperti yang ia bayangkan.

"Ki, biasanya ada ciuman."

"Oke."

Kiki memejamkan mata dan dengan terbata menerima kecupan dari bibir Ozi. Sungguh kaku sekali dua manusia amatir tersebut.

"Bentar, Bang."

Kiki menghentikan ciuman mereka. "Abang yang aktif dong. Diapain kek akunya. Cuma cium-cium gini doang kayak orang pacaran."

Ozi mengangguk. Baiklah, ia mulai saja. Biar Kiki lihat kemampuan tersembunyinya.

Ciuman Ozi memang tak berpusat pada bibir saja akhirnya. Turun ke leher, dada dan menyibak kain pembungkus gundukan yang memang kenyal. Ozi suka. Kiki? Jangan tanya. Dia cuma meringis geli. Dengan naluri kejantanan meski masih cetek, tangan Ozi mulai bergerak aktif. Masuk perlahan ke kain segi tiga di bawah sana. Masuk, dan menemukan lipatan hangat yang mulai basah saat ia tekan bagian intinya dengan jari.

"Auh, Bang. Apa itu tadi?" jerit Kiki kaget.

Ozi tak menjawab. Ia terlalu fokus mengisap sesuatu yang didamba. Sementara jarinya bergerak menekan, menggesek, menyusup masuk pada lipatan di balik kain pembatas yang mulai perlahan dilepaskan Ozi.

Kiki melirik ke bawah, di mana tangan Ozi bergerak makin aktif saja. Membuat kedua kakinya tertekuk dan membuka suka rela. Sama aktifnya dengan gundukannya yang dihisap dan dimainkan dengan lidah Ozi.

"Aduh, Bang. Aduh, kok geli sih."

Kiki terus saja merintih. Tubuhnya menggelinjang kala jari Ozi malah masuk ke lubang yang akan dibobol malam ini.

Jeritan Kiki membahana kala jari itu bergerak keluar masuk di bawah sana. Apalagi mulut Ozi ikut pindah ke sana.

Apa-apaan ini. Kenapa aku malah keenakan sih. Astaga!

"Tahan, Ki, jangan teriak mulu."

"Terus harus gimana? Ketawa? Mana pas momennya?"

"Mendesah dong, Ki. Biar makin seksi suasananya."

Kiki mengangguk. "Ok."

Kiki mulai melakukan apa yang Ozi minta. Ia sempat sesak napas kala pisang Ozi mulai digesek-gesekkan ke pusatnya. Terlihat lebih besar dari yang terakhir ia genggam. Gawat! Dirinya akan dibobol sebentar lagi.

"Ahhhh!!"

__________

LiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang