24. Masih Kamu
Kiki sudah kembali dari pasar. Belanja hari ini agak siang karena ia menyiapkan nasi goreng dulu untuknya dan Ozi sarapan.
Tiba di rumah, ia tak menyangka Nanda sudah bertengger sambil makan es krim jagung di teras rumah. Menyambut Kiki yang baru pulang dengan kantong belanjaan.
"Lama banget sih. Aku nungguin dari tadi loh. Ditelepon juga kamu nggak ngangkat," dumel Nanda.
"Ya kali ke pasar bawa HP. Bawa barang aja udah keberatan kok pakai bawa HP segala. Emang ngapain datang ke sini pagian. Kita live-nya kan masih nanti sore."
"Kamu loh bikin orang jantungan aja. Pagi-pagi aku buka HP, ngapain mau jadi janda segala. Suami mau dibuang ke mana?"
Kiki mendesah dengan helaan napas. "Udah, ngobrol dalam aja bantu bawain belanjaanku juga," kata Kiki menyerahkan kantong kresek pada Nanda dan ia membuka pintu rumah agar bisa segera masuk.
Barang belanjaan ditaruh di dapur. Ditaruh begitu saja, sementara Kiki menarik Nanda untuk ngobrol di depan televisi. Sambil menyalakan siaran gosip renyah pagi ini.
"Kenapa, cerita sini tiba-tiba kesambet apaan kok pengen jadi janda. Minta dicariin sugar Dedy lagi. Lihat aku dong, jomblo menahun kayak gini nyari laki satu aja nggak dapat-dapat. Kapan aku main lato-latonya?" curhat Nanda tak terima jika Kiki malah dengan mudahnya ingin melepas status sebagai istri dan ingin menjadi janda. Padahal nikah juga baru berapa bulan.
"Gini loh, aku mutusin hal itu bukan tanpa sebab, Nan. Semalaman hatiku goyah, bergetar, terguncang, terombang-ambing. Apa yang harus aku lakukan pada pernikahan ini," cerita Kiki dengan dramatis membuat Nanda malah jijik bukannya iba.
"Lebay amat ke intinya aja langsung gas nggak usah pakai basa-basi. Kebanyakan pemanasan sih kamu."
"Jadi kemarin tuh ya, Ozi sakit dan mantannya datang ke sini. Kamu tahu nggak, Nan, body mantannya Ozi ummaae ... jauh dari batas normal kita yang pas-pasan kayak gini."
Nanda berdecak kagum dengan ekspresi Kiki menjelaskan. Betapa aduhainya pasti soal dirinya yang memang pas-pasan.
"Terus mantannya ke sini kenapa? Mau minta Ozi balikan lagi?"
Kiki menggeleng. "Nggak juga sih, cuma jengukin Ozi yang kemarin jatuh dari ranjang."
"Namanya mantan kan pasti udahan. Kenapa kamu yang khawatir?"
"Soalnya mereka putus itu bukan karena keinginan masing-masing. Tapi karena nggak direstuin sama kakaknya Ozi. Kan kalau sekarang mantannya itu bisa buktiin kalau dia layak jadi pendamping Ozi, apa nggak bakalan bersatu juga tuh mereka."
Nanda berpikir. "Iya juga sih. Tapi, Ki, masa sih Ozi tega buang kamu gitu aja setelah diperawani, disedot, dijilat, diremas sampai kamu basah terus. Kayak habis manis tinggal kenangan."
Kiki memukul lengan Nanda. Busa-bisanya sahabatnya itu malah memperjelas keadaan yang genting ini.
"Aduh sakit, Ki. Terus rencana kamu mau cari sugar daddy itu gimana? Emangnya kamu doyan sama kakek-kakek?"
"Ya jangan kakek-kakek juga kali. Om-om kan banyak kayak om-om tambang tuh. Kan masih anget banget kelihatannya. Keker gitu. Cariin dong!"
"Gimana kalau kita carinya barang-barang aja deh. Soalnya aku jomblo ini nggak dapat-dapat. Pengen ngerasain juga dibelai manja."9
****
"Aambar, ngapain kamu ke sini?" kaget Ozi melihat Ambar berada di pintu gerbang kantornya sore saat ia dan Daru hendak pulang.
"Biasalah pengen ketemu kamu. Masa nggak boleh, kita kan lama nggak kumpul bertiga kayak dulu," alasan Ambar yang kini turun dari motornya dan mendekat ke samping motor milik Ozi.
"Kemarin kan udah kumpul di rumahku pas kamu jengukin sama Daru aku pijat. Minggu lalu juga kita kumpul makan gorengan bareng."
Ambar memanyunkan bibirnya cemberut manja, merajuk dengan kalimat Ozi yang seolah menolak kehadiran dirinya.
"Ya kan itu minggu lalu makan gorengannya. Pas ketemu kamu lagi dipijat, kita nggak ngobrol-ngobrol banyak. Ayo dong aku traktir es cendol deh," tawar Ambar malah diacungi jempol oleh Daru yang motornya berada di belakang motor Ozi.
"Setuju. Ayo gas aja."
Ozi menoleh ke belakang pada Daru yang seakan tak sadar situasi.
"Nah Daru aja mau, masa kamu enggak. Ayo dong mumpung aku lagi free nih. Soalnya lusa aku udah mulai kerja. Hitung-hitung aku traktir kalian sebagai perayaan aku udah diterima kerja."
Mendengarnya Ozi merasa ikut bahagia. Ambar memang perempuan mandiri. Di manapun ia berada tak pernah mau menggantungkan bantuan orang lain. Ia akan berusaha sendiri semampunya.
Mau tak mau akhirnya Ozi menuruti permintaan Ambar menuju penjual es cendol di pinggir jalan, yang mana di sampingnya ada lahan kosong bisa dijadikan tempat duduk menikmati minuman tersebut.
Ambar duduk di samping Ozi, sementara Daru memilih duduk di hadapan mereka berdua.
Daru pergi memesan es cendol, meninggalkan sejoli yang pernah merenda kisah merah muda saling itu duduk berdekatan.
"Kamu mau kerja di mana?" tanya Ozi.
"Di Big Mall. Ada temanku yang bawa aku ke sana."
"Kamu masih tinggal di tempat yang lama?" tanya Ozi lagi.
Ambar tinggal di kontrakan setahu Ozi. Setelah kepergian Ambar, kontrakan itu sudah dihuni oleh orang lain.
"Enggak, aku udah pindah. Lagi pula memang rumah aku juga lagi proses dibangun. Kamu mampir dong kapan-kapan ke kontrakanku yang baru. Aku kirim alamatnya nanti."
Ozi meringis dan mengangguk merasa agak insecure.
"Selamat buat pembangunan rumah baru kamu. Semangat juga kerjanya. Lancar apa pun yang lagi Kamu kerjain," doa Ozi tulus melihat pencapaian Ambar yang pastinya tidak mudah.
Ambar saja sudah bisa membangun rumah, sementara dirinya masih mengontrak bersama Kiki.
"Makasih ya, Zi. Berkat kamu aku bisa melewati semua ini Kamu adalah alasan aku untuk tetap bertahan sampai detik ini. Semua tidak mungkin ada tanpa kamu."
Ozi makin rendah diri dibuatnta "Apa sih, enggak, Mbar."
Ozi menatap pendaran cinta yang begitu besar dan masih tersimpan di mata Ambar untuknya. Ia menunduk menatap tas yang Ozi pangku.
"Bukan karena aku. Semua itu kan usaha kamu. Aku tahu kamu perempuan mandiri yang bisa melakukan semuanya meskipun tidak ada aku."
Ambar menaruh tangannya di atas punggung tangan milik Ozi. "Nggak sih. Semua yang kulakukan adalah dari kamu, karena kamu dan untuk kamu. Meskipun sekarang kamunya bukan untuk aku."
Kalimat yang diucapkan lirih oleh Ambar tersebut menyimpan air mata yang ditahan kuat-kuat agar tak terjatuh. Begitu pula dengan Ozi yang merasakan haru tak terbendung.
"Maaf, Ambar, aku banyak salah sama kamu dan aku nggak pantes jadi alasan untuk kamu bahagia. Apalagi penyemangat kamu untuk mencapai semua ini."
"Iya aku tahu." Ambar menatap Ozi. "Zi, tidak bisakah satu kesempatan itu datang padaku? Apa pun resikonya, aku siap menghadapi," kata Ambar yang penuh tekad.
________
KAMU SEDANG MEMBACA
Live
Humor"Barang ready, Say. Kepoin aja yuk. Gercep pokoknya. Naikkan no WA biar admin catat sekalian pesanannya ya." Kisah Kiki, pedagang online yang mengadu nasib di kota berjuluk pesut Mahakam. Dipaksa nikah hanya dengan alasan 'biar ada yang jagain'. Ad...