7. Manekin Hidup

315 101 26
                                    

Jadwal wisuda sudah keluar. Kiki melihat kapan acara yang sudah ia nantikan itu di pengumuman grup kampusnya.
Untungnya ia sudah ikut ujian alias sidang pada gelombang pertama. Jadi ia punya banyak waktu luang sembari menunggu wisuda.

Sampai-sampai tak terasa sudah hampir dua bulan ia menjalani rumah tangga bersama Ozi. Selama dua bulan itu pula ia mulai terbiasa dengan semua kebiasaan Ozi, mulai pagi sampai malam hari. Hal apa yang Ozi sukai dan yang tidak laki-laki itu sukai. Meskipun berat karena ada beberapa hal yang tidak sesuai hati nurani Kiki, tetap saja sebagai istri yang sholehah ia harus mau menerima segala kelebihan dan kekurangan suaminya.

Hari ini ia rencananya akan live malam saja, karena sejak pagi Kiki repot membongkar paket yang ia pesan dan akan ia jualkan dalam live. Karena hari ini malam minggu, maka rencana Kiki akan live setelah isya. Jam segitu penonton mulai naik.

"Ki, aku mau jalan keluar sama temen makan bakso. Kamu ikut nggak?" tanya Ozi menawari sang istri yang tengah tertumpuk barang-barang dagangan. Sampai-sampai Ozi harus menyingkirkan beberapa benda untuk melihat keberadaan sang istri, apakah masih hidup atau sudah terhimpit kardus-kardus

"Nggak usah, Bang. Aku mau live sejam lagi. Ntar ungkusin aja, dua porsi. Soalnya Nanda mau bantuin aku malam ini dan kemungkinan dia juga bakal nginep di sini."

"Ok."

Di depan teras, Ozi langsung mengirim pesan pada Daru temannya yang ya ajak janjian. Maklum Daru adalah jomlo yang tidak punya pasangan pada malam minggu. Jadilah dengan senang hati dan tulus ikhlas Ozi menemani sang jomlo tersebut daripada bunuh diri meratapi nasib sambil menyetrum ubun-ubunnya dengan kabel setrika.

Daru sudah oteqe, dan Ozi pun segera menyusul dalam perjalanan menuju warung bakso yang sudah ia sepakati untuk tempat janjian.

Baru sekitar lima ratusan meter keluar rumah, ponselnya berdering. Dari Daru rupanya.

"Apaan? Baru juga aku jalan dan sampai kamu udah telepon. Kalau udah nyampe duluan, tunggu ayau kamu pesen minum aja duluan," kata Ozi. Padahal Daru belum mengatakan apa-apa.

"Warung baksonya tutup, Ji. Dan di sini lagi lagi hujan. Kamu putar balik aja daripada kebasahan."

Ozi tampak kecewa. "Waduh tutup lagi. Apa cari tempat lain aka gimana, yang nggak hujan?"

"Mana aja yang hujan emangnya aku pawang cuaca?"

Ozi melihat sekeliling. Jika di tempat bakso langgananya hujan, sementara di sekitar rumahnya terang benderang. Meskipun ia yakin hujan itu juga akan merembet ke tempatnya.

"Ke rumahku aja sini, ada mi kedip di rumah. Kita makan itu aja gimana?" tawar Ozi agar tak perlu repot mencari tempat bakso yang menurutnya cocok di lidah.

"Kejauhan kalau dari warung ke rumahmu. Ini lagi hujan dan aku nggak bawa mantel," jawab Daru agak keberatan dengan usul Ozi.

"Lah terus gimana? Batal dong kita makan bakso, terus gagal juga makan mie kedip kuah pakai telor ceplok sama irisan cabe? Padagak mantap itu, Ru, cocok buat hujan-hujan gini. Mesra deh pokoknya kita berdua."

Daeu teegiur, tapi hujan malah makin deras saja. "Nggak ah, Ji. Aku pulang, besok aja kita ketemu sarapan pecel pagi."
Janji lain pun dibuat.

Dengan perasaan sama-sama kecewa, Daru dan Ozi kembali ke rumah masing-masing.

Masuk rumah, membuat Kiki yang mendengar suara motor suaminya bergegas melongokkan kepala.

"Loh kok udah pulang? Kamu makan bakso apa minum es teh kok cepet banget?"

"Warungnya tutup, di sana hujan juga. Batal janjian makan sama Daru."

"Oh makan aja tuh di dapur, bikin mi Kedip sendiri, Bang, soalnya aku lagi repot mau live. Ini Nanda juga nggak datang-datang. Pas aku telepon malah dia juga kejebak hujan nggak bisa datang ke sini."

***

Nanda benar-benar tidak bisa datang karena alasan hujan dan Kiki pun juga tidak tega memaksa temannya itu untuk datang menginap di rumah. Meski begitu live tetap dialukukan dengan bantuan Ozi tentunya. Karena manusia itu satu-satunya yang bisa digunakan dan dimanfaatkan oleh Kiki dalam keadaan genting seperti ini.

Ozi berdiri memakai cardigan dan di sebelahnya patung yang sudah didandani Kiki dengan pakaian tunik dan juga celana plisket. Jika disandingkan, mereka berdua sangat serasi. Membuat Kiki bertepuk tangan gitang. Sementara Ozi hanya manyun dan pasrah mendapati dirinya dijadikan manekin, disiarkan langsung di sosial media milik Kiki jualan pula.

"Nih, Say. Bagus kan tuniknya. Ini bisa muat BB sembilan puluh loh. Premium da juga banyak warna, Say."

Kiki berdiri dan mengarahkan kamera untuk melihat lebih jelas bahan dari tunik yang dipakai oleh manekin.

"Tuh, Say, bahannya adem. Pokoknya nggak nyesel premium no kaleng-kaleng," jelas Kiki mempromosikan dagangannya.

Beberapa komentar kedatangan. Pertanyaan tentang harga, ketersediaan warna, hingga salah seorang penonton bertanya tentang cardigan yang dipakai oleh Ozi.

"Iya, Say. Cardigannya bisa buat cowok atau cewek. Terus ada tas selempang juga nih, Say. Nih cakep-cakep."

Kiki menyerahkan tas kepada Ozi untuk memakainya dan memamerkan. Membuat gestur gerakan membuka resleting dan memperlihatkan isinya sesuai arahan dari Kiki.

"Kak itu modelnya bisa dipesen juga nggak kok cakep?"

Salah satu komentar dari penonton membuat Kiki terkikik geli.

"Waduh modelnya limited edition, Say, nggak di jual beli. Cuma ada satunya itu di dunia. Apalagi modelnya udah ada yang punya. Jadi nggak bisa di-keep ya.'

Balasan dari penonton lainnya.

"Nggak bisa ya, Kak. Lumayan nih buat penghangat malam minggu lagi hujan di sini nih."

"Wah nggak bisa nih dia lagi kerja rodi, Say buat beli pasak bumi."

Ozi yang mendengar obrolan Kiki dengan penonton yang yang membahas tentang dirinya pun merasa dirinya bagaikan barang yang bisa diperjualbelikan juga ditawar seenak jidat.

Bibirnya manyun dan melemparkan tas ke arah Kiki. Untung Kiki bisa menghindar dan terpingkal melihat suaminya jadi bahan rebutan.

"Aduh jangan dong kalau cuma buat angetin malam minggu. Yang punya aja belum diangetin. Masa mau angetin yang lain?"

"Sayur kali diangetin Kak."

Ozi ngambek dan ia pergi begitu saja keluar kamar, membuat Kiki harus mengejarnya dan membujuk sang suami.

"Bang," panggil Kiki.

"Katanya tadi cuma jadi model, kenapa malah ghibahin dan mau lelang aku. Mentang-mentang ya, aku ini perjaka orisinil banyak yang pengen. Tapi enggak dilelang juga. Emangnya aku Pegadaian apa. Lagian juga kamu aneh-aneh aja belum pernah angetin orang. Lah, lamu pikir aku ini kompor?"

"Sorry, Bang. Lanjut yuk. Aku janji nggak bakal nanggepin deh kalau bikin Abang nggak nyaman," kata kiki meminta maaf dan membujuk sang suami agar mau melanjutkan live lagi.

"Nggak mau!" tolak Ozi yang masih kesal.

"Aku beri satu permintaan, asalkan Abang mau bantuin live," janji Kiki sambil mengacungkan telunjuknya di depan wajah Ozi, bernegoisasi dengan suaminya.

Ozi berpikir sejenak lalu wajahnya mengulas senyum semringah.

"Oke tapi harus dikabulin ya."

Kiki mengangguk. "Oke siap."

"Ya udah kita lanjutin dulu, habis itu aku kasih tahu apa permintaanku. Tapi kamu nggak boleh protes dan harus mau."

Kiki mengangguk.

Sementara Kiki masuk kamar melanjutkan membaca komen yang sempat pending karena ia harus membujuk Ozi. Sementara laki-laki tersebut mampir ke kamar mereka dan membuka laci untuk mengambil benda yang beberapa hari lalu ia beli dan malam ini akan ia kenakan.

"Gempor-gempor lu, Ki. Awas aja protes. Pokok harus bikin aku anget malam ini," monolog Ozi sambik terkikik.

______

Hallo epribadih, lama nggak update ya. Wakakak semoga masih suka dan mau terus ngikutin Ozi-Kiki yang otewe merasa nyaman.

LiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang