Sahabat sejati bukan tentang lamanya persahabatan, tapi tentang siapa yang menghampiri hidupmu dan tidak pernah meninggalkanmu dalam situasi dan kondisi seburuk apapun
Denada Parmadita
*************
Flashback On
Dua tahun sebelumnya
Denada memaksakan diri tersenyum pada teman dan beberapa kerabat jauh yang datang melayat di rumah duka.
"Terima kasih." Denada mengangguk pada salah satu tamu yang barusan pamit.
Denada menghempaskan dirinya, di atas kursi di dekat peti jenazah Sena Parmadita, mamanya yang akhirnya menyerah setelah berjuang cukup lama melawan kanker serviks. Denada menarik nafas, sesak, dan kembali mengusap air mata yang mengalir di sudut matanya.
"Nada...." suara lembut Jovita mengagetkan Denada.
"Pasti kau belum makan." Riko menyodorkan paper bag ke arah Denada.
"Makan, Nada. Kau harus makan, kau tidak boleh sakit. Mamamu akan lebih sedih jika melihatmu sakit." Jovita meraih paper bag yang disodorkan Riko dan menarik sebuah kursi, duduk di sebelah Denada.
"Makasih." Denada mengusap air matanya dan menerima box berisi nasi goreng yang sudah dibuka oleh Jovita.
Jovita menhela nafas panjang dan membuka kemasan air mineral botol, pandangannya memutar mengelilingi ruang duka.
"Kau sendirian?" Jovita menatap Denada, iba. Mereka sebaya, tapi hidup Denada benar benar berat, setelah menjalani pernikahan tanpa cinta akibat dijodohkan, sekarang Denada harus kehilangan Sena, satu satunya keluarga yang dimilikinya. Sena adalah single parent, Sena membesarkan Denada seorang diri dengan menerima jahitan dan kemudian memulai usaha jualan tote bag dan pernak pernik secara online.
"Hm...." Denada mengangguk letih, menyuapkan makanannya perlahan, matanya menerawang, kosong.
"Mana Julian keparat itu?" suara Jovita terdengar kesal saat menyebut nama suami Denada.
"Dia tidak tau, dan kurasa saat tau pun, dia tidak akan peduli." Denada mengusap kembali air mata yang menggenangi sudut matanya, enggan membahas tentang Julian. Pernikahan mereka hanya di atas kertas saja, walaupun mereka tinggal serumah, mereka bagai orang asing.
"Mertuamu?" Riko tampak mengerutkan keningnya. Sedikit banyak Riko sudah tau masalah yang dihadapi Denada karena Jovita sudah bercerita mengenai garis besar pernikahan Denada dan masalah dalam pernikahannya. Alasan itulah yang membuat Riko menerima Denada bekerja di cafe miliknya dan memberi kelonggaran waktu, agar Denada tetap bisa merawat mamanya sekaligus tetap bisa melanjutkan kuliahnya.
"Mereka masih di luar kota mengurusi bisnis mereka, berkeliling dari kota satu ke kota lain." Denada mengangkat bahunya "Jika anaknya tidak peduli, apalagi orang tuanya." Denada tertawa sumbang.
"Kamu masih punya kami, Nada." Jovita memeluk Denada, iba, menahan air matanya yang hendak tumpah.
"Thanks." Denada terisak "Tanpa kalian, aku tidak tau bagaimana nasibku." Denada menggeleng perih. Sejak ia menikah, begitu banyak masalah yang dia hadapi, hanya Jovita dan sepupunya, Riko, yang selalu siap membantunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY (TAMAT)
RomanceSometimes it takes sadness to know happiness But never let the sadness of your past and the fear of your future ruin the happiness of your present Bagaimana jika dua insan dengan masa lalu kelam dan menyedihkan bertemu? Denada Parmadita, gadis yang...