Ambar terbaring di kamarnya saat Fauzi datang ke sana. Rumah kontrakan milik mantan kekasihnya itu bukan rumah tunggal. Ada lima pintu berjajar berbentuk bangsalan. Rumah Ambar nomor tiga dari depan.
Setelah membuka pintu yang rupanya memang tidak dikunci--sengaja membiarkan Ozi langsung masuk--laki-laki itu merasa prihatin dengan Ambar yang tergolek lemah di atas kasurnya.
"Gimana keadaan kaki kamu?" tanya Ozi yang duduk bersila di samping kasur Ambar.
Kasur Ambar ini bukan model dipan, melainkan kasur yang langsung diletakkan di lantai.
"Kayak kamu lihat sendiri ini. Nggak sampai patah tulang juga sih cuman karena lukanya di sana, buat Jalan sakit," keluh Ambar memelas agar Fauzi mengasihaninya.
"Kok bisa sih kamu kayak gini. Udah makan belum, aku belikan makan ya," tawar Ozi.
"Iya jangan lama-lama ya. Aku nggak mau sendirian di sini."
Ozi mengangguk lantas keluar lagi mengendarai motornya, membeli makan lauk ikan bakar. Setelah mengantri tak begitu lama. Ozi kembali ke rumah Ambar.
"Ini aku udah beli makanan kesukaan kamu. Makan dulu ya."
Ambar menggangguk. "Bantuin duduk," pintanya manjanya pada Ozi.
Laki-laki itu membantu Ambar duduk dengan bantal yang ditumpuk untuk menyangga punggungnya. Dengan arahan Ambar, Ozi tahu di mana letak dapur untuk mengambil gelas, piring dan sendok. Membawanya ke kamar dan menata makanan di sana. Ozi terlebih dahulu membuka nasi milik Ambar.
"Ikan bakar kesukaan kamu. Makan dulu ya habis itu minum obat."
"Bisa nggak tolong suapin aku. Tanganku juga agak sakit ini tadi ada yang lecet," alasan Ambar.
Ozi melirik pada tangan Ambar. Memang ada luka juga di lengan. Sudah diobati tapi tidak diperban karena tidak terlalu parah.
Ozi menyuapi Ambar perlahan. Disiapkan pula air minum yang sudah dituang ke gelas agar mudah diminum tidak tersedak.
Melihat perhatian Ozi padanya, Ambar begitu senang dan ia yakin bahwa laki-laki itu masih menaruh perasaan cinta padanya. Buktinya saat ia butuh bantuan seperti ini saja laki-laki itu cepat datang ke mari. Tak peduli Ozi tadi izin pada Kiki atau tidak, atau bahkan langsung ke sini tanpa butuh persetujuan sang istri. Ambar merasa dirinya lebih diprioritaskan oleh Ozi ketimbang istrinya sendiri. Bagaimana tidak ia merasa di atas angin.
"Kamu juga makan dong,Zi. Masa aku aja yang kamu suapin," kata Ambar melihat bungkus nasi milik Ozi masih terbungkus belum dibuka. Masih di dalam kresek.
Iya nanti kalau kamu udah selesai aku suapin baru aku yang makan.
Ambar sudah habis lebih dari setengah nasi. Ikan pun juga sudah satu sisi bagian habis. Ozi membalik ikan tersebut untuk mencari daging yang masih utuh di sisi lainnya.
"Lagi apa udah? tanya Ozi karena Ambar sudah lumayan makan banyak.
"Dikit lagi aja habis itu udahan biar kamu cepat bisa makan."
Empat suapan kemudian Ambar mengatakan sudah kenyang, sehingga Ozi membungkus ala kadarnya nasi sisa milik Ambar. Lantas membuka nasi bungkus miliknya sendiri.
Baru juga Ozi membuka nasinya, Ambar meminta tolong mengambilkan obat. Jadilah Ozi memubukakan dulu obat untuk Ambar. Setelah selesai semua, baru Ozi menikmati makanan.
"Makasih ya, Zi udah mau bela-belain datang ke sini."
"Iya sama-sama. Kamu butuh apa lagi biar aku keluar beliin. Kue, beli galon atau mau apa pun bilang aja," kata Ozi menawarkan karena tak mungkin Ambar berangkat sendiri untuk membeli kebutuhan tersebut.
"Sementara udah, nanti aja kalau aku pengen apa-apa bilang ke kamu kok. Yang penting kamu jangan jauh-jauh dari aku. Beneran, Zi aku butuh kamu. Nggak ada orang lagi di sini, keadaanku juga kayak gini. Masa kamu tega biarin aku sendirian."
"Iya, Mbar. Udah kamu istirahat dulu aku selesaiin makan sama beresin. Kamar kamu berantakan banget ini soalnya."
Ambar menurut. Ia pun mencoba memejamkan mata meski dengan posisi setengah duduk, sementara Ozi menyelesaikan makannya. Membuang sampah, menaruh piring ke dapur dan membersihkan kamar milik Ambar yang berantakan. Sepertinya perempuan itu tidak sempat bebersih tadi pagi saat berangkat jalan.
***
Dalam kehampaan dan rasa kecewa ditinggalkan oleh Ozi untuk menemui Ambar, Kiki menghabiskan waktu dengan menghitung cabai di lemari es yang ia beli seperempat kilo kapan hari.
Hatinya merasa sakit, kecewa. Kenapa Ozi malah bela-belain mendatangi Ambar padahal hati Kiki juga sedang sakit seperti dibelah dengan Samurai. Tersayat perih, sakit tak berdarah tapi cenut-cenutnya sampai ubun-ubun melebihi sakit gigi,nsakit cantengan,nsakit perut dan juga ngilu puting saat Ozi mengnyotnya terlalu brutal.
Sungguh. Bagaimana bisa Ozi meninggalkan Kiki begitu saja tanpa kabar pula. Sementara ini sudah hampir tengah malam, masih tidak ada kabar sama sekali. Entah laki-laki itu sedang kayang di sana, ketiduran, ditiduri atau malah meniduri Ambar. Berbagai spekulasi memenuhi pikiran Kiki yang sudah butek dan ruwet. Ladahal seharian ini sudah bahagia diajak main. Merasa menang ketimbang mantannya, eh malah diseruduk sampai mentok. Dirinya benar-benar terkalahkan.
Ponselnya ia lihat terus-menerus, tak ada pesan ataupun telepon dari Ozi. Kiki nekat, daripada ia tidak bisa tidur karena khawatir dan kepo. Matanya sakit, perutnya melilit, rambutnya semrawut dan pahannya bergetar karena tak juga mendapat kabar dari Ozi. Ia pun menelepon sang suami.
Setelah dering ketiga, barulah suara di seberang mengangkat telepon milik Ozi. Bukan suara sang suami, melainkan suara Ambar di sana.
"Halo, Kiki ini Ambar."
Kiki sangat bingung. Degh, begitu bunyi jantungnya mendengar suara perempuan bergelar mantan kekasih Ozi gengah menjawab panggilan telepon. Di mana gerangan suaminya tersebut.
"Iya, Mbak gimana kabarnya? Katanya habis jatuh ya."
"Iya Ki ini lagi luka-luka semuaterutama kaki. Ada apa telepon. Ozi nya lagi di kamar mandi soalnya jadi teleponnya aku yang angkat. Kalau ada sesuatu biar aku sampaikan, Ki, atau kalau mau nunggu Ozi selesai nggak apa-apa."
Kamar mandi. Apakah Ozi menguras kamar mandi milik Ambar. Apakah Ozi tengah mempersiapkan mandi kembang menjelang tengah malam. Apakah Ozi dansa di kamar mandi bersama gayung, ataukah yang lebih parah apakah Ozi habis meniduri Ambar dan berakhir dengan bebersih diri di kamar mandi.
Kiki tidak bisa membayangkan lagi apa yang ada di otaknya. Mendengar suara Ambar yang menjawab telepon saja Kiki sudah lemas dibuatnya, apalagi saat tahu bahwa Ozi sudah di kamar mandi entah sedang apa. Kiki dibuat makin tak berdaya.
"Nggak usah deh, Mbak. Nanti aku telepon lagi. Takutnya masih lama di kamar mandi."
"Ya udah kalau gitu aku tutup ya. Aku capek banget soalnya, nggak bisa ngobrol lama-lama.
__________
Happy weekend, Gengs. Kangen gak sama Kiki Ozi 😄
Mereka dah tamat di Karya Karsa ya. Habis ni mau ada karya baru di akun utama. Tunggu agak senggang lah ya.
Luv semua 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Live
Humor"Barang ready, Say. Kepoin aja yuk. Gercep pokoknya. Naikkan no WA biar admin catat sekalian pesanannya ya." Kisah Kiki, pedagang online yang mengadu nasib di kota berjuluk pesut Mahakam. Dipaksa nikah hanya dengan alasan 'biar ada yang jagain'. Ad...