6. My Dream

348 93 19
                                    

Dengan napas yang masih tersenggal, Ozi mengintip ke sampingnya. Manusia tak tahu aturan. Sudah membuat jantungnya jumpalitan, si dia yang bangun tak kira-kira, eh malah si empunya tengkurap dengan nyamannya.

Oh, dunia yang penuh ilusi ini sungguhlah sangat membagongkan. Ia kira perang dunia berkedok saling menjamah akan terjadi. Eh, malah Kiki cuma ngelindur. Lepas baju, ganti daster dan lanjut baring di kasur.

Mati rasa setelah dirasa semua aman Ozi perlahan menggerakkan tubuhnya menutup pintu kamar mengganti lampu dan kemudian tidur memunggungi Kiki berusaha memejamkan mata yang dibawa sana ingin ngajak ronda.

***

Pagi yang membuat Ozi malas untuk bangun. Masalahnya, semalam dia baru bisa tidur setelah bernegosiasi dengan Nunu-Nana yang merajuk karena ingin segera merasakan kegunaannya selain kencing.

Sarapan yang disiapkan Kiki pun tak menggoda. Hal yang ingin Ozi lakukan pagi ini adalah tidur lagi. Kiki yang melihat sang suami diam di tempat dengan rambut basahnya mulau kering, membuat sang istri yang sudah capek-capek bangun dan masak sarapan langsung berkacak pinggang.

Kiki menatap tajam pada piring sang suami yang kosong, padahal Kiki sudah repot-repot mengambilkan piring. Membiarkan Ozi makan dengan mengambil sendiri. Pagi ini ia masak telur ceplok juga tumis buncis dan tahu. Semua masakan disajikan depan TV. Mereka memang biasa makan berdua di tempat tersebut.

"Kok nggak makan, Bang?" tanya Kiki menatap tajam.

"Nggak lapar dan juga nggak berselera."

"Tumben nggak berselera, biasanya sarapan udah kayak orang fakir miskin dapat jatah nasi bungkus aja. Tumben-tumbenan nih. Emang maskan aku nggak enak ya, Bang?"

Ozi menjawab dengan gelengan. "Enggak gitu. Emang lagi nggak pengen sarapan aja."

Hati Kiki dongkol bukan main, seolah-olah usahanya untuk menjadi istri sholehah yang baik hati menyiapkan sarapan untuk sang suami tiada guna. Kiki balik badan menuju dapur, tak menengok lagi pada sang suami.

Ozi menguap dengan lebar lalu menatap jam. Sudah saatnya ia berangkat. Ia pun berteriak tanda ia berpamitan pada Kiki. Setelahnya ia keluar dan berangkat kerja, meninggalkan Kiki yang menabuh genderang seperangkat alat masak di dapur sambil ngomel.

"Kenapa sih laki-laki itu semuanya sama. Nggak yang peka. Udah capek masak, keringat udah bikin daster kiyup, sampai-sampai main game aja aku tinggaljn demi ke pasar beli tahu," dumel Kiki.

Setelah amarahnya mulai reda karena capek sendiri, Kiki kembali ke depan TV. mengambil piring lalu mengisinya dengan nasi. Mengambil dua telur, sayur tumis yang ia masak. Lekas ia melahapnya karena marah juga butuh tenaga.

Kenyang dengan sarapan, Kiki mulai bergulat dengan cucian. Ia lihat sarung Ozi semalam sudah ditaruh timba. Seingat Kiki, sarung itu baru dipakai sore kemarin dan pagi tadi Ozi sudah ganti sarung lagi. Kiki makin kesal dibuatnya, seolah-olah dengan mudahnya Ozi melimpahkan pakaian yang baru beberapa jam dipakai untuk ganti baru.

Pagi Kiki yang dipenuhi dengan emosi serta kekesalan, sementara Ozi yang penuh kelelahan.

***

Patung manekin sudah disiapkan, baju gamis juga sudah dipasang. Beberapa tunik yang baru datang juga sudah mulai dipersiapkan. Hari ini live jualan pakaian wanita.

Kiki menyangga ponsel sementara Nanda mempersiapkan ponsel lain di mana semua pesanan akan tercatat, agar tidak selip baik barang maupun alamatnya.

"Baru datang nih, Say. Ada model busui atau yang kerah badannya tertutup. Pergelangan tangan juga lebar nih, Say, bisa diangkat. Aman buat wudhu. Nih, motifnya ada banyak, warnanya juga banyak kok. Aku jembrengin ya."

LiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang