32. Harapan Indah

160 29 13
                                    

Ambar mengulas senyum begitu meletakkan ponsel. Sejak tadi saat ia sempat tidur rupanya Ozi membersihkan rumahnya. Setelah lelah bersih-bersih, Ozi ketiduran juga berlaskan karpet yang ada di kamar Ambar.

Begitu Ambar bangun, perempuan itu mengabadikan momen Ozi yang begitu terlelap meski dengan jarak yang agak jauh karena Ambar tidak bisa bergeser mendekat ke arah Ozi. Foto tersebut dikirimkan ke Daru. Laki-laki itu langsung menelpon Ambar, bertanya bagaimana bisa berada di kamar Ambar.

Barulah Ambar menceritakan kejadian yang ia alami. Saat kejadian itu hanya Ozi yang ia kabari dengan harapan laki-laki itu yang merawatnya sendirian. Kalau Daru tahu sudah pasti laki-laki itu juga ikut datang dan malah membuat suasana tak lagi syahdu.

Daru Ambar bertelepon, tak terasa sampai dua jam lebih. Ambar yang tidak tahan untuk segera kamar mandi mau tak mau akhirnya membangunkan Ozi. Laki-laki itu dengan masih setengah sadar dan menyesuaikan keadaan baru membantu Ambar. Memeluk perempuan itu, membantu ke kamar mandi. Untuk urusan di dalam, Aambar melakukannya sendiri. Sementara Ozi menunggu di depan.

Setelah dari kamar mandi, Ambar kembali ke kasurnya. Mini dengan posisi setengah berbaring dengan posisi miring Ozi yang baru bangun dan membantu Ambar memutuskan untuk mandi sekalian. Saat Ozi mandi itulah Kiki menelepon dari tadi sepertinya Ozil lupa mengabari Kiki karena terlalu fokus merawat Ambar.

"Ada apa, Mbar, kayak tadi ada yang telepon." Ozi yang baeu keluar kamar mandi bertanya.

"Iya, udah selesai teleponan."

"Siapa yang telepon?"

"Daru, siapa lagi emang."

Ambar berbohong, ia bahkan menghapus riwayat panggilan dari Kiki.

"Kamu nginep di sini kan?" tanya Ambar.

"Kayaknya pulang deh. Ini udah tengah malam, kasihan Kiki di rumah sendirian."

Mendengar jawaban itu Ambar kecewa. Ia sudah berusaha agar Ozi tidak ingat istrinya. Tapi tetap saja Ozi masih memikirkan perempuan itu.

"Tapi aku nanti kalau ke kamar mandi gimana. Aku kan nggak bisa jalan."

"Ini udah tengah malam, Mbar. Habis subuh aku langsung ke sini. Lagian kamu juga kan habis dari kamar mandi. Minum juga nggak banyak. Sepertinya kamu bakalan tidur lelap, habis minum obat juga kan." Ozi memberi penjelasan agar perempuan itu mau mengerti keadaan dirinya yang sudah berbeda.

Ozi kini sebagai laki-laki single dan sudah menikah. Ia punya tanggung jawab Kiki. Ada rasa bersalah meninggalkan perempuan itu sampai larut malam begini.

Perempuan itu. Astaga. Tadi Ozi terlalu lelah setelah beberes dan ketiduran. Lanjut mandi dan membantu Ambar juga, sampai-sampai ia lupa kalau belum mengabari sang istri. Takutnya Kiki menunggunya sampai tidak tidur.

Ozi mengambil ponselnya. Melihat tidak ada pesan dari Kiki. Ada sedikit rasa kecewa. Bagaimana bisa istrinya itu tidak bertanya keadaannya. Ataukah Kiki terlalu marah karena ia pergi ke tempat Ambar sampai-sampai enggan sekadar mengirim pesan.

Ozi cepat mengetikkan pesan untuk sang istri. Kalau langsung menelepon takutnya mengganggu Kiki yang mungkin saja sedang tertidur.

_Ki udah tidur belum?_

Kiki terlihat tidak online. Jelas saja perempuan itu sudah mematikan data dan memutuskan untuk bersembunyi di bawah selimut dan bantal. Menangis tersedu agar tidak terdengar tetangga bahkan semut pun tidak ingin mendengar jerit perih hati Kiki.

"Aduh, Ki, masa udah tidur ya. Nggak dibalas lagi," monolog Ozi begitu mendapati sang istri tak juga membalas apalagi terlihat online.

"Udah tidur mungkin istri kamu."

"Iya mungkin ya udah aku langsung pulang aja ya, Mbar. Kamu cepat tidur."

Ambar memasang wajah sendu. "Jangan pergi dulu, seenggaknya tunggu aku sampai tertidur baru kamu bisa pulang," pinta Ambar memohon.

Ozi berpikir sejenak kemudian menggangguk. "Ya udah sekarang tidur habis itu baru aku pulang."

Meski dengan hal kecil tersebut, harapan indah Ambar tercapai. Ditemani sampai ia lelap. Meskipun tak sepanjang malam, setidaknya sepanjang hari ini waktu Ozi sudah dihabiskan bersama dengannya.

***

Ozi menutup pintu rumah Ambar, menguncinya dan kunci itu ia simpan satu di dekat kasur milik Ambar dan satunya ia bawa untuk berjaga-jaga besok ia datang tanpa harus merepotkan. Jika ada yang datang selain dirinya, Ambar punya kunci juga yang bisa ia gunakan untuk membuka pintu dengan memanfaatkan jendela di samping. Meemberikan pada orang yang datang.

Sampai di rumah, Fauzi melihat rumahnya gelap. Perlahan membuka pintu, perlahan juga mengintip di kamar. Lampu kamar sudah remang-remang. Kiki sudah tengkurap bahkan dengan tumpukan bantal dan selimut, sampai-sampai Ozi bingung mana guling mana Kiki. Hampir sama bentuknya karena sama-sama diselimuti kalau tidak disibak dulu. Ozi saja takut salah memeluk. Kalau Kiki ada kenyalnya, sementara guling hanya bisa kempes.

Melihat Kiki sudah pulas, Ozi melepas baju dan ke kamar mandi. Mencari-cari apakah ada yang bisa dimakan di dapur. Rupanya tidak ada sama sekali. Yang ada hanyalah cabe-cabe yang ditata mirip seperti Chef DEBM.

Alhasil Ozi hanya bisa meneguk segelas air putih. Menuju kamar, menyalakan lampu terang benderang untuk memposisikan Kiki agar tidur dengan benar.

Setelah Kiki tidur terlentang dengan bantal di bawah kepala dan selimut menutup sampai perut, Ozi ikut bergabung di sampingnya.

Lampu kembali temaram dengan posisi Kiki yang terlentang, Ozi tidur miring menghadap sang istri.

"Maaf ya, Ki aku sampai malem pulangnya. Tapi bener loh, aku nggak ngapa-ngapain di sana. Aku cuma bantuin Ambar beli makan, bersihin rumah, tiduran sama mandi. Udah itu aja aku nggak sampai berbuat yang nggak-nggak meskipun pengen juga tapi aku ingat kamu."

Ozi mencurahkan Isi hati sambil memainkan lengan kaus Kiki.

"Besok pagi bangun tidur jangan marah sama aku ya. Soalnya aku besok pagi juga bakal ke sana lagi tapi bentar aja, cuma beliin nasi biar dia bisa makan. Habis itu aku pulang dan berangkat kerja. Nggak bakalan aku bolos."

Melihat Kiki yang masih terlelap, Ozi  ikut tidur telentang. Menutup matanya dengan lengan, lama-kelamaan ia pun tertidur karena lelah juga.

Begitu suara dengkuran terdengar, Kiki membuka mata. Ia ingin terharu tapi juga kesal dibuatnya oleh sang suami ini. Kenapa sih tidak peka sama sekali kalau istrinya ini cemburu. Teman ya teman. Ia sebagai istri, Kiki tidak melarang bergaul dengan teman masih tapi tahu diri saja. Apalagi Ambar itu mantan dan juga wujudnya perempuan. Jadi Kiki takut Ozi tergoda apalagi bentukan Ambar lebih idaman laki-laki ketimbang Kiki yang merasa hanya idaman dirinya sendiri.

Kiki mencoba percaya dengan keseluruhan cerita Ozi, bahwa niatnya hanya untuk membantu Ambar bukan untuk balikan lagi.

_____________

LiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang