Di sinilah akhirnya mereka berdua berada, Denada dan Kevlar duduk menikmati kentang goreng dan minuman di halaman belakang sebuah cafe yang berkonsep taman terbuka.Denada masih dalam keheningan, memainkan gelas minumannya. Kevlar seolah mengerti, membiarkan Denada berkelana dengan pikirannya tanpa menganggunya, hingga suara dering ponsel Kevlar memecah kesunyian meja mereka. Kevlar menatap kontak yang tertera di layar ponselnya sebelum memberi kode pada Denada untuk menerima panggilan masuk dan segera bangkit, berjalan menjauh.
Denada menghela nafas panjang, mencoba mengurai semua cerita dan kisah hidupnya yang rasa rasanya rumit bagai kisah novel. Menghadapi kenyataan bahwa Bayu dan Clara adalah orang tua kandungnya dan sederet fakta mengejutkan lainnya. Denada menghirup perlahan minumannya, ketika tepukan kecil di bahunya mengagetkannya.
"Denada? Iyaaa, ternyata kamu beneran. Gue kira salah orang." Ryan tersenyum lebar.
"Hai...." Denada menjawab pendek, tersenyum tipis dengan setengah terpaksa.
"Kupikir tadi dirimu sendirian di sini, tapi sepertinya tidak." Ryan melirik ke arah gelas minuman di hadapan Denada.
"As you see." Denada menjawab pendek. Sejujurnya ia tidak mengharapkan bertemu dengan Ryan di sini. Selain karena moodnya sedang down, ia juga khawatir dengan pria besarnya, catat pria besarnya. Pria besarnya itu termasuk tipe cemburu dan suka mengada ada.
"Dengan Kevlar?" Ryan menatap Denada, masih dengan posisi berdiri, memasukkan kedua tangannya di saku celananya.
"Iya." Denada mengangguk pelan.
"Jadi gosip itu memang benar? Bukan hoax?" Ryan menatap Denada, penasaran.
"Gosip apa?" Denada menatap Ryan, sebenarnya ia sudah bisa menebak arah pembicaraan Ryan, tapi ia ingin tetap berpura pura bodoh.
"Jangan pura pura bego, Nada. Beberapa hari terakhir ini, media dipenuhi berita tentang salah satu pewaris Maxwell yang menjalin hubungan dengan salah satu fotografer wanita yang bernaung di bawah Maxwell corp."
"Kurasa kau sudah bisa menyimpulkannya, Ryan."
"Pesona Maxwell ternyata sangat kuat." Ryan menghela nafas, kalimatnya terdengar nyaris seperti sebuah keluhan.
"Hu?" Denada mengangkat alisnya, menatap Ryan, tampak bingung.
"Yaaa ya ya. Aku bahkan kalah sebelum bersaing." Ryan mengangkat bahunya.
"Aku tidak mengerti. Kalah sebelum bersaing?"
"Sudahlah, lupakanlah kalimatku tadi. Kuharap kau bahagia dengan Kevlar dan kali ini, dia benar benar serius."
"Hu? Maksudmu?" Denada menatap Ryan, sedikit bingung dengan ucapan Ryan.
"Kurasa kau pasti tau tentang sepak terjang Kevlar di masa lalu. Dia punya banyak kekasih...."
"Tidak usah menghasutnya." suara bariton khas Kevlar memotong pembicaraan mereka. Tampaknya Kevlar sudah selesai dengan pembicaraan di ponselnya dan kembali ke meja dengan cepat.
"Hai.... " Ryan melempar senyum santai ke arah Kevlar yang berdiri di sisi Denada. Kevlar tidak membalas senyuman Ryan, ia melempar tatapan dingin ke arah Ryan.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Kevlar menatap Ryan, matanya menyiratkan aura permusuhan yang kental.
"Ini cafe umum, jadi siapapun berhak ke sini, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY (TAMAT)
RomanceSometimes it takes sadness to know happiness But never let the sadness of your past and the fear of your future ruin the happiness of your present Bagaimana jika dua insan dengan masa lalu kelam dan menyedihkan bertemu? Denada Parmadita, gadis yang...