21. Ambar

186 39 10
                                    

Namanya saja mengingatkan manusia pecinta sinetron 90-an pada pemeran wanita, Noktah Merah Perkawinan.

Mantan satu-satunya Ozi yang selalu membuat laki-laki itu panas dingin jika di dekatnya. Meski terlihat menggoda iman dan ketakwaan, Ambar sebenarnya adalah perempuan baik hati dan tidak sombong serta mandiri. Jenis perempuan kesukaan Ozi, yang tak bergantung di bulu ketek lelaki.

Meski usia Ambar lebih tua, justru hal itulah yang membuat Ozi nyaman. Ambar tak cengeng dan merengek. Hanya saja banyak desahana yang membuat Ozi makin tak sabar buka resleting.

Sayang, kedekataman Ambar dan Ozi menjadi ketakuan sang kakak. Takut Ozi akan terjerumus dalam lembah kenikmatan bersayap. Lagi pula Ambar kala itu harus pergi meninggalkan Ozi dalam tanda tanya akan hubungan mereka. Ambar harus mengais cuan di kota seberang demi membangun rumah impiannya kelak.

Tak disangka, pulang kembali ke kota ini malah disuguhi kabar Ozi sudah berstatus suami orang. Istrinya terlihat biasa pula. Kan, harga diri Ambar jadi tersayat manja.

Ambar tahu ia salah meninggalkan Ozil begitu saja tanpa ada sepatah kata pun untuk memberitahu. Bukan karena ia tega, tapi ia hanya tidak sempat saja. Pekerjaan di sana membuatnya lupa waktu, bahkan untuk istirahat pun tidak sempat.

Terdesak ekonomi dan tuntutan akan impian yang akan ia renda dengan Ozi, nyatanya memang hampir membuahkan hasil. Ia sudah punya cukup modal, tinggal eksekusi saja. Sayang, orang yang ingin ia ajak menempati istananya malah membangun gubuk dengan perempuan lain.

Kecewa pasti, tapi ia juga sadar diri dirinya terhalang restu dari kakak Ozi. Salah satunya batu sandungan yang paling besar bagi Ozi memang kakaknya. Laki-laki itu seolah tidak bisa berkutik hanya dengan satu yitah dari sang kakak.

Ambar kecewa Ozi tak membelanya sama sekali. Tidak mempertahankan hubungan mereka yang memang tidak jelas. Apakah mereka berpacaran atau sekedar teman nyaman semata, atau mungkin Kakak Adik dengan percikan asmara. Baik Ambar maupun Ozi sendiri tidak bisa menggambarkan perasaan dan hubungan mereka berdua selama ini. Namun yang pasti, keduanya sama-sama tahu akan perasaan kalbu.

Kekesalan Ambar akan penolakan kakak Ozi, membuatnya nekat merantau. Bekerja keras untuk melupakan semuanya dan fokus pada pencapaian yang ia idamkan. Yakin bisa membahagiakan keluarga dan pantas dengan laki-laki pilihannya. Bukan semata ingin bergantung. Makanya ia membuktikan hal tersebut, nyatanya begitu hampir berhasil dirinya terlambat.

***

"Bang tadi ada yang nyariin. Perempuan cantik kayak gitar Spanyol badannya," kata kiki begitu mendapati sang suami pulang dan kini sedang menggaruk pantatnya sembari mengganti celana kerja dengan sarung.

"Siapa?" tanya Ozi pura-pura tidak tahu bahwa yang mencarinya tadi adalah Ambar, sang mantan.

"Siapa ya tadi namanya lupa. Pokoknya cakep banget. Abang nggak lagi punya utang sama mucikari kan?" tuduh Kiki yang membuat Ozi langsung menganga.

"Kok mucikari sih, Ki, memangnya aku ini kelihatan suka jajan?"

"Kan kayak gitu emang Abang suka jajan, sama Daru. Jajan cilok, gorengan, sosis goreng, telur gulung."

"Bukan jajan yang itu. Jajan yang nyolokin ke lubang basah sasimo."

"Ya emang nggak ada tampang sih, tapi kan aku nggak tahu Abang di luar kayak gimana. Intip dikit mungkin pernah kan?"

Ozi mengangkat tangan lalu membentuk jarinya membentuk huruf V dengan telunjuk dan jari tengah. "Sumpah ya, Ki, kagak pernah aku mainan kayak gitu. Keperjakaanku aja direnggut sama kamu."

"Iya deh percaya. Terus tadi siapa yang nyariin, takutnya Abang kan terlibat masalah."

"Itu dulu temanku sama Daru kok. Lama nggak pernah ketemu  makanya dia pengen ngajak kumpul," alasan Ozi yang kemudian diangguki Kiki. Tidak ingin memperpanjang masalah.

Ozi sendiri melangkah keluar kamar, mendinginkan badannya dengan menyalakan kipas angin di depan televisi. Sementara Kiki sendiri ke dapur menggoreng telur dadar untuk Ozi makan.

Kiki tidak bertanya lagi, tapi Ozi malah tak tenang. Takutnya Kiki masih kepo dan nekat mencari tahu sendiri siapa teman yang datang tadi.

***

"Ah, Bang lebih cepat dong. Maju mundurin lagi," kata Kiki merintih, memelas, merayu merengek dengan suara manja.

Membuat Ozi yang bergerak dengan sekuat tenaga menembus lubang basah Kiki pun makin bersemangat.

Ozi mencengkeram paha Kiki yang ia lebarkan dan dijadikan sebagai pegangan.

Tak butuh waktu lama karena keduanya pun juga sudah mulai merasakan puncak kenikmatan yang dicapai hampir bersamaan.

Begitu desah panjang menggema,  Ozi menggulingkan tubuhnya di samping Kiki. Keduanya mengatur napas sambil menatap langit-langit kamar.

"Ki," panggil Ozi di sela napasnya yang masih ngos-ngosan.

"Apa?" jawab iki yang ogah-ogahan karena merasa tidak ingin diganggu.

Ia hanya ingin mengatur napas lebih dulu sebelum beranjak ke kamar mandi untuk mengguyur sisa-sisa pergumulan.

"Enak nggak?"

Ditanya seperti itu Kiki langsung menoleh pada sang suami.

"Abang sendiri enak nggak?" tanya Kiki balik.

"Ya enaklah. Kalau nggak enak mana keluar juga. Muncrat sampai meluber.

"Samain aja jawabannya," kata Kiki yang membuat Ozi jadi menoleh balik.

Keduanya saling bersemuka dengan tubuh yang masih sama-sama menghadap ke atas.

"Emangnya pesan makanan pakai disamain segala. Jujurlah, Ki, enak nggak. Takutnya kamu pura-pura enak aja nyenengin aku."

Kiki mendesah. "Iya enak. Gitu aja kok pakai ditanya. Ini bukan ngincipin kuah bakso pakai ditanyain enak apa nggak. Harusnya abang tu tanya, puas nggak?"

Ozi terkekeh lalu ikut memiringkan tubuh agar lehernya tidak sakit menoleh terus.

"Puas nggak sama nafkah batinku?"

"Puas, Bang tapi lebih puas lagi nambah satu kali. Soalnya masih kurang basah sekujur tubuhku. Keringatnya kurang keluar."

Kiki bangun lantas mendorong pundak Ozi untuk kembali terlentang. Ia menaiki perut sang suami tanpa babibu menyerang leher dengan gigitan, layaknya vampir menyerang mangsanya.

Sudahlah. Ozi pasrah saja harus dihajar habis-habisan oleh Kiki. Lagi pula istrinya itu sudah puas dengannya, puas dengan keberadaan dirinya. Soal Ambar yang hendak ia ceritakan tadi, sepertinya harus ditunda dulu pembahasannya. Momen panas ini tidak ingin terganggu dengan kisah masa lalu yang mungkin saja mempengaruhi Kiki.

Ozi berharap bahwa Kiki bisa menerima kisahnya dengan Ambar. Ozi juga akan memastikan bahwa kehadiran Ambar tidak akan berpengaruh pada rumah tangganya. Ia dan Ambar juga sudah selesai. Kini ia sudah bersama Kiki.

"Ah, Abang remesin dong," kata Kiki yang menuntun tangan Ozi untuk memerah tanpa isi.  Sementara Kiki bergerak mengulek di atas tubuh Ozi.

________

LiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang