Terkadang ada kalanya kau tidak ingin mengetahui apa-apa untuk menyelamatkan kepingan kewarasan yang masih tersisa di dalam kepala. Namun kini, sudah terlambat. Kanna mengerti benar bahwa Taehyung bukan sumber informasi paling kredibel yang bisa ia dapatkan. Namun siapa lagi yang akan memberitahunya mengenai apa yang sebenarnya sedang terjadi? Jika kebenaran yang disembunyikan tengah ditanamkan jauh di bawah permukaan tanah, bukankah satu-satunya cara adalah menggalinya dengan kedua tangan secara langsung?
"Apa kau tahu kalau dulu Park Jimin pernah menyukai kakakmu?"
Mengingat kembali apa yang Taehyung katakan—yang kini bahkan sukses bersemayam di antara pekatnya isi kepala—si gadis menahan napas. menata jaket ke dalam koper di atas ranjang, menarik ritsleting terkatup, Kanna lantas menatap pantulan dirinya sendiri di dalam cermin. Di sana. Di sana. Gadis dalam pantulan cermin itu masih baik-baik saja. Dia tidak pernah mengatakan atau memberitahu siapa pun tentang masalah yang berputar dalam kepala serta hidupnya. Dia tidak pernah mencoba menarik perhatian orang lain dengan menunjukkan seberapa berantakannya dia dalam skala kecil apa pun.
Tak apa. Untuk sekarang, hidup saja sudah cukup. Ia tak bisa berharap banyak.
Detik ini, apa yang telah terjadi seolah kembali dijejalkan ke dalam kedua mataku dalam satu sekon singkat; tentang Ibu yang kini menjadi mucikari, Ayah yang meninggalkan kami, Yoongi yang melampiaskan nafsunya padaku, Taehyung yang memiliki kelainan, dan kini Park Jimin dengan orientasi seksualnya yang menyimpang. Kini aku mencoba menggabungkan satu per satu kepingan puzzle yang mulai terasa menyebalkan. Mungkin apa yang Taehyung katakan memang benar.
Menjatuhkan diri pada tepi ranjang, Kanna terpekur menatap kosong. Sebenarnya alasan mengapa ia sebegitu inginnya menggali informasi bak seekor ngengat yang melingkari cahaya itu apa? Segalanya terasa tak benar dan janggal. Ia barangkali tak ingin tahu. Ia juga barangkali ingin tahu. Jika sedikit saja isi kepalanya mampu memahami, mungkinkah Yoongi akan berhenti melakukan hal menjijikkan itu padanya? Tidak, Kanna mengerjap sekali.
Untuk apa mencoba memahami seseorang yang sudah memperlakukannya sedemikian rupa? Hanya karena mereka bersaudara dan berbagi darah, bukan berarti Kanna harus memaafkan. Alasan sesungguhnya pasti karena ia sendiri membutuhkan presensi orang lain untuk mengisi kekosongan. Dan secara kebetulan, Kim Taehyung ada.
Tetapi jika dipikirkan kembali, dulu, saat Yoongi masih bersekolah, kakak lelakinya memang sempat bergabung dengan tim basket SMP dan memiliki beberapa teman. Kanna mengingat bagian tersebut. Mungkin salah satu temannya adalah Park Jimin, mungkin mereka pernah mengenal satu sama lain dengan baik, entahlah—Yoongi juga tidak pernah membawa temannya ke rumah dan Kanna tidak berada di satu SMP dengannya. Mungkin Yoongi tidak bisa menerima fakta tersebut. Posibilitas yang memungkinkan. Fakta bahwa Jimin menyukainya dan mereka menjadi orang asing kembali, atau yang lain. Mungkin itu juga kenapa Jimin mencoba mendekatinya melalui Taehyung.
Kanna merasakan kerongkongannya tercekat. Aku tidak tahu.
Mengernyit merasakan kepalanya seolah dihantam gada, si gadis berusaha menelan pahit. Dalam asumsi paling buruk, satu-satunya hal yang bisa ia pikirkan adalah bagaimana jika selama ini Taehyung hanya mendekat sebab sahabatnya membutuhkan bantuan untuk menemui Yoongi? Mungkin ini juga mengapa Yoongi terlihat marah dan tidak senang. Mungkin inilah kenapa dia tidak ingin adik perempuannya menghabiskan waktu dengan Taehyung atau teman-temannya.
Kanna bangkit, berjalan mondar-mandir setengah tak nyaman. Ia tidak seharusnya memikirkan ini di kala campfire hendak dilangsungkan. Ekspresi wajahnya pasti terlihat tidak nyaman dipandang. Terlalu banyak kemungkinan, namun tidak cukup kepastian. Tidak, tidak. Malah, rasanya ada sesuatu yang lebih lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifted & Fracted
FanfictionPada musim panas kali itu, Min Kanna mengenal Kim Taehyung dengan seribu satu rahasia, obsesi, serta rencana gila. Pada musim panas kali itu, Min Kanna tak tahu bahwa seberkas cahaya dari neraka baru saja dibidikkan tepat pada kepala. Ah, memang sia...