Tangan Ambar bergetar saat ia lihat benda pipih yang ada dalam genggamannya. Dua garis terlihat di sana. Hatinya ketar-ketir, perasaannya pun tak menentu. Bagaimana ia harus menghadapi semua ini dan bagaimana ia harus bilang.
Padahal ia pikir hal ini tidak akan terjadi. Bagaimana bisa dalam situasi di mana ia sedang masa pemulihan malah dihadapkan dengan masalah lain.
Ambar menatap nanar pada benda tersebut. Makanya ia merasa tidak enak badan beberapa hari belakangan, juga siklusnya pun terlambat. Ia pikir mungkin karena hormon kelelahan dan juga banyak minum obat karena masa pemulihan setelah kecelakaan. Rupanya ada efek lain yang tidak ia duga. Ladahal Ambar kira kejadian malam itu tidak akan berakhir seperti inj. Ia juga melakukannya baru sekali.
Lama melamun di toilet Ambar pun keluar sambil membawa benda tersebut. Meletakkannya di meja dekat kasurnya. Duduk selonjoran di kasur sambil memikirkan bagaimana cara ia mengatakan pada laki-laki itu.
Melirik jam sudah waktunya ia harus berangkat kerja. Jika ia terpaku lebih lama di sini akan semakin lama juga ia menekuri yang terjadi pagi ini. Ambar pun bangkit dan mencoba melupakan sejenak. Ia harus bekerja agar tetap waras daripada terus-menerus memikirkan dua garis yang masih terbayang dalam pikiran.
Di tempat kerja karena kesibukan yang menghantam Ambar, perempuan itu pun melupakan bahwa dirinya tengah berperan dua. Ia bahkan lupa makan siang dan malah memilih minum soda seolah-olah ia menolak kehadiran sang jabang bayi. Ia melakukan apa pun dengan konyolnya berharap bahwa nanti dua garis itu bisa berubah jadi satu.
"Tumben nggak makan?" tanya Agni, teman kerjanya yang barusan membeli makan nasi bungkus dibawa ke pantry untuk dimakan di sana.
Biasanya jam istirahat digunakan para pegawai untuk makan bergantian. Beberapa orang akan makan di pantry dan beberapa menjaga.
Ambar yang hanya membeli soda patut dipertanyakan oleh Leni, karena biasanya mereka juga makan bersama.
"Enggak lagi males aja," jawab Ambar.
"Minum ginian mana kenyang. Kenapa nggak titip jus aja?"
"Nggak apa-apa, ini aja aku tadi sarapan kebanyakan sekarang masih kenyang. Nanti aja pulang kerja baru cari makan, alasan Ambar.
Agni bertanya lagi. Ia buka nasi bungkus yang ia beli menikmati makan siang dengan beberapa orang yang memang bergiliran makan sebelum gantian dengan yang lain.
Hingga jam pulang, Ambar belum terlihat makan nasi. Tadi pagi saat berangkat ia hanya mengambil dua lembar roti tawar yang ada di rumah. Itu pun makan sambil jalan naik ojek online.
Barulah saat malam perutnya terasa keroncongan. Ambar pun terpaksa mampir membeli nasi goreng dekat rumah dengan jalan kaki.
Karena lapar, ia pun makan dengan lahap namun tetap saja ia membeli teh soda sebagai peneman nasi gorengnya. Benar-benar usaha agar sesuatu di dalam perutnya ini tidak menjadi beban pikirannya. kalaupun nanti luruh, Ambar akan lebih senang. Garis dua itu pun bisa berubah jadi satu.
Selesai makan nasi goreng habis satu bungkus tanpa sisa dan juga satu botol teh soda, Ambar berbaring menyandarkan tubuh di kasurnya. Menelpon Daru, meminta laki-laki itu datang ke rumahnya.
Sayangnya Daru ditelepon berkali-kali tidak menyahut. Tidak mungkin ia meminta Ozi untuk datang karena sekarang tak ada alasan sakit yang bisa ia jadikan tumbal agar Kiki bisa mengizinkan suaminya datang ke rumahnya.
Terpaksa Ambar mengalah. Ia Pejamkan mata lanjut tidur karena lelah yang dirasa setelah seharian ini kerja dan kepalanya juga pusing memikirkan bagaimana ia harus menghadapi situasi ini
Ia hamil di saat tidak ada laki-laki yang menikahinya. Hidup sendiri dengan harapan bisa mandiri. Apalagi ia juga proses membangun rumah yang nantinya akan ia gadang sebagai tempat menikmati hari-hari bersama menjalani masa tua dengan laki-laki impiannya.
Rencana-rencana yang ia gadang akan terwujud dengan mudah, rupanya malah berantakan seperti ini. Harusnya ia tak kembali saja ke kota ini. Harusnya tetap di sana, mengumpulkan pundi-pundi uang, membangun istananya diam-diam, baru setelah semuanya selesai ia datang dengan segala sesuatu yang siap tanpa perlu merasa malu dengan keadaannya. Menantang diri yang pernah disepelekan dan membuktikan pada kakak Ozi bahwa dirinya bukan perempuan penguras harta, melainkan seorang perempuan Mandiri yang tidak semua hal ia gantungan pada sosok laki-laki.
_________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Live
Humor"Barang ready, Say. Kepoin aja yuk. Gercep pokoknya. Naikkan no WA biar admin catat sekalian pesanannya ya." Kisah Kiki, pedagang online yang mengadu nasib di kota berjuluk pesut Mahakam. Dipaksa nikah hanya dengan alasan 'biar ada yang jagain'. Ad...