Saat ini Aldebaran sudah sampai di kamar, ia melihat anaknya yang sedang berguling kesana kemari diatas kasur. Ia juga melihat Andin tampak kewalahan menenangkan Azka.
'Ini anak papa kenapa? Kok nangisnya kenceng banget sih.' tanya Aldebaran sambil menggendong Azka.
'Mimi.. pa...'
'Tadi minta mimi mas, belum ada lima menit eh malah dilepas. Terus langsung nangis gini.' jelas Andin.
'Azka mimi susu sama ncus mau?'
'No pa. Mimi mama.''Ya udah itu mimi ya.'
'No papa.. huaa..' tangisnya semakin pecah.'Kan nangis lagi, pusing aku mas. Dari tadi rewel nggak jelas.'
'Sabar ya ndin, coba saya bawa Azka kebawah dulu. Biar diajak main sama Mirna.'Tak lama kemudian, Aldebaran kembali ke kamar seorang diri, sepertinya Azka sudah tenang bersama Mirna.
'Kamu nggak apa-apa kan ndin?'
'Nggak apa-apa gimana mas? Aku baik-baik aja kok. Cuma kadang bingung aja kalau Azka nangis itu dia minta apa.''Pokoknya kalau kamu ngerasa capek, kamu kan bisa minta tolong Kiki, Mirna, Mama, atau bahkan kamu juga bisa langsung telepon saya.'
'Enggak mas, nggak perlu kok. Makasih ya udah ngertiin aku.''Harusnya saya yang berterima kasih sama kamu, karena kamu udah jadi ibu yang hebat untuk anak-anak saya.'
'Udah kewajiban aku mas. Ini kenapa malah ngucapin terimakasih ya, nanti kamu telat loh mas.''Bentar ndin.'
'Kenapa mas? Ada yang ketinggalan?'Aldebaran tidak menjawab pertanyaan istrinya, ia memegang tengkuk Andin. Ditatapnya seluruh wajah Andin. Mulai dari mata, pipi, hidung, dan tak ketinggalan ranum merah muda yang menjadi bagian favorit Aldebaran.
Ia mencium bibir Andin. Merasa tak ada penolakan dari sang pemilik, Aldebaran mulai menyesapnya perlahan, tak hanya itu, sekarang ia mulai melumatnya. Satu hingga lima detik Andin merasa kehabisan nafas, ia mendorong Aldebaran agar menjauh dari dirinya.
'Engh, mass, kehabisan nafas aku.'
'Maaf-maaf ndin, saya kelewatan.''Kebiasaan deh kamu mas.'
'Tapi ada satu lagi yang kurang ndin.''Apa?'
'Itu, saya belum kasih tanda.' ucap Aldebaran sambil melirik ke arah leher jenjang Andin.'Jangan aneh-aneh ya mas, nanti kalau Azka tanya aku bingung jelasinnya. Inget anaknya udah gede. Udah sana berangkat, nanti telat loh.'
'Nggak apa-apa telat ndin, kan kantor saya sendiri. Lagian juga kalau sama kamu saya jadi males berangkat kerja.'
'Ya Allah sombong banget sih, untung suami sendiri. Udah sana berangkat, semakin lama semakin aneh kamu mas.'
'Ya udah saya berangkat dulu ya. Assalamualaikum.'
'Waalaikumsalam sayang.'Setelah Aldebaran pergi, Andin masih senyum-senyum sendiri. Suaminya ini paham betul apa yang bisa mengembalikan moodnya. Kini dirinya sudah lebih baik daripada sebelumnya.
'Mas Al, Mas Al, tau aja sih apa yang bikin aku seneng.'
'Aku ke dapur dulu ah ambil minum, gara-gara Mas Al nih jadi haus.'Sesampainya di dapur, Andin melihat anaknya yang mulai rewel dalam gendongan Mirna.
'Loh ini anak mama kenapa, kok rewel?'
'Ini ndin kayanya dia ngantuk deh, tapi masih pengen main.''Sayang, sini sama mama, kita bobo ya.'
'No mama, no bobo.''Nonton cocomelon yuk sama mama, di kamar.'
Mendengar rayuan mamanya kali ini, Azka langsung beralih ke gendongan sang mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersenyawa 2 -Aldebaran & Andin-
General Fiction"Ketika hidup memiliki ribuan alasan untuk menangis, aku memiliki satu alasan untuk tetap bertahan dan tersenyum, yaitu kamu. Terimakasih, kamu." *** Merupakan kelanjutan dari cerita 'Bersenyawa' yang berakhir cukup memilukan. Namun setelah hujan le...