Hutan masih terselimuti putih. Langit pun nampak muram, kelabu.
Melangkahkan kedua kaki yang dibalut sepatu boots kulit sewarna batang pohon oak, Kanna mendorong trolinya melintasi areal parkir. Semuanya masih terlihat lenggang. Hanya satu-dua orang yang terlihat bergerak, menggigil, lalu terburu-buru melangkah seraya berusaha agar tak terpeleset. Suara tungkai yang bergemeretak di bawah tumpuan terdengar bergema samar tatkala salju kembali jatuh dengan perlahan. Paadahal, ini akhir pekan, namun supermarket sekarang sudah nyaris menyerupai pemakaman di tengah malam. Namun tak heran juga, memang. Pasti hanya akan ada satu dua orang yang sudi meninggalkan rumah dalam cuaca buruk begini dan kalau saja dirinya tidak lupa mengisi stok lemari pendingin untuk beberapa hari ke depan, Kanna juga enggan pergi.
Mengepulkan uap putih dari kedua belah bibir, Kanna lantas mulai memikirkan opsi kedua mengenai apakah ia perlu kembali ke dalam supermarket untuk mendapatkan satu jaket lagi. Ia menyisipkan anak surai legamnya kembali ke belakang telinga, mengerutkan kening sesaat. Mereka bilang musim dingin di Jeollanam-do bisa jadi sangat tidak bersahabat dan kebetulan sekali ada diskon separuh harga untuk pakaian musim dingin.
Namun ketika merasakan jemarinya seolah membeku di bawah lapisan sarung tangan, gadis itu buru-buru mengurungkan niat, menggeleng sejenak. Ia mengeratkan syal yang melingkari leher, mendorong troli yang berderak berisik di atas lantai paving sebelum membuka bagasi dan mulai memindahkan kantung-kantung plastik cekatan. Tidak, deh, yakinnya. Mungkin lain kali. Apalagi mengingat hari ini ramalan cuaca tidak terdengar bagus. Jika terlambat pulang, ia bisa-bisa terjebak badai di tengah jalan.
Jadi setelah mengembalikan troli tersebut di tempat semestinya, Kanna segera meninggalkan supermarket, membiarkan Avega miliknya menderu samar, dengan lambat—sebab si gadis jelas tak ingin membunuh dirinya sendiri dengan menggelincirkan roda dan menghantam pepohonan. Gadis itu kemudian melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan kiri, merasakan perut berkeriuk lapar. Ia harusnya membeli satu roti daging untuk dimakan di mobil sebelum kembali menuju Suncheon. Apalagi perjalanan ke rumah membutuhkan waktu yang jauh lebih lama karena Kanna berada dalam kecepatan lambat.
Jejak-jejak traktor pengeruk salju yang setidaknya bekerja sebelum pukul tujuh pagi masih sedikit tertinggal di atas aspal. Semakin menjauh dari pusat Gwangyang, kelenggangan kian terasa pekat. Jalanan agaknya sudah diasinkan serta dilapisi dengan pasir, namun gadis bersurai hitam sebahu di balik kemudi tetap memutuskan untuk tak menggilas jarak lebih cepat.
Biar saja, pikirnya. Toh memang keamanan harus diutamakan. Apalagi mengingat lokasi rumah sakit terletak cukup jauh yang juga diperburuk dengan minimnya kendaraan yang melintas. Jika seandainya ia mengalami lintas kecelakaan dan berdarah-darah, Kanna bisa dipastikan akan tewas terlebih dulu karena kehabisan darah, kedinginan, atau terlambat mendapatkan pertolongan. Jelas tak bagus.
Melirik jendela mobil, si gadis lantas menarik napas lambat menemukan pemandangan sama sejak beberapa tahun terakhir. Salju menumpuk di sisi kanan serta kiri jalan, deret pohon pinus yang telah meranggas habis kini terang-terangan membiarkan langit kelabu mendung untuk tergantung dan menggelayut di angkasa. Hutannya ringkih, namun akan lebat menghijau pekat saat musim semi datang. Lingkup salju nyaris menyerupai kue kering dengan bubuk gula yang kerap dibuat ibunya, mengingatkan lidahnya pada rasa manis berlebihan yang sialnya malah tak pernah terasa manis. Lalu kembali pada presensi di mana ia sekarang, gadis itu hanya sanggup merasakan getir memenuhi rongga mulut.
Kanna menggeleng, menginjak pedal gas sekilas, kembali memikirkan seberapa tinggi presentase untuk tergelincir karena lapisan es hitam—lapisan es tipis kasat mata di permukaan logam, jalan, jembatan yang terbentuk saat temperatur udara semakin jatuh di musim dingin—yang agaknya bukan sesuatu menyenangkan untuk ditelaah.
![](https://img.wattpad.com/cover/296815643-288-k455914.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifted & Fracted
Hayran KurguPada musim panas kali itu, Min Kanna mengenal Kim Taehyung dengan seribu satu rahasia, obsesi, serta rencana gila. Pada musim panas kali itu, Min Kanna tak tahu bahwa seberkas cahaya dari neraka baru saja dibidikkan tepat pada kepala. Ah, memang sia...