Part 42 - Pergi

1.5K 256 22
                                    

     Entah sudah berapa kali mereka menghembuskan napasnya kasar. Hari ini merupakan hari yang sangat berat. Mereka paham kini mereka telah dipisahkan oleh takdir. Namun, siapa yang bisa ikhlas begitu saja jika harus kehilangan seseorang yang sangat dicintai untuk selamanya?

Rendy datang dengan langkah yang sedikit memburu lalu langsung menghampiri mereka. Rendy yang melihat bos nya sangat terpuruk itu langsung mendekat dan mengucapkan bela sungkawa sebesar-besarnya.

'Pak Al, saya turut berduka cita atas meninggalnya Azalea ya pak. Semoga Lea ditempatkan disisi Allah.'

'Amin.. makasih ya Ren. Kok kamu bisa tau kabar tentang Lea?'
'Iya pak, tadi Pak Gunawan yang memberitahu kabar ini ke saya.'

Hanya anggukan yang mampu diberikan Aldebaran.

Tiga puluh menit berlalu. Nampak seorang petugas kamar jenazah keluar dari ruangannya.

'Permisi, keluarga Azalea?'
'Iya pak, kami orang tuanya.'

'Kami telah melakukan pemulasaran pada jenazah Azalea. Sekarang bapak bisa mengurus administrasinya. Baru setelah itu jenazah bisa dibawa ke rumah.'

Pemulasaran jenazah? Kalimat yang sangat sangat menyakitkan bagi Andin. Dirinya masih tidak menyangka, gadis kecil yang ia temui dan berhasil mengubah hidupnya kembali berwarna kini sudah tidak bernyawa lagi.

Mendengar ucapan petugas tersebut, Rendy pun berinisiatif untuk menyelesaikan segala administrasi rumah sakit. Dirinya paham betul bahwa saat ini bos nya itu sudah tidak sanggup untuk melakukan banyak hal.

Kini semua urusan rumah sakit sudah selesai. Tiba saatnya jenazah Lea dibawa ke rumah. Aldebaran dan Andin berada dalam mobil jenazah, sementara Rendy menyupir mobil milik bosnya itu. Tidak ada percakapan diantara mereka. Sepertinya mereka semua sedang berusaha berdamai dengan keadaan yang terjadi saat ini.

~~~~~

Keadaan di Pondok Pelita kini berubah 180 derajat dari biasanya. Rumah yang selalu nampak megah, mewah, dan ramai tiap harinya kini sedang diselimuti duka. Jalan menuju rumahnya pun sudah terpasang bendera kuning, yang menandakan kepergian seseorang untuk selamanya.

Suasana duka amat sangat terasa di rumah itu. Papa Gunawan juga sudah memberitahu Papa Surya dan Mama Sarah atas kabar duka ini. Mendengar kabar tak sedap ini, mereka pun langsung datang ke Pondok Pelita.

Tak lama, terdengar suara mobil ambulans diikuti dengan sirine suara panjang. Kode sirine yang menandakan sedang membawa jenazah didalamnya.

Andin sudah turun dari mobil jenazah itu dan langsung memeluk orang tuanya. Kesedihannya ia luapkan pada pundak papanya, tak henti juga tangan Mama Sarah mengelus lembut punggung putrinya tanda menenangkan.

Tak sendirian, kini Aldebaran juga sudah jatuh dalam pelukan Papa Gunawan. Tangisnya yang sejak semalam ia bendung, kini sudah meluap. Di pundak papa nya itu ia menangis sejadi-jadinya.

Papa Gunawan paham betul saat ini putranya sedang hancur tak karuan. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Papa Gunawan. Ia hanya menyediakan pundak ternyamannya dengan harapan putranya dapat sedikit lebih tenang.

Jenazah Lea sudah diletakkan di ruang tengah bersama kerandanya. Sekitar lima puluh orang juga sudah duduk rapi membacakan surat yasin dan beberapa doa.

'Mah, pah aku nggak bisa. Aku nggak sanggup.' tangis Andin kepada orang tuanya.

'Papa tau ini berat buat kamu sayang, tapi kamu harus terima ini semua ya. Kamu harus ikhlas atas apa yang sudah ditakdirkan Allah untuk kamu.'

'Tapi kenapa harus secepet ini pah? Kenapa?'

'Sayang sabar ya, ini juga berat buat mama. Berat buat kita semua. Tapi nggak ada gunanya juga kamu terus-terusan meratapi kesedihan kamu. Mending kamu ke kamar, tenangin diri dulu.' ucap Mama Sarah.

Bersenyawa 2 -Aldebaran & Andin-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang