Benar yang Ozi khawatirkan. Kiki teler setelah sampai rumah. Gaya ngajak jalan, di motor malah ngantuk. Hampir aja Ozi mau buang Kiki di semak. Tapi ingat lagi, kalau Kiki masih ada gunanya buat diajak bergumul panas. Ah, sayang banget kan kalau dibuang gitu aja.
Ya sudah. Ozi akhirnya terus-nenerus menggoyangkan pundak agar Kiki tak tidur ileran menempel di punggung, dan demi motornya tak oleng.
Sampai di rumah, Kiki cuma ganti daster dan cuci-cuci muka lanjut tengkurap melanjutkan ngoroknya. Ozi menangis di depan pintu melihat rencananya gagal total.
Padahal Ozi sudah menyiapkan sekaleng susu beruang, madu dan juga telur untuk membuat ramuan top markotop hasil dari resep yang konon katanya turun-temurun.
Tapi melihat kelakuan Kiki yang sudah tak bisa diajak berburu keringat bersama, membuat Ozi hilang harapan dan mau tak mau harus menggagalkan rencana yang sudah ia susun.
Mengikuti Kiki tidur di sampingnya dengan perasaan hampa, Ozi sesekali melirik sang istri yang mendengkur dengan mulut terbuka. Ingin rasanya meremas perempuan di sampingnya karena saking gemasnya sekaligus kesal.
"Ih dasar malah tidur duluan."
Ozi membalikkan tubuh memunggungi Kiki sambil memejamkan mata. Mencoba untuk tidur tapi tak juga bisa karena sesuatu di bawah sana sudah menanti untuk dibelai basah. Harapan tinggal harapan. Ozi hanya bisa menenangkan sesuatu di bawah sana agar juga ikut tidur seperti dirinya.
Bersama berusaha menggapai mimpi di langit meski dirinya masih di dalam kerak bumi.
Memejamkan mata sambil menghitung telur ayam, akhirnya Ozi pun tertidur. Lelap karena lelah juga sampai-sampai ia tak sadar menjelang subuh dirinya sudah diserang secara perlahan.
Kiki sudah bangun duluan. Melirik jam, rupanya masih jam tiga. Dilihatnya Ozi tidur dengan sarung yang tersingkap sampai paha, kedua tangan ke atas kepala. Senyum Kiki terbit.
"Aduh, punya laki udah di-unboxing. Tunggu bentar ya, habis ini aku obrak-abrik Abang."
Perlahan Kiki ke kamar mandi dulu untuk panggilan alam. Setelahnya baru kembali ke kamar. Melepas daster, memakai wewangian, menyisir rambut, pakek bedak. Merasa siap, ia naik kembali ke kasur. Duduk di samping Ozi.
"Ihik-ihik aku buka ya, Bang." Kiki berkata lirih cekikikan sendiri sambil membuka lilitan sarung Ozi. Melepaskan ikatan dan perlahan meloloskan juga dari tubuh sang suami.
Melihat sesuatu yang masih tidur tapi tak lelap, Kiki langsung meegangnya. Berbisik untuk negoisasi.
"Met pagi, Pisang. Yuk kita olahraga. Inget, yang lama biar aku puas."
Setelahnya Kiki memulai aksinya. Dari ajaran Nanda, ia bisa ambil inisiatif melakukan lebih dulu buat memancing keributan. Anggap saja Ozi ikan yang butuh dipancing.
Baru juga dielus manja, pisang andalan Ozi bangun duluan ketimbang orangnya. Kiki takjub. Ia mulai percepat gerakaannya membelai.
Kiki kaget begitu tiba-tiba tangannya dicekal oleh Ozi. Sampai-sampai Kiki hampir teriak dan menggenggam erat pisang di tangan.
"Abang! Bikin kaget aja!" kesal Kiki.
Ozi membelalak bingung dan melirik pada bagian bawahnya yang malah dijadikan mainan Kiki. Untung tak sampai didandani pakek jilbab dari sarung sama Kiki biar terlihat uwu.
"Kamu ngapain?" tanya Ozi bingung.
Selain tangan Kiki meremas, Kiki juga hanya pakai dalaman saja duduk di sampingnya. Kan horor juga lihat Kiki model begitu. Biasa dasteran bolong keteknya. Ini bolong tak bersisa.
Kiki meringis. "Serangan fajar yuk, Bang. Aku udah wangi loh. Udah dandan, udah siap dilucuti semuanya. Tinggal tarik aja behanya."
Ozi masih loading sejenak. Mencerna situasi. Jam di dinding, daster Kiki yang entah ke mana, aroma wangi dari parfum beli di pinggir jalan saat pasar malam, tangan Kiki yang menggenggam dan meremasi miliknya.
Baiklah, Ozi mengerti sekarang. Ia langsung bangun dan duduk. Melirik Kiki sambil meringis juga.
"Ayo gasss!"
Kiki tak menyangka Ozi akan sesemangat itu. Tubuhnya yang tadi duduk kini sudah didorong rebahan di kasur. Langsung dijilat, digigit, diendus oleh Ozi. Sudah macam kucing saja Ozi ini.
Kiki sih, ya enak-enak aja. Lubangnya udah nggak sesakit saat pertama kemarin. Rintihannya jadi syahdu tak lagi menyayat batin. Tangan dan kaki sudah otomatis bergerak sendiri mengimbangi. Ah sudahlah, mereka terlalu bersemangat bertempur sampai kokok ayam saja tak dihiraukan.
Bahkan sampai Kiki dan Ozi ganti posisi di meja saja keduanya tak sadar. Rambut Kiki juga percuma sisiran kalau ujung-ujungnya berantakan kala Ozi menjambaknya.
"Bang, tunggu."
Ozi menghentikan sejenak padahal ia sedang asyik mengecupi dan meremas dua gundukan yang ada di depan mata.
"Kenapa?"
"Abang, tetek aku jangan diulek kayak gini. Nanti kendor gimana. Yang biasa aja lah. Pegang, remes, diisap. Masa pakek diulek segala. Kan atit, Bang."
Kiki keberatan. Dalam posisi ia duduk di atas Ozi, laki-laki itu malah brutal sekali memutar, meremas, menarik, mengulen bukit kembarnya. Sampai Kiki bingung sendiri Ozi sedang bikin adonan donat apa ngulek sambel trasi ke teteeknya.
"Habisnya gemes, Ki. Pen dimakan tapi kalau habis nanti nggak ada yang dimainin."
"Ya tapi jangan diputer-puter kayak ngadon donat juga."
Ozi meringis. "Ya deh. Dah, kamu lanjut naik turun lagi."
Kiki dan Ozi melanjutkan lagi sesi gaya ke sekian. Sampai subuh hampir habis, keduanya baru selesai.
Kiki mandi lebih dulu sementara Ozi merebus air untuk membuat teh di teko. Keduanya pasti butuh yang hangat-hangat setelah mandi keramas pagi-pagi.
***
"Met kerja ya, Bang. Lope sekebon buat Abang," kata Kiki melepas kepergian sang suami tersayang di depan pintu. Tak lupa ia lambaikan tangan dan senyum semringah.
Ozi membalas hal serupa meski norak juga kalau dilihat. Tak apa. Pagi mereka sedang diliputi bahagia dan gairah.
Motor Ozi melaju pergi dan tak terlihat. Barulah Kiki masuk rumah. Membereskan yang belum beres. Kasur sudah aman. Porak poranda serangan fajar sudah dirapikan. Dapur juga aman, langsung Kiki cuci setelah sarapan. Tinggal baju-baju yang butuh dijemur.
Masih dengan rambut setengah basah yang ia kibas ala iklan sampo, Kiki berjalan ke dapur. Menengok kumpulan baju yang sudah diberi pewangi tinggal dijemur. Hari mulai panas. Keringat juga mulai ambil bagian dalam menampakkan diri.
Membawa bak besar ke belakang, Kiki mulai menjemur satu per satu pakaian. Ada aneka daster, kaca mata kuda, kemeja, sarung, buaya buntung Ozi, celana dan juga sprei. Sungguh membagongkan, sprei baru ganti kemarin sudah basah saja tadi pagi. Untung Kiki banyak cadangan.
Asyik menjemur sambil berdendang lirih, telinganya menangkap suara-suara yang membuat fokus Kiki jadi teralihkan. Gegas ia berlari ke depan.
Ada suara ketukan. Kiki membuka pintu dan mendapati sesosok titisan bidadari berdiri di depannya. Tinggi semampai, rambut panjang digerai, baju rapi dan wangi, tas di lengan, bibir warna nude, senyum sensual.
"Ya, Mbak?" sapa Kiki takut salah alamat saja bidadari ini. Jatuh dari langit masa nyasar ke rumanhnya.
"Ini rumah Ozi bukan?"
Kiki mengangguk. Praduga bergelayut. Apa Ozi punya hutang sampai ada bidadari nyasar ke mari ya.
"Iya nih, bener. Mbak cari Ozi?"
"Iya. Ozi ada?"
"Udah berangkat kerja. Mbak ini siapa ya?" tanya Kiki masih bingung.
Perempuan molek yang harus ditatap Kiki dengan mendongakkan kepala itu menjulurkan tangan.
"Kenalin, aku Ambar."
_____________
KAMU SEDANG MEMBACA
Live
Humor"Barang ready, Say. Kepoin aja yuk. Gercep pokoknya. Naikkan no WA biar admin catat sekalian pesanannya ya." Kisah Kiki, pedagang online yang mengadu nasib di kota berjuluk pesut Mahakam. Dipaksa nikah hanya dengan alasan 'biar ada yang jagain'. Ad...