Chapter 36

2.7K 162 8
                                    

Gedung perkantoran Hadrian Corp

Julian Hadrian, CEO dari Hadrian corp, tampak sedang mengetik di layar laptopnya, wajahnya tampak serius, sebelum akhirnya mengangguk puas, menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya, menghela nafas lega.

Reza, tangan kanannya, membuka pintu ruangannya, berdiri dan menatap Julian.

"Ada seorang wanita yang memaksa ingin bertemu denganmu." Reza membuka percakapan.

"Wanita? Aku tidak membuat janji dengan siapapun....." Julian mengerutkan keningnya, mencoba mengingat jadwalnya yang cukup padat.

"Benar, ia memang belum membuat janji sama sekali. Tapi ia memastikan bahwa pertemuan ini akan sangat menarik."

"Siapa?" Julian menegakkan duduknya, menatap tajam Reza.

"Bella."

"Bella?  Siapa? Model?"

"Model." Reza mengangguk tipis membenarkan kalimat Julian.

"Perusahaan kita tidak berhubungan dengan model, bukan?" Julian tampak berpikir.

"Benar,  tapi dia memaksa dan ngotot menunggumu di bawah.  Tidakkah kau penasaran?" Reza memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya, menatap Julian.

"Sejujurnya aku penasaran. Oke 15 menit kurasa cukup.  Suruh dia naik." Julian mengangguk dan segera membereskan berkas yang berhamburan di meja kerjanya.

Reza keluar dari ruangan dan kembali beberapa saat kemudian bersama seorang wanita berwajah cantik dengan tubuh tinggi semampai. Pakaian yang dikenakan wanita itu tampak ketat dan menampilkan lekuk tubuhnya yang memang seksi.

"Ini Bella." Reza memperkenalkan wanita itu pada Julian.

"Oke. Aku sangat sibuk, aku hanya punya waktu 15 menit, jadi katakan langsung, ada apa?" Julian melirik ke arah arlojinya, mengetuk kacanya, menatap Bella yang membawa amplop coklat besar di tangannya.

"Denada Parmadita." Bella menjawab pendek sambil meletakkan bokongnya dengan gaya seksi di kursi yang berada di seberang meja Julian.

"Ada apa dengan Denada?" Julian menatap Bella, penuh selidik.

"Mantan istrimu, bukan?" Bella melempar senyum tipis, tampak sangat percaya diri.

"Lalu apa urusannya dengan anda?" Julian mendengus, jengah. Ia enggan membahas masa lalu, apalagi tentang Denada dan perkawinan sebelumnya, topik yang tidak banyak diketahui publik.

"Sebelum aku bicara terlalu jauh.  Apakah dia bisa keluar?" Bella melirik ke arah Reza yang berdiri di sudut ruangan.

"Dia tetap di sini, karena dia tangan kananku.  Jika tidak suka, silahkan tinggalkan ruangan ini." Julian menjawab sarkas.

"Kupikir kau tidak akan suka dengan apa yang akan kukatakan, apalagi jika sampai didengar oleh orang lain."

"Katakan saja, kau membuang buang waktu. Waktumu hanya tersisa 13 menit." Julian berbicara dengan nada ketus sambil mengetuk layar arlojinya.

"Oke, terserah padamu. Kau tau jika Denada saat ini dekat dengan Kevlar Maxwell?"

"Lalu? Dia bukan siapa siapaku dan aku tidak peduli apapun tentang dia."

"Kau harus peduli." Bella berbisik tajam sambil mendorong amplop coklat yang tampak sedikit agak tebal.

"Apa ini?" Julian mengenyitkan keningnya, menatap amplop coklat tersebut.

"Bacalah... Dan kau akan tahu." Bella mengulas senyum, menantang.

Julian meraih amplop itu, mengeluarkan setumpuk kertas dari dalam, membacanya dengan cepat, membuka lembaran kertas, dari depan hingga lembaran terakhir. Kening Julian tampak berkerut, mengamati kertas di tangannya.

DESTINY (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang