06. Artifice

456 83 10
                                        

Kim Taehyung
Kanna, bisakah kau datang ke rumahku
untuk mengantarkan tas yang
kutinggalkan di rumahmu kemarin?

Kim Taehyung
Aku tidak bisa pergi keluar.


Nyaris tertawa tatkala menatap pesan di layar ponselnya, si gadis lantas mendengus keras-keras. Kalimat yang baru saja Taehyung kirimkan benar-benar kelewat terdengar menyerupai bualan kosong bagi Kanna—sepenuhnya terlihat bak bisikan iblis yang kau dengar tatkala akar takdirmu hendak terputus dari rongganya. Namun tetap saja, kendati mengerti benar bahwa apa yang ia lakukan adalah semacam adegan bunuh diri dimana ia akan melompat ke dalam mulut buaya yang terbuka, Kanna sudah menghabiskan sepuluh menit untuk berdiri di depan sebuah pintu, merasakan kedua kakinya terasa bergetar.

Hanya ingin tahu, pikirnya. Hanya ingin memastikan hal macam apa yang berulang kali Kim Taehyung katakan. Menawarinya mengenai apa? Bagaimana? Kenapa? Jika ia tak menyukai ide tersebut, pintu jelas akan terbuka kapan saja untuknya pergi melarikan diri, bukan?

Menarik napas, mengingat ini adalah pertama kalinya Kanna berkunjung, si gadis memutuskan untuk mengenakan celana jeans dan hoodie sewarna langit malam yang kelabu, mencoba memberikan impresi yang baik kalau-kalau si gadis hendak bertemu dengan Nyonya Kim. Wanita tersebut pasti pernah mendengar beberapa kegaduhan yang berasal dari rumahnya—tidak terlalu bagus, jujur saja. Dia mungkin tidak akan menyukaiku.

Tapi, tunggu.

Lagipula kenapa juga aku ingin disukai olehnya?

Sebelum Kanna sukses mendaratkan jemari di atas bel rumah si pemuda, pintu rumah tersebut mendadak terbuka lebar dan memperlihatkan presensi seseorang yang mengenakan kaus lengan panjang biru gelap dan celana training panjang berwarna hitam. Gadis tersebut sontak menahan napas. Jantungnya bertalu untuk beberapa sekon, hampir meloloskan satu umpatan sengit dan mengambil langkah mundur secara naluriah.

Taehyung di sisi lain, terlihat jelas menahan tawa—sedetik kemudian bersandar pada ambang pintu, bersidekap, menatap lurus dengan surai berantakan. Namun menatap tak habis pikir, si Kim lantas bertanya keheranan, "Sampai kapan kau akan berdiri di depan rumahku? Ini sudah sepuluh menit lebih."

"Apa?" Kanna mematung. Kesadarannya berdetik dalam sekon setelahnya. "Tunggu. Kau tahu aku berada di sini sejak tadi?"

Taehyung mengangguk enteng seraya mengendikkan bahu. "Aku bisa melihatmu melalui jendela di lantai dua sejak tadi."

"Lalu kenapa kau tidak membuka pintu─"

"Aku menunggumu menekan bel, Kanna," katanya, terkekeh-kekeh. "Lagipula rasanya lumayan menyenangkan melihatmu menggeliat gelisah begitu."

Kanna mendengus tak percaya, melemparkan tas yang dibawanya sementara Taehyung menangkap benda tersebut dengan mudah seraya menahan senyum. Sebelum gadis tersebut sempat meloloskan cercanya, si Kim buru-buru menukas gesit, "Ayo, masuk. Kau jelas datang kemari tidak hanya untuk mengantarkan tas, bukan?" katanya—menarik diri, melangkah terlebih dulu. "Kalau seorang gadis muda sepertimu berada di luar malam-malam terlalu lama, seekor serigala lapar bisa saja menerkam lehermu sampai putus."

Kanna menahan napas, tetapi Taehyung hanya tertawa lucu seolah—sial, mengatakan hal semacam itu pada seorang gadis yang masih mendapati dirinya mencurigakan setengah mati takkan membuahkan akibat apa-apa. Pemuda tersebut lantas mempersilahkannya melangkah masuk, pintu ditutup kembali dan mendahului kembali setelah memastikan mereka terkunci dengan benar. Mencengkeram ujung pakaiannya waspada, Kanna menyapu rumah pemuda tersebut melalui kedua netra.

Propertinya terawat dan tertata dengan apik, cahaya oranye hangat memenuhi setiap sudut rumah. Sofa, ruang tengah, deret foto berbingkai kayu diletakkan berjajar di atas perapian. Kanna bungkam, menduga-duga apabila rumahnya merupakan zona hitam di mana rasa takut tergantung pada setiap inci dindingnya, maka rumah Taehyung terasa seperti gumpalan permen kapas jeruk yang dibuat hanya untuk menyembunyikan getir.

Lifted & FractedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang