07. Credence

406 83 4
                                    

Apa-apaan itu?

Meneguk saliva yang malah terasa mencekik, si gadis menatap kosong. Ia mendadak mendapatkan urgensi ganjil untuk tertawa, kepalanya mengirim mekanisme untuk terbahak—berharap bahwa Taehyung akan meralat lalu tersenyum puas sebab sanggup menggores kepala sang lawan bicara dengan kalimatnya. Tetapi sial, tidak, pikirnya. Taehyung agaknya tak berminat begitu. Apalagi satu-satunya suara yang sanggup Kanna dengar hanyalah napasnya yang mulai memburu. Ia tak mungkin salah dengar. Menaikkan satu alis seolah tengah mencari-cari kebohongan di dalam kedua netra pemuda tersebut, Kanna hanya menemukan si Kim tersenyum kalem—sepersekon melanjutkan dengan satu pertanyaan menghantam, "Kau baik-baik saja? Apa seekor kucing baru saja menggigit lidahmu?"

Kanna menggertakkan rahang, bungkam dan tidak menyahut. Dalam diam mencoba mencerna dan sepenuhnya tak mengerti kenapa Taehyung mengatakannya hal semacam itu padanya, si gadis memiringkan kepala sesaat. "Mengapa?" tanyanya sesaat kemudian. Menemukan Taehyung menatapnya dengan satu alis terangkat, Kanna melanjutkan, "Mengapa kau mengatakan hal semacam itu padaku?"

"Karena aku percaya padamu."

"Apa?"

"Kau tidak akan mengatakannya pada siapa pun." Si pemuda tersenyum hangat. "Lagipula aku tidak begitu yakin kalau-kalau seseorang akan percaya. Oh benar—" Ia menarik napas, mengubah nada bicaranya seolah tengah meniru seseorang, "Apa? Kim Taehyung? Anak lelaki populer, memiliki banyak teman dan yang terlihat sangat menyenangkan di sekolah itu? Dia sadomasokis? Jangan mengarang! Aku tak percaya!"

Kanna menatap sulit. Taehyung melanjutkan, "Kalau kau mengatakan itu pada seseorang, paling-paling mereka akan balas mengatakan itu. Pada faktanya, rumor tidak akan tersebar kalau kepercayaan sudah tertanam baik dan pandangan sosial terhadap si tersangka tidak memiliki celah negatif." Si Kim mengedip—puas, yakin setengah mati. "Aku yakin kau sudah bisa menduga itu, bukan? Kau gadis yang cerdas dan tajam, Kanna."

Kanna mendadak menarik napas lambat. Kesadaran menghantam dinding kepala, namun ia jelas berusaha tak kehilangan kendali atas diri sendiri. Taehyung masih menatap lurus, irisnya seolah berpendar menanti reaksi, jawaban atau bahkan sekadar balasan kecil. Tetapi tatkala Kanna hanya tersenyum tipis, si Kim pada faktanya sedetik membeku, gamang, kehilangan prediksi.

Tetap saja, senyum manis itu lantas perlahan kembali tersemat di wajahnya dengan sempurna. Pemuda di hadapannya seolah baru saja menemukan kalau ada dunia magis yang terbuat dari es krim, permen atau barangkali pantat kuda bertanduk. Taehyung kembali bersikap tenang. Air wajahnya tak menyiratkan banyak hal—seolah tak ada apa pun yang terjadi. Ia pandai berpura-pura dan beberapa saat di sana, Kanna bergidik.

Itu menakutkan.

"Jadi," Kanna menghela napas. Memutar otak, ia mengganti target jawaban atas pertanyaan yang dilempar, "Kalau begitu, apa tujuanmu mengatakan itu?"

Taehyung lantas tertawa pelan, mengirimkan rasa ngeri yang merambat dengan cepat sebelum bangkit berdiri pada detik lain. Ia sukses membuat Kanna merasa jantungnya berhenti berdegup untuk sejenak dengan tekanan yang luar biasa. Gadis tersebut memperhatikan dalam diam, menatap Taehyung melangkah menuju laci meja belajar dan mencari-cari sesuatu di sana. Mengeluarkan sebuah kotak kayu berukuran kecil, mengecek isinya sebelum kembali, si pemuda semerta-merta menyodorkan benda tersebut pada Kanna.

"Tunggu apa?" tanyanya. Dengan satu gerakan dagu kecil dan meminta Kanna untuk membukanya, ia melanjutkan, "Buka saja."

Ini tidak terasa benar—seharusnya insting mendasar seperti itu saja sudah mampu membuat Kanna meragukan apa yang hendak Taehyung sampaikan. Kotak kayu di pangkuannya memberat. Ia seolah tengah terjebak dalam situasi dimana Pandora terdesak kuriositas luar biasa untuk membuka kotak terkutuk yang Zeus hadiahkan. Namun semua orang tahu bagaimana hasilnya. Tidak baik, tidak pernah baik. Jika Pandora melepaskan wabah kepada seluruh umat manusia pada masa itu, maka apa yang akan ia lepaskan jika terus melangkah menebas keingintahuannya? Untuk sepersekian momen di sana, Kanna tahu semua ini beraroma sama.

Lifted & FractedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang