Kevlar mengecup lembut kening Denada. Gadis kecilnya masih tertidur damai. Hari ini sudah hari kedua dan Denada belum menunjukkan tanda tanda akan sadar dari tidur panjangnya.
Kevlar mengepalkan jemarinya, menarik nafas panjang sebelum berdiri dari kursinya yang berada di samping brankar Denada.
"Girl, aku akan kembali." Kevlar mengusap jemari Denada sebelum akhirnya berjaan keluar dari ruang ICU.
Kevlar memberi kode pada Gerald yang menunggunya di depan pintu ruangan ICU.
"Ayo...." Kevlar melangkah mendahului Gerald.
"Kau yakin?" Gerald menyamakan langkahnya dengan Kevlar.
"Setidaknya kita harus melihat dan mendengar reaksinya langsung."
"Kendrick tidak akan setuju." Gerald menggeleng, menyampaikan ketidaksetujuannya.
"Hanya ini yang bisa kulakukan sambil menunggu hasil penyelidikannya."
"Baiklah..." Gerald menyerah dan segera mengikuti Kevlar ke arah parkiran mobil.
*****************
"Orang tuamu ingin bertemu denganmu." Reza berdiri di depan meja kerja Julian.
"Ada apa? Apakah ada sesuatu yang sangat penting? Ini masih jam kerja." Julian tampak berpikir.
"Entahlah. Ini memang sangat mendadak dan mereka minta jadwalmu dikosongkan sampai satu jam ke depan dan karena jadwalmu kebetulan kosong, kurasa tidak ada masalah." Reza menatap Julian.
"Sekarang mereka di mana?"
"Di ruang meeting utama."
"Ruang meeting utama? Apakah mereka membuat janji dengan orang lain? Seharusnya mereka bisa langsung ke ruanganku jika ingin bicara denganku."
"Entahlah, tapi perasaanku iya, ada orang lain yang mereka tunggu." Reza bergumam.
"Baiklah, aku akan ke sana." Julian menutup layar laptopnya, meraih ponselnya dan bergegas keluar dari ruangan kerjanya diikuti Reza.
******************
Julian menarik kursi dan duduk di hadapan kedua orang tuanya, Bayu dan Clara. Reza sendiri memilih duduk di kursi yang berada sedikit lebih jauh dari mereka bertiga.
"Ada apa, pa?" Julian menatap Bayu, meminta penjelasan.
"Ada seseorang yang ingin bertemu dan mengklarifikasi beberapa hal dengan kita semua." Bayu menjawab pendek.
"Siapa?" Julian tampak mengenyitkan keningnya.
"Kau akan segera tahu." Bayu menghela nafas panjang, enggan menjawab.
"Baiklah, apakah yang kita tunggu masih lama?" Julian menatap Bayu, tampak tidak sabar.
"Tunggulah, dia sudah tiba di sini." Bayu melirik ke arah ponselnya yang menampilkan popup notifikasi dari aplikasi chat.
Julian menghela nafas bingung, tapi akhirnya ia memilih diam dan menunggu, enggan bertanya dan berpikir mencari jawaban. Otaknya terasa penat karena akhir akhir ini terlalu banyak hal yang harus dikerjakannya.
"Maaf pak, tamunya sudah datang...." suara lembut pegawai wanita terdengar saat pintu ruang meeting dibuka kecil.
"Suruh masuk saja." Bayu menjawab ramah sambil mengangguk.
Julian memutar tubuhnya ke arah pintu dan tampak tertegun saat melihat sosok yang berdiri di depan pintu.
"Kevlar Maxwell?" Julian bergumam dengan bingung dan melirik ke arah kedua orang tuanya, mencari jawaban.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY (TAMAT)
RomanceSometimes it takes sadness to know happiness But never let the sadness of your past and the fear of your future ruin the happiness of your present Bagaimana jika dua insan dengan masa lalu kelam dan menyedihkan bertemu? Denada Parmadita, gadis yang...